Selama berpacaran dengan Caroline, Nicholas tidak pernah memberikan uang atau barang berharga yang berlebihan. Bukan karena pelit, tetapi dia ingin tahu seberapa setia Caroline padanya meski dak melimpahi wanita itu dengan kekayaan.
Setelah satu tahun berlalu Caroline ternyata tetap setia, tapi mengingat pengalaman cintanya bersama Lea dan Carmel yang berakhir pengkhianatan, Nicholas membuat ujian terakhir untuk kekasihnya itu.
Jika Caroline lolos, maka tanpa ragu dia akan langsung melamar dan menikahinya dan apa yang dimiliki saat ini akan menjadi milik Caroline.
Nicholas yakin, Caroline tidak akan pernah menyangka seberapa kaya dirinya karena dia adalah seorang Pierre.
Beberapa hari kemudian Tomshon membawa foto seorang pria dengan wajah tampan ke hadapan Nicholas. Pria pilihan Tomshon ini yang akan bersandiwara mendekati Caroline dan merayunya. Tidak hanya disitu saja, jika berhasil tidur dengan Caroline maka dia akan mendapatkan uang yang banyak dari Nicholas.
“Ini pria yang kamu minta, namanya Alex. Dia bekerja sebagai staff administrasi di perusahaan Pierre,” Tomshon menjelaskan.
“Buat mereka bertemu senatural mungkin agar Caroline tidak curiga. Sewakan pria ini apartemen mewah di tengah kota selama dia menjalankan perannya. Waktumu satu minggu untuk membuat Caroline bercinta dengannya. Jika mereka hanya pergi berkencang aku tidak menghitungnya sebagai pengkhianatan. Jika orangmu gagal, dia akan dipecat dari perusahaan. Tetapi jika berhasil, aku akan memberikannya uang satu milliar,” kata Nicholas memerintahkan Tomshon.
“Aku akan membuat skenario sebaik mungkin, Alex akan berperan sebagai rekan bisnis dan akan datang di acara gala dinner pekan ini. Kamu bisa mengajak Nona Caroline ke sana agar mereka bisa bertemu,” Thomson memberi ide.
Nicholas mengangguk menyetujui tanpa berkata apa-apa lagi.
Saat acara gala dinner tiba, seperti yang sudah direncanakan, Nicholas datang mengajak Caroline. Wanita itu tampil cantik dengan gaun merah menyala. Tangan Nicholas tidak pernah lepas dari pinggang kekasihnya.
Harus diakui dia memang begitu posesif, pengalaman cinta di masa lalu membuat diri Nicholas berhati-hati dalam hal menentukan sandaran hati. Bahkan tanpa sadar, dia seringkali mengekang pasangannya dalam bersosial dan berteman.
Namun berbeda dengan malam ini, dia memberi sedikit kebebasan pada Caroline untuk bisa berinteraksi dengan pria lain. Dia ingin melihat, apakah wanita itu akan masuk ke dalam jebakan atau bisa membuktikan jika dia wanita yang setia?
“Sayang perkenalkan ini Alex. Dia rekan bisnisku yang memegang proyek penting yang sedang aku garap,” kata Nicholas memperkenalkan pria bayarannya.
“Senang bertemu dengan Anda,” ujar Caroline sopan pada Alex.
“Alex, perkenalkan ini kekasihku Caroline,” lanjut Nicholas memulai dramanya.
Alex mengulurkan tangan untuk menjabat tangan Caroline sambil tersenyum ramah. “Senang berkenalan dengan Anda.”
Caroline menanggapinya dengan biasa saja, menyambut uluran tangan Alex dan menyalaminya secara wajar. Melihat hal tersebut, Nicholas tersenyum senang karena merasa kemenangan ada di depan mata.
Nicholas melanjutkan kegiatan dengan menemui banyak rekan bisnis, ngobrol panjang lebar tentang bisnis sehingga membuat Caroline bosan.
“Sayang, bisakah aku ke toilet sebentar?” bisik Caroline di telinga Nicholas.
“Tentu saja, pergilah! Apakah aku perlu mengantarmu?” tanya Nicholas.
“Aku bisa sendiri, lanjutkan saja obrolan kalian,” tolak Caroline.
Nicholas kemudian melepaskan tangan dari pinggang Caroline dan mengizinkannya pergi, tetapi matanya terus menatap kepergian Caroline tajam penuh waspada sampai wanita itu tidak terlihat lagi. Setelah itu, dia kembali mengobrol dengan para investor bisnis.
Sesuatu tampak tidak mencurigakan saat Caroline kembali menemui Nicholas. Wanita itu menggunakan waktu dengan wajar untuk urusan toilet. Dia juga ikut menyimak pembicaraan Nicholas dengan para rekan bisnis hingga acara gala dinner selesai.
Satu point untuk Caroline, ujian hari pertamanya lolos. Masih ada enam hari lagi yang harus dilewati untuk meluluhkan hati Nicholas.
Setelah mengantar Caroline pulang, Nicholas memanggil Tomshon agar menemui dirinya.
“Apakah ada sesuatu yang mencurigakan antara Caroline dan Alex saat di acara gala dinner?” tanya Nicholas.
“Tidak ada, mereka hanya bertegur sapa tanpa ada sentuhan fisik,” jawab Tomshon.
“Baguslah, kamu bisa istirahat sekarang,” ujar Nicholas.
“Selamat malam,” balas Tomshon sambil mengangguk sopan lalu pergi.
Setelah pintu ruangan tertutup, Nicholas membuka laci meja lalu mengambil sebuah kotak kecil di sana. Saat membukanya, sebuah cincin berlian indah terlihat menyilaukan mata.
Nicholas tersenyum senang karena sebentar lagi dia akan menikahi kekasihnya. Sebuah perjalanan panjang telah dilalui, sekarang saatnya Tuhan mempertemukan dengan wanita yang akan menjadi ibu dari anak-anaknya.
Beberapa hari telah berlalu dan tidak ada sesuatu yang mencurigakan terjadi. Sepertinya Alex tidak berhasil mempengaruhi Caroline.
“Siapkan makan malam mewah untuk besok. Aku akan melamar Caroline,” perintah Nicholas pada Tomshon.
Tomshon mengangguk patuh lalu pergi hendak memesan restoran terbaik di kotanya. Namun sebelum mendapatkan apa yang dicari dia kembali menemui Nicholas dengan wajah yang sedikit cemas.
“Ada apa Tom?” tanya Nicholas heran.
“Aku baru saja mendapat kabar dari Alex jika besok dia sudah membuat janji dengan Caroline untuk makan malam dan Caroline menyetujuinya.”
“Shiiit ...!” umpat Nicholas marah.
“Awasi mereka! jika besok malam tidak terjadi apa-apa, segera pecat pria itu. Aku tidak ingin melihatnya di kantorku lagi,” kata Nicholas dengan nada tinggi.
Ternyata tanpa Nicholas tahu, Caroline dan Alex saling bertukar pesan semenjak acara gala dinner. Wanita itu mendapatkan nomor Alex saat pergi ke toilet.
Malam harinya, Nicholas mendapatkan video rekaman makan malam Carolin dan Alex. Dia mengepalkan tangan dan mengeraskan rahang saat mendengar percakapan Caroline dan Alex.
“Apa yang Tuan Nicholas berikan padamu?” Suara Alex berusaha menggoda Caroline.
“Dia memberi aku cinta dan kasih sayang,” jawab Caroline mantap.
“Apakah itu bisa menjamin masa depanmu? Aku percaya Tuan Nicholas menyukai dan tertarik padamu, tetapi bicara tentang cinta, aku masih meragukannya.”
Nicholas merasa perkataan Alex ada benarnya juga. Selama ini dia tidak pernah benar-benar mencintai satu wanita pun dalam hidupnya. Dia tidak membutuhkan cinta untuk menikah, yang dia butuhkan adalah kesetiaan karena dia paling tidak suka dengan pengkhianatan.
Caroline mulai terpengaruh dengan ucapan Alex apalagi saat pria itu menyodorkan ponsel ke hadapannya dengan layar yang memperlihatkan harga yang Alex tawarkan untuk meluluhkan hatinya.
“300 juta untuk uang muka, kamu tinggal menekan tombol hijau dan uang tersebut akan langsung masuk ke rekeningmu,” tawar Alex.
“Apa maksud semua ini?” tanya Caroline pura-pura tidak mengerti.
“Aku pria yang sangat menghormati dan menghargai kecantikanmu tidak seperti kekasihmu yang tidak pernah memanjakanmu dengan cara yang spesial. Hanya satu malam saja dan aku akan mentransfer sisanya ke rekeningmu dan setelah itu aku akan menganggap malam ini tidak pernah terjadi. Aku jamin Tuan Nicholas tidak akan mengetahuinya,” kata Alex menyakinkan Caroline.
Dave duduk di depan sebuah perapian, matanya fokus pada layar laptop ditemani secangkir kopi panas yang masih mengepul. Pria itu terlihat serius dengan pekerjaan.Awalnya Laura segan untuk menyapa, tetapi tidak mungkin dia berlalu begitu saja seperti orang yang tidak tahu sopan santun.“Selamat pagi,” kata Laura menyapa suaminya.Dave masih terdiam tanpa menjawab sapaan istrinya.Laura menghela napas berat bersikap sabar merespon sikap suaminya, dia berniat meninggalkan Dave yang mungkin sedang tidak mau diganggu.“Duduklah, ada kopi dan coklat panas yang bisa kamu minum untuk menghangatkan tubuhmu.” Tiba-tiba terdengar suara Dave yang cukup mengejutkan.Mata Laura melirik ke tempat duduk yang suaminya tawarkan, rasa ragu mengusik karena di situ hanya terdapat satu sofa panjang dengan meja di depannya, tidak ada tempat duduk lain di dekat Dave. Sedangkan beberapa meter di depan meja tersebut terdapat perapian yang hangat.Sedikit ragu, dia mendekati suaminya dan duduk di sampingnya. D
Hari menjelang malam saat Dave mengajak Laura ke suatu tempat, mobil yang mereka tumpangi semakin menjauh dari kota. Lampu-lampu malam yang biasanya bertaburan seperti bintang, mulai tidak terlihat.Jalanan mulai menanjak dan gelap, udara juga terasa semakin dingin. Di kanan dan kiri jalan, tidak terlihat lagi gedung pencakar langit, tetapi pepohonan rindang yang berdiri kokoh dalam kegelapan.“Dave, kamu akan membawaku ke mana?” tanya Laura sedikit takut. Dia menunggu jawaban, tetapi tidak ada jawaban dari pria itu, membuat ketakutannya semakin bertambah besar.Dalam hati Laura berdoa, semoga suaminya bukanlah pembunuh berdarah dingin, mengingat tempat mereka berada sekarang adalah tempat terpencil dan benar-benar jauh dari perkotaan. Jika Dave membunuhnya, mungkin mayatnya tidak akan ditemukan.Laura mulai berpikir keras dan membuat skenario jika nanti ternyata suaminya adalah penculik atau pembunuh.Matanya mulai bergerak mencari jalan keluar, mencari apa yang bisa dilakukan untuk
Dave memasuki ruangan dan melihat wanita berbaju merah yang sangat kontras dengan ruangan yang didominasi oleh warna putih. Gaun itu sangat pas dan serasi dengan tubuh Laura. Memperlihatkan lekuk tubuh wanita itu yang indah.Tubuh Dave sempat membeku saat sepasang mata amber mengunci tatapannya. Wajah Laura cantik dan terkesan lembut. Gadis yang kemarin dia sebut sebagai gadis ingusan, ternyata adalah gadis yang tidak mungkin bisa Dave tolak.Dave tahu jika Laura merasa gugup, terlihat dari cara gadis itu meremas jemari tangannya. Perlahan Dave mendekatinya dan berhenti tepat di hadapannya.“Laura?” sapa Dave dengan suara berat.“Dave?” tanya Laura.“Ya, aku Dave,” jawab Dave.“Senang bertemu denganmu, Dave,” balas Laura basa-basi.“Bisakah kita menggunakan bahasa yang tidak begitu formal?” saran Dave.“Mungkin aku hm ... harus belajar untuk hal tersebut karena kita belum saling kenal,” jawab Laura.Setelah mereka berbincang sejenak, Dave menggandeng lengan Laura membuatnya terkejut.
Hari ini adalah hari ke lima semenjak pemeriksaan kesehatan Laura dilakukan, tetapi Tomshon belum juga datang untuk menemui gadis itu.Laura mulai bosan terkurung di kamar hotel yang mewah tanpa melakukan kegiatan apa pun selain makan, minum dan tidur serta berkeliling di area hotel. Dia tidak bisa pergi jauh karena anak buah Tomshon selalu mengikutinya saat dia keluar dari kamar.“Apakah aku memiliki penyakit yang mematikan sehingga kemungkinan pernikahan ini dibatalkan? Atau wajahku terlalu jelek sehingga majikan Tomshon tidak menyukaiku? Lalu aku harus pergi ke mana jika pernikahan ini dibatalkan?” batin Laura.“Wait! kenapa aku jadi menginginkan pernikahan ini?” gumamnya lagi tidak habis pikir dengan isi kepalanya yang mulai tidak masuk akal.“Jika pernikahan ini dibatalkan, aku harus mencari pekerjaan. Aku yakin Tomshon bisa mencarikanku pekerjaan yang baik,” ucapnya lagi untuk menenangkan diri.Suara ketukan pintu kamar, membuat tubuh Laura terlonjak kaget dan lamunannya pun buy
“Maaf, hari ini aku tidak bisa menemanimu untuk membeli apa yang kamu butuhkan, supir akan mengantarmu. Pilihlah beberapa pakaian yang bagus agar majikanku menyukaimu. Gunakan saja kartu yang sudah aku berikan untuk membayar,” kata Tomshon.Sadar jika tidak mempunyai pakaian yang layak, maka Laura mengangguk setuju.“Selamat beraktivitas Tomshon. Jangan khawatirkan aku karena aku akan belanja sangat banyak dan memanfaatkan kartumu dengan baik. Aku tidak bertanggung jawab jika kartumu mencapai limit,” gurau Laura sambil tersenyum penuh arti.Tomshon tersenyum mendengar perkataan Laura. “Selamat bersenang-senang. Tiga hari lagi, kita akan bertemu.”“Apakah itu berarti selama tiga hari ini, aku masih boleh menginap di hotel mewah itu lagi?” tanya Laura penuh harap.“Tentu saja.”Mendengar hal tersebut, Laura melompat kegirangan. Lagi-lagi Tomshon dibuat tersenyum oleh tingkah gadis polos itu.Supir Tomshon menurunkan Laura di sebuah butik yang dia yakini semua barang yang ada di sana pas
Kening Laura mengernyit dalam. “Apa ini?” tanyanya sambil membolak-balikkan kartu berwarna emas itu di tangannya.“Anggap saja itu kartu kredit yang bisa kamu gunakan untuk membeli semua yang kamu mau.”“Aku tidak membutuhkan kartu kredit. Jika aku bisa makan dan tidur dengan gratis di sini, itu sudah lebih dari cukup,” ujar Laura sambil menyerahkan kembali kartu tersebut pada Tomshon.“Simpanlah! Hanya untuk berjaga-jaga. Kamu tidak harus menggunakannya jika memang tidak membutuhkan sesuatu.”Laura berpikir sejenak dan akhirnya menerima kartu tersebut. “Baiklah, terima kasih untuk kartunya,” kata Laura.“Sama-sama,” balas Tomshon.Setelah mengatakan hal tersebut, pintu mobil dibuka oleh anak buah Tomshon. “Masuklah!”“Apakah kamu tidak ikut masuk?” tanya Laura.“Apakah kamu berharap aku masuk ke sana bersamamu?” goda Tomshon.“Bukan itu maksudku,” jawab Laura salah tingkah.“Selamat malam, tidurlah yang nyenyak. Besok pagi aku akan menjemputmu untuk mempersiapkanmu menjadi calon istr
Pria asing yang baru saja menolong Laura seketika menahan pergelangan gadis itu.“Lepaskan aku, aku mohon,” pinta Laura sambil menangis, tetapi pria itu tetap menahan tangan Laura.“Berikan gadis itu padaku!” kata Martinez dengan kasar, ketika sudah berada di hadapan putrinya dan seorang pria tua di sampingnya.“Bicaralah baik-baik jika kamu sedang berhadapan dengan seorang gadis,” kata pria itu dengan tenang, tetapi tegas.“Itu bukan urusanmu. Dia putriku, jadi aku berhak melakukan apa pun padanya.”“Dia bukan papaku. Dia hanya pria pemabuk yang menikahi ibuku,” kata Laura dengan marah.“Diam kamu! Dasar anak durhaka!” umpat Martinez.“Dia ingin menjualku kepada para pria hidung belang di sana. Aku mohon, biarkan aku pergi. Aku tidak sudi melayani mereka,” kata Laura memohon sambil menangis terisak, tetapi pria itu hanya mengerutkan kening dan menahan lengan Laura.“Berikan wanita itu padaku! Atau aku akan menyerahkan padamu jika kamu mampu membayarnya,” kata Martinez mengalihkan tuj
Caroline meremas jari tangan mulai ragu dengan pendiriannya. Matanya terus menatap nilai uang di hadapannya sambil memikirkan segala resiko yang akan dia dapatkan jika mengkhianati Nicholas.Rasa ragu pun lenyap ketika bujuk rayu Alex meresap dalam dirinya, dengan tangan gemetar jari Caroline menekan tombol tersebut.Nicholas mengumpat keras melihat rekaman video Caroline dan Alex. Ingin rasanya dia menghancurkan semua benda yang berada di sekelilingnya.Melihat reaksi Tuannya, Tomshon berkata, “Kamu tidak harus melihatnya.”“Tidak, aku ingin melihatnya secara langsung jika wanita jalang itu mengkhianatiku,” kata Nicholas dingin.Tomshon yang tahu semua yang telah Nicholas alami, merasa prihatin dengan yang terjadi saat ini. Dia tidak tega harus melihat pria itu menyaksikan sendiri perselingkuhan kekasihnya.Alex yang telah merencanakan semuanya, dia memasang kamera di kamar hotel yang akan mereka gunakan. Tomshon memejamkan mata saat Caroline dan Alex masuk ke kamar tersebut dan mula
Selama berpacaran dengan Caroline, Nicholas tidak pernah memberikan uang atau barang berharga yang berlebihan. Bukan karena pelit, tetapi dia ingin tahu seberapa setia Caroline padanya meski dak melimpahi wanita itu dengan kekayaan.Setelah satu tahun berlalu Caroline ternyata tetap setia, tapi mengingat pengalaman cintanya bersama Lea dan Carmel yang berakhir pengkhianatan, Nicholas membuat ujian terakhir untuk kekasihnya itu.Jika Caroline lolos, maka tanpa ragu dia akan langsung melamar dan menikahinya dan apa yang dimiliki saat ini akan menjadi milik Caroline.Nicholas yakin, Caroline tidak akan pernah menyangka seberapa kaya dirinya karena dia adalah seorang Pierre.Beberapa hari kemudian Tomshon membawa foto seorang pria dengan wajah tampan ke hadapan Nicholas. Pria pilihan Tomshon ini yang akan bersandiwara mendekati Caroline dan merayunya. Tidak hanya disitu saja, jika berhasil tidur dengan Caroline maka dia akan mendapatkan uang yang banyak dari Nicholas.“Ini pria yang kamu