Pria asing yang baru saja menolong Laura seketika menahan pergelangan gadis itu.
“Lepaskan aku, aku mohon,” pinta Laura sambil menangis, tetapi pria itu tetap menahan tangan Laura.
“Berikan gadis itu padaku!” kata Martinez dengan kasar, ketika sudah berada di hadapan putrinya dan seorang pria tua di sampingnya.
“Bicaralah baik-baik jika kamu sedang berhadapan dengan seorang gadis,” kata pria itu dengan tenang, tetapi tegas.
“Itu bukan urusanmu. Dia putriku, jadi aku berhak melakukan apa pun padanya.”
“Dia bukan papaku. Dia hanya pria pemabuk yang menikahi ibuku,” kata Laura dengan marah.
“Diam kamu! Dasar anak durhaka!” umpat Martinez.
“Dia ingin menjualku kepada para pria hidung belang di sana. Aku mohon, biarkan aku pergi. Aku tidak sudi melayani mereka,” kata Laura memohon sambil menangis terisak, tetapi pria itu hanya mengerutkan kening dan menahan lengan Laura.
“Berikan wanita itu padaku! Atau aku akan menyerahkan padamu jika kamu mampu membayarnya,” kata Martinez mengalihkan tujuan awalnya untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar.
“Berapa yang kamu mau untuk gadis ini?” tanya pria tersebut.
Laura yang mendengarnya seketika terkejut dan langsung memberontak untuk melepaskan diri. “Apa maksudmu? Lepaskan aku!” seru Laura dalam cengkeraman pria itu.
Sungguh malang nasibnya, lepas dari pria botak dengan perut buncit, malah berakhir dengan pria tua berambut putih, yang bahkan seharusnya Laura pantas menjadi cucunya.
“Lima puluh juta untuk gadis itu, maka kamu bisa melakukan apa pun yang kamu mau,” kata Papa Laura meremehkan pria tua tersebut.
“Seratus juta, aku akan membayarmu seratus juta dengan syarat gadis ini menjadi milikku sepenuhnya. Kamu harus memutuskan hubungan dengannya dan kalian tidak punya ikatan apa pun lagi setelah malam ini,” pria itu mengajukan penawaran yang lebih menguntungkan untuk Martinez.
Papa Laura seketika tertawa senang. “Aku sangat setuju dengan tawaranmu. Mulai detik ini, aku tidak punya hubungan apa pun dengan gadis pembawa sial ini.” Martinez menyetujui dengan cepat.
“Berikan uangnya pada pria berengsek ini!” perintah pria tua itu kepada anak buah yang berdiri di belakangnya. Dia kemudian menarik tubuh Laura dan membawanya pergi bersamanya.
Tubuh Laura seketika lemas ketika pria tua itu memasukkannya ke mobil. Inilah akhir dari hidupnya, menjadi wanita jalang untuk seorang kakek tua.
Laura duduk di pojok mobil dan mengambil posisi sejauh mungkin dari jangkauan pria tua yang membawanya. Matanya selalu mengawasi gerak-gerik pria tersebut karena takut dia akan berbuat sesuatu kepadanya.
“Tenang saja, aku tidak akan menyakitimu,” kata pria tersebut dengan senyum ramah yang mampu membuat ketegangan Laura mencair.
“Siapa kamu sebenarnya? Apa yang kamu inginkan dariku?” cecar Laura.
“Pertanyaan yang bagus, tetapi sebelumnya kita akan memulai semua ini dengan sebuah perkenalan. Namaku Tomshon,” kata Tomshon sambil mengulurkan tangan.
“Namaku Laura Aurelie, kamu bisa memanggilku Laura,” balas Laura sambil menyambut tangan Tomshon.
“Senang bertemu denganmu,” sambut Tomshon.
“Aku tidak tahu, apakah harus merasa senang atau tidak bertemu denganmu karena aku tidak tahu apa yang kamu inginkan dariku,” ujar Laura, membuat Tomshon tersenyum mendengarnya.
“Aku butuh bantuanmu dan kamu tidak bisa menolaknya, mengingat aku sudah mengeluarkan banyak uang untuk membelimu.”
“Apa yang bisa aku lakukan untukmu?” tanya Laura.
“Aku mencari seorang wanita untuk dijadikan istri majikanku,” jawab Tomshon.
“Aku tidak bisa melakukannya! Aku masih terlalu muda untuk menikah dan tidak berpengalaman dalam berhubungan dengan seorang pria! Aku juga tidak tahu, apakah majikanmu itu adalah pria yang baik atau tidak,” tolak Laura dengan cepat.
“Dia tidak membutuhkan wanita dewasa atau berpengalaman untuk menjadi istrinya. Tentang baik atau tidaknya buatmu, itu tidak penting lagi. Menjadi istrinya adalah pilihan yang terbaik yang kamu miliki saat ini. Paling tidak, hidupmu akan terjamin. Kamu tidak harus tidur di kolong jembatan dan menjadi mangsa empuk bagi para preman jalanan,” jelas Tomshon merespon penolakan Laura.
Laura meremas tangannya bimbang. Menjadi istri pria yang tidak dia kenal bukanlah pilihan yang baik.
“Kenapa dia harus menikah dengan wanita yang tidak dia kenal? Jika dia kaya, dia pasti sangat mudah mendapatkan wanita yang dia inginkan yang tidak akan menolaknya,” Laura mengatakan pendapatnya.
“Setiap wanita yang dia kenal selalu mengecewakannya, menikahi wanita yang tidak dia kenal akan menjadi tantangan baru baginya karena dia juga tidak mau istrinya mengenalnya.”
“Seperti pernikahan rahasia, maksudmu?”
“Ya, kurang lebih seperti itu.”
“Sepertinya majikanmu sudah sangat putus asa dalam menjalani sebuah hubungan,” tebak Laura.
“Kamu tidak punya hak untuk berasumsi macam-macam tentang majikanku,” tegur Tomshon.
“Baiklah, maafkan aku. Apakah dia pria yang jahat atau pria yang suka menyakiti wanita? Memukul atau berhubungan dengan kasar?” selidik Laura.
“Dia tidak pernah menyakiti wanita, tetapi sebaliknya, wanita yang dia percayai yang sering menyakiti dirinya.”
Entah hal gila apa yang Laura pikirkan, sampai akhirnya mengangguk menyetujui pernikahan rahasia tersebut. “Bagaimana caranya agar aku bisa menikah dengan majikanmu?”
Senyum tipis terkembang di bibir Tomshon mendengar wanita itu berminat mengambil tawarannya. Tomshon kemudian memberi beberapa pertanyaan pada Laura.
“Apakah saat ini kamu mempunyai kekasih?”
“Aku tidak mempunyai kekasih,” jawab Laura.
“Apakah kamu pernah tidur dengan seorang pria? Jika pernah, apakah pasanganmu menggunakan pengaman saat kalian berhubungan?”
Wajah Laura seketika memerah malu dan menatap Tomshon dengan tajam. “Apakah aku harus menjawab pertanyaan seintim itu?”
“Kamu harus menjawabnya karena aku harus memastikan jika kamu bersih.”
Laura memalingkan muka ke jendela mobil dan menatap pemandangan di luar jendela tersebut. Perhatiannya sedikit teralihkan oleh pemandangan lampu kota malam itu. Malam ini seperti mimpi, banyak hal gila yang dia alami hanya dalam waktu satu malam. Seharusnya dia merasa takut dengan pria tua yang membawanya entah ke mana. Yang mungkin saja sedang menipunya dengan menceritakan sesuatu yang belum tentu kebenarannya.
Namun untuk berhenti sekarang, sudah sangat terlambat. Apa yang akan dia lakukan jika bisa lepas dari pria yang sedang membawanya? Laura kemudian memutuskan untuk mengikuti permainan takdir yang membawanya.
“Aku belum pernah berhubungan dengan seorang pria pun,” tandas Laura tanpa menatap wajah Tomshon.
Mendengar hal tersebut, Tomshon tidak berkata apa-apa lagi. Mereka meneruskan perjalanan dengan diam dan larut dengan pikiran masing-masing. Sampai akhirnya mobil mereka berhenti di depan sebuah hotel bintang lima yang sangat mewah. Laura terlonjak kaget, ketika sadar dirinya dibawa ke sebuah hotel.
“Apa yang kamu inginkan? Kenapa kita ke hotel?” tanya Laura penuh kecurigaan.
“Tenanglah, kamu butuh istirahat. Aku akan meninggalkan kamu di sini karena tidak bisa membawamu ke rumahku,” jelas Tomshon.
“Tapi aku tidak punya uang untuk …”
“Jangan pikirkan hal itu, kamu hanya perlu beristirahat dan menikmati fasiltas yang disediakan di sini dan ...,” Perkataan Tomshon terhenti saat dia mengambil sesuatu dari kantongnya. “pakai ini untuk membeli semua yang kamu butuhkan,” kata Tomshon sambil menyerahkan kartu berwarna emas kepada Laura.
“Fernando, hentikan! Kamu bisa membunuhnya.” Joselie yang tidak mau pergi dari ruangan tersebut melepaskan diri dari dekapan putranya lalu berlari mendapatkan suaminya, tetapi tegurannya diabaikan oleh Fernando.Tomshon langsung menarik dan memegang tubuh Fernando untuk menahan pria itu.“Lepaskan aku, Tom! Biarkan aku membunuhnya!” geram Fernando diliputi amarah.Tangis Joselie semakin keras mendengar perkataan suaminya. Nicholas langsung menarik dan memeluk Mamanya kembali.Untuk beberapa saat, Joselie menangis di pelukan putranya. Setelah keadaan agak tenang, Nicholas membawa Mamanya menjauh dan pergi ke kamar. Tomshon pun menarik tubuh Fernando dan membawanya pergi dari ruangan tersebut.Saat Tomshon dan Fernando melewati ruang keluarga, Gabriella terkejut karena melihat tangan Fernando berlumuran darah. Susan yang melihatnya langsung berlari mendekati suaminya.“Apa yang terjadi dengan Fernando?” tanya Susan khawatir.“Fernando baik-baik saja. Panggil pengawal dan suruh Gabriella
Pagi harinya dengan muka lelah, Austin dan Gabriella sampai di depan rumah yang sangat besar. Melihat rumah tersebut, Gabriella hanya terdiam dengan mulut ternganga.“Benarkah ini kediaman Pierre?” tanyanya pada suaminya.“Ya, ini adalah kediaman Pierre,” jawab Austin, menyakinkan Gabriella.“Rasanya seperti sedang berada di sebuah istana modern. Aku tidak menyangka ada rumah sebesar ini.” Gabriella masih terkagum dengan rumah di depannya.“Ayo kita masuk!” ajak Austin yang kemudian diikuti oleh Gabriella di belakang.Mereka melangkah memasuki teras rumah keluarga Pierre. Dengan sedikit ragu, Austin mengetuk pintu besar rumah tersebut.Tidak lama kemudian terlihat seorang pelayan membuka pintu. Setelah Austin memperkenalkan diri, pelayan itu berkata, “Tuan Fernando telah menunggu Anda, silakan masuk. Barang-barangnya biarkan di sini saja, nanti saya yang akan mengurusnya.”Austin dan Gabriella mengikuti langkah pelayan tersebut yang membawa mereka ke sebuah ruangan. “Tuan, Nyonya, Tua
Hari berikutnya, Austin dan Gabriella mulai mencari keberadaan Olivia. Mereka pergi menuju ke alamat yang diberikan Grace. Dengan jantung berdebar, Austin berdiri di rumah berwarna putih dengan taman yang cantik yang berada di depan rumah tersebut.“Apakah kamu sudah siap menemuinya?” tanya Gabriella.“Apakah aku mempunyai pilihan? Siap tidak siap, aku harus menemuinya sekarang, agar urusan kita cepat selesai. Semakin kita menundanya, maka beban yang harus aku tanggung semakin berat.”Gabriella mengangguk mengiyakan apa yang suaminya katakan.Austin mengetuk pintu rumah tersebut beberapa kali, tapi rumah tersebut tampak sepi. Dia memutuskan untuk mengetuk terakhir kalinya, jika belum ada juga yang membukakan pintu untuknya, maka besok dia akan datang kembali.Tepat saat Austin menurunkan tangan, pintu di depannya terbuka. Seorang gadis cantik terlihat di balik pintu sambil menatap Gabriella dan Austin dengan heran.“Ada yang bisa aku bantu?” tanya gadis itu.“Apakah benar ini rumah ke
“Mandilah dahulu, aku akan memesan makanan untuk kita,” kata Austin pada Gabriella setelah mendapatkan kamar.“Baiklah aku akan mandi terlebih dahulu,” Gabriella mengiyakan perkataan suaminya.Dia masuk ke kamar mandi dan melepas semua pakaian, mengatur suhu air sehingga menjadi hangat. Saat air hangat itu membasahi tubuhnya, semua rasa lelahnya terasa menguap dan tubuhnya terasa segar kembali.Gabriella terlonjak kaget saat tiba-tiba ada yang memeluknya dari belakang.“Astaga Austin, kamu mengagetkanku. Jantungku serasa mau copot,” tegur Gabriella.Bukannya meminta maaf, Austin malah sibuk mengendus tengkuk Gabriella. Dengan sigap, dia membalikkan tubuh istrinya sehingga berhadapan dengan dirinya.Mata Gabriella terbelalak saat tahu jika Austin tidak memakai apapun seperti dirinya. Dia yakin setelah ini mandinya pasti akan terganggu.Austin mendorong tubuh Gabriella dan menghimpitnya ke tembok kamar mandi. Dengan cepat dia melumat bibir istrinya.Gabriella menyambut lumatan bibir Aus
Gabriella menatap Austin seakan ingin berkata jika jangan mengharapkannya. Dia kemudian menceritakan tentang keadaan dirinya saat itu.“Setelah Olivia diadopsi aku harus tinggal di asrama dan mengikuti pendidikan. Selama di asrama, aku jarang pulang ke panti karena peraturan asrama sangat ketat. Aku ke panti jika ada libur panjang. Setelah menyelesaikan pendidikan, aku langsung bekerja dan hidup di rumah kost. Terakhir kali aku melihat Olivia adalah saat dia berumur 7 tahun dan sampai sekarang aku tidak pernah melihatnya lagi.”“Apa yang kamu ceritakan, sangat berarti bagiku, aku memiliki harapan baru untuk menemukannya. Bagaimana jika hari ini kita pergi ke panti asuhan tempatmu tinggal dan dibesarkan,” ajak Austin membuat Gabriella cukup terkejut.“Tetapi itu cukup jauh, kita harus keluar kota dan belum menyiapkan penerbangan serta apa saja yang dibutuhkan untuk ke sana,” ujar Gabriella.“Aku akan mencari penerbangan paling awal hari ini, bantu aku untuk berkemas.”Tidak tega menola
Setelah menceritakan apa yang mengganjal di hati, Austin terlihat sangat rapuh. Itu adalah kesalahan besar yang tidak termaafkan. Gabriella yang melihat betapa rapuh suaminya, langsung mendekapnya dengan erat. Bahkan saat dulu Austin menceritakan tentang pelecehan yang dia alami, dia tidak serapuh ini.Dengan lembut Gabriella mengusap punggung Austin. “Kita harus memberitahu Fernando dan Joselie. Seberat apa pun hukuman yang akan mereka berikan, mereka berhak tahu kebenarannya dan kita harus menerima segala konsekuensi.”“Apakah kita harus memberitahukan hal ini secepatnya pada mereka?” tanya Austin terlihat keberatan dan butuh waktu, dia tidak akan sanggup menatap wajah kecewa dan sedih Fernando dan Joselie terhadap dirinya.“Jika kamu belum siap, kita bisa menundanya dan mencari tahu terlebih dahulu apakah anak itu masih hidup atau sudah meninggal sehingga saat kita bertemu dengan keluarga Pierre, kita memiliki sedikit informasi.”“Tapi dari mana kita mencarinya? Itu sama saja menca