Laura menikahi pria hangat dan penuh kasih bernama Dave, tanpa tahu bahwa di balik topengnya tersembunyi Nicholas—pria dingin yang menyimpan luka masa lalu. Ketika Nicholas muncul tanpa penyamaran dan mulai menggoda Laura, hatinya terombang-ambing di antara dua sosok yang, tanpa Laura tahu sama sekali, adalah orang sama! Jika Laura salah memilih, maka cinta yang ia pertaruhkan bisa berubah menjadi kehancuran yang tak terelakkan.
Lihat lebih banyakSebuah ambulans dengan bunyi sirine yang memekakkan telinga berhenti di depan ruang unit gawat darurat. Seorang pasien diturunkan dengan oksigen yang menutupi hidung dan mulutnya.
Seorang wanita muda menangis terisak sambil mengikuti dokter dan perawat yang mendorong ranjang pasien untuk mendapatkan pertolongan. Namanya Laura.
“Tolong mamaku, Dokter! Jangan sampai dia meninggalkanku sendiri di dunia ini!” pinta Laura kepada salah seorang dokter yang menangani mamanya.
“Aku akan berusaha sebaik mungkin,” kata dokter itu, lalu pergi untuk menangani Mama Laura.
“Keluarga Nyonya Alicia,” seru seorang perawat, berhasil membuat Laura menoleh.
“Saya putri Nyonya Alicia,” ucap Laura sambil berjalan cepat mendekati perawat.
“Silakan Nona isi formulir ini dan segera ke bagian administrasi agar pasien bisa langsung ditangani,” ucap perawat tersebut.
“Aku akan segera ke sana,” ucap Laura yang kemudian berlari ke bagian administrasi.
Laura mengira semua akan berjalan dengan lancar, sayangnya bagian administrasi meminta uang muka untuk pengobatan mamanya. Saat ini mamanya hanya diberikan pertolongan pertama dan Laura tahu itu tidak akan dapat terselamatkan. Sedangkan ia? Kondisinya sama sekali tidak memiliki uang untuk pengobatan.
“Tidak bisakah aku diberi waktu mencari uang yang diminta, tapi aku mohon selamatkan mamaku terlebih dahulu,” pinta Laura.
“Maafkan kami, Nona. Ini sudah menjadi prosedur rumah sakit, kami tidak bisa melanggarnya,” ucap bagian administrasi rumah sakit.
Laura tidak menyerah begitu saja, dia masih berusaha membujuk, dan meluluhkan orang di depannya, berharap mamanya bisa mendapat pengobatan terlebih dahulu. Tanpa Laura tahu, di belakangnya telah berdiri seorang pria yang juga mengantri untuk mengurus administrasi. Nama pria itu Nicholas.
Entah berapa kali Nicholas melihat jam tangan. Dia harus menghadiri pertemuan penting, tetapi tampaknya harus ditunda akibat ulah wanita yang mengemis minta dikasihani oleh petugas rumah sakit.
“Shiiit!” umpat Nicholas tidak sabar, lalu menarik tubuh Laura dan menyingkirkannya.
“Hei, Tuan! Aku belum selesai bicara dengan petugas itu!” seru Laura tidak terima ketika ada seorang pria menyingkirkannya begitu saja dari antrian. Ini urusan hidup dan mati mamanya, dia akan melakukan apa saja agar orang tuanya selamat.
“Kamu menghalangi jalanku dan membuatku terlambat menghadiri pertemuan penting,” ucap Nicholas di balik kacamata hitamnya yang membuat Laura tidak bisa melihat wajah pria itu dengan jelas.
Belum sempat Laura menyanggah, Nicholas langsung membuat Laura bungkam.
“Berapa uang yang wanita itu butuhkan? Aku akan membayarnya sekalian,” ucap Nicholas.
“Kamu? Mau membayar biaya rumah sakit mamaku?” tanya Laura hampir tidak percaya. “Dengan apa aku harus menggantinya? Aku akan mengangsurnya setiap bulan.”
“Tidak perlu. Lagi pula aku tidak benar-benar berniat membantumu. Waktuku sangat berharga dan kamu sudah membuat waktuku terbuang sia-sia. Jika kamu terus bermasalah dengan biaya rumah sakit ini, tentu akan membuatku terus mengantri dan kehilangan lebih banyak uang dari sekedar biaya rumah sakitmu,” ucap Nicholas.
Setelah mengatakan hal tersebut, pria itu meninggalkan Laura begitu saja, berhasil membuat Laura berdiri mematung, menatap kepergian pria itu. “Bagaimana ada pria sesombong itu, huh?” gumamnya.
Meskipun begitu Laura merasa senang karena berkat pria sombong itu, uang muka untuk pengobatan mamanya dapat dibayar. Sayangnya dia tidak begitu memperhatikan pria itu sehingga tidak mengenali wajahnya. Jika mereka bertemu lagi, bisa dipastikan mereka tidak akan saling kenal.
*
“Bagaimana keadaanmu, Tomshon?” tanya Nicholas kepada pria yang selama ini merawatnya dan sudah dia anggap seperti orang tuanya sendiri.
Tomshon telah bekerja sepanjang hidupnya pada keluarga Pierre, bahkan sebelum Nicholas lahir. Naas, suami istri Pierre mengalami kecelakaan pesawat saat putra tunggal mereka baru berumur 15 tahun. Semenjak saat itu, Tomshon mengasuh Nicholas dan menganggapnya sebagai putranya sendiri.
“Aku baik-baik saja. Pergilah! Pertemuan itu sangat penting untukmu. Aku tidak ingin kamu kehilangan jutaan dollar karena aku, Tuan Nicholas,” ucap Tomshon.
“Jaga kesehatanmu, aku tidak ingin menemukanmu tergeletak lagi di lantai karena kelelahan dan dehidrasi akut,” tegur Nicholas.
“Terima kasih telah memperhatikan kesehatanku,” ujar Tomshon.
“Jangan salah paham. Aku hanya tidak ingin pekerjaanku berantakan karena kamu harus terbaring di rumah sakit,” ucap Nicholas menutupi rasa khawatirnya pada pria yang sudah menemaninya hampir di sepanjang hidupnya.
“Kalau begitu, pergilah! Pertemuanmu akan segera dimulai.”
Nicholas akhirnya pergi menjauh dan meninggalkan Tomshon. Tomshon menatap kepergian pria itu dengan tatapan penuh arti. Dia tahu jika pria itu sangat khawatir padanya, tetapi berusaha keras untuk menyembunyikannya.
“Tuan Tomshon, kami akan memindahkan Anda ke kamar rawat karena kondisi Anda sudah stabil,” ucap petugas medis berhasil membuyarkan lamunan pria itu.
“Ya, tentu saja. Berada di ruang gawat darurat sangat menyeramkan. Aku sudah tidak sabar berada di ruangan yang lebih baik daripada di sini,” kata Tomshon.
Petugas medis mendorong ranjang Tomshon, bersamaan dengan ranjang Mama Laura yang masuk ke ruangan tersebut menggantikan tempat Tomshon. Mata pria itu sempat menangkap wajah seorang wanita dengan mulut dan hidung tertutup alat bantu oksigen.
Sekilas Tomshon mengenali wajah wanita itu. Wanita yang pernah ada di masa lalunya, tetapi sepertinya mustahil. Apakah mungkin hanya halusinasinya saja?
Dia sudah berusaha untuk melihat, tetapi sayangnya kepalanya berdenyut sangat sakit. Tomshon pun memejamkan mata dan membiarkan petugas medis memindahkannya di kamar rawat inap.
*
Beberapa bulan kemudian …
“Apakah kamu yakin akan melakukannya? Jika Caroline tidak seperti yang diharapkan, apakah kamu siap menerima kenyataan?” tanya Tomshon khawatir dengan rencana Nicholas Giordano Pierre.
“Sangat yakin, setelah 2 kali dikhianati wanita, kali ini aku pastikan tidak akan terulang kembali. Jika Caroline benar-benar setia padaku, maka aku akan segera melamarnya, tetapi jika dia terpikat oleh orangmu itu, aku akan segera mengakhiri hubungan kami,” kata Nicholas dingin.
“Baiklah, aku akan mencari pria yang bisa menarik perhatian Caroline,” kata Tomshon lalu undur diri dari hadapan Nicholas.
Setelah Tomshon pergi, tatapan kosong terlihat di wajah Nicholas. Bayangan masa lalu kembali muncul.
Lea adalah wanita pertama yang membuat hatinya berdebar. Saat itu, dia masih menjalani pendidikan kuliah di semester enam. Lea adalah adik tingkat tetapi berbeda jurusan. Mereka bertemu di kegiatan kampus yang diadakan menjelang libur semester. Dari awal bertemu, dirinya merasa cocok dan tidak lama kemudian mereka menjalin hubungan.
Awalnya hubungan mereka berjalan lancar, mereka dikenal sebagai pasangan serasi. Hal tersebut membuat Nicholas bangga sehingga setelah lulus kuliah, Nicholas berencana menikahi kekasihnya. Meski belum bekerja, tetapi dengan kekayaan orang tuanya yang melimpah, dia tidak akan kesulitan menghidupi anak dan istrinya.
Sampai suatu ketika, dia tidak sengaja mendengar pembicaraan Lea dengan teman prianya. “Aku menjalin hubungan dengan Nicholas demi uangnya saja, pria yang aku cintai adalah dirimu,” ujar wanita itu.
Tanpa ragu, Nicholas langsung memutuskan hubungan dengan Lea. Semenjak saat itu, dia tidak pernah berhubungan dengan wanita secara serius.
Setelah meneruskan warisan orang tuanya dan memegang bisnis yang besar, banyak wanita mengantri untuk menjadi kekasihnya. Namun buat Nicholas semua wanita itu hanyalah teman tidur satu malam, tidak lebih dari itu. Tidak pernah ada satu wanita pun yang singgah di hatinya.
Wanita kedua yang serius dengannya adalah Carmel. Sama-sama menggeluti bisnis, mereka berpacaran hampir enam bulan.
Carmel adalah artis dengan paras yang cantik dan seksi. Jangan ditanya kemampuannya di ranjang, dia wanita yang sangat berpengalaman. Kebetulan salah satu produk dalam bisnis Pierre mempunyai kontrak kerja sama dengan Carmel. Seperti halnya bisnis, Nicholas membuat syarat agar hubungannya tetap berjalan dengan baik. Dia melarang Carmel untuk tidak berhubungan dengan pria manapun saat menjadi kekasihnya.
Namun Carmel terlalu serakah, setelah wanita itu dipromosikan menjadi bintang papan atas, dia melemparkan diri ke produser yang membantunya. Akhirnya hubungannya kandas tanpa rasa sesal sedikit pun.
Berbeda dengan wanita ketiga yang bernama Caroline, mereka sudah berhubungan selama satu tahun dan wanita itu tidak pernah berbuat macam-macam, namun keraguan masih mengusik hati Nicholas.
“Fernando, hentikan! Kamu bisa membunuhnya.” Joselie yang tidak mau pergi dari ruangan tersebut melepaskan diri dari dekapan putranya lalu berlari mendapatkan suaminya, tetapi tegurannya diabaikan oleh Fernando.Tomshon langsung menarik dan memegang tubuh Fernando untuk menahan pria itu.“Lepaskan aku, Tom! Biarkan aku membunuhnya!” geram Fernando diliputi amarah.Tangis Joselie semakin keras mendengar perkataan suaminya. Nicholas langsung menarik dan memeluk Mamanya kembali.Untuk beberapa saat, Joselie menangis di pelukan putranya. Setelah keadaan agak tenang, Nicholas membawa Mamanya menjauh dan pergi ke kamar. Tomshon pun menarik tubuh Fernando dan membawanya pergi dari ruangan tersebut.Saat Tomshon dan Fernando melewati ruang keluarga, Gabriella terkejut karena melihat tangan Fernando berlumuran darah. Susan yang melihatnya langsung berlari mendekati suaminya.“Apa yang terjadi dengan Fernando?” tanya Susan khawatir.“Fernando baik-baik saja. Panggil pengawal dan suruh Gabriella
Pagi harinya dengan muka lelah, Austin dan Gabriella sampai di depan rumah yang sangat besar. Melihat rumah tersebut, Gabriella hanya terdiam dengan mulut ternganga.“Benarkah ini kediaman Pierre?” tanyanya pada suaminya.“Ya, ini adalah kediaman Pierre,” jawab Austin, menyakinkan Gabriella.“Rasanya seperti sedang berada di sebuah istana modern. Aku tidak menyangka ada rumah sebesar ini.” Gabriella masih terkagum dengan rumah di depannya.“Ayo kita masuk!” ajak Austin yang kemudian diikuti oleh Gabriella di belakang.Mereka melangkah memasuki teras rumah keluarga Pierre. Dengan sedikit ragu, Austin mengetuk pintu besar rumah tersebut.Tidak lama kemudian terlihat seorang pelayan membuka pintu. Setelah Austin memperkenalkan diri, pelayan itu berkata, “Tuan Fernando telah menunggu Anda, silakan masuk. Barang-barangnya biarkan di sini saja, nanti saya yang akan mengurusnya.”Austin dan Gabriella mengikuti langkah pelayan tersebut yang membawa mereka ke sebuah ruangan. “Tuan, Nyonya, Tua
Hari berikutnya, Austin dan Gabriella mulai mencari keberadaan Olivia. Mereka pergi menuju ke alamat yang diberikan Grace. Dengan jantung berdebar, Austin berdiri di rumah berwarna putih dengan taman yang cantik yang berada di depan rumah tersebut.“Apakah kamu sudah siap menemuinya?” tanya Gabriella.“Apakah aku mempunyai pilihan? Siap tidak siap, aku harus menemuinya sekarang, agar urusan kita cepat selesai. Semakin kita menundanya, maka beban yang harus aku tanggung semakin berat.”Gabriella mengangguk mengiyakan apa yang suaminya katakan.Austin mengetuk pintu rumah tersebut beberapa kali, tapi rumah tersebut tampak sepi. Dia memutuskan untuk mengetuk terakhir kalinya, jika belum ada juga yang membukakan pintu untuknya, maka besok dia akan datang kembali.Tepat saat Austin menurunkan tangan, pintu di depannya terbuka. Seorang gadis cantik terlihat di balik pintu sambil menatap Gabriella dan Austin dengan heran.“Ada yang bisa aku bantu?” tanya gadis itu.“Apakah benar ini rumah ke
“Mandilah dahulu, aku akan memesan makanan untuk kita,” kata Austin pada Gabriella setelah mendapatkan kamar.“Baiklah aku akan mandi terlebih dahulu,” Gabriella mengiyakan perkataan suaminya.Dia masuk ke kamar mandi dan melepas semua pakaian, mengatur suhu air sehingga menjadi hangat. Saat air hangat itu membasahi tubuhnya, semua rasa lelahnya terasa menguap dan tubuhnya terasa segar kembali.Gabriella terlonjak kaget saat tiba-tiba ada yang memeluknya dari belakang.“Astaga Austin, kamu mengagetkanku. Jantungku serasa mau copot,” tegur Gabriella.Bukannya meminta maaf, Austin malah sibuk mengendus tengkuk Gabriella. Dengan sigap, dia membalikkan tubuh istrinya sehingga berhadapan dengan dirinya.Mata Gabriella terbelalak saat tahu jika Austin tidak memakai apapun seperti dirinya. Dia yakin setelah ini mandinya pasti akan terganggu.Austin mendorong tubuh Gabriella dan menghimpitnya ke tembok kamar mandi. Dengan cepat dia melumat bibir istrinya.Gabriella menyambut lumatan bibir Aus
Gabriella menatap Austin seakan ingin berkata jika jangan mengharapkannya. Dia kemudian menceritakan tentang keadaan dirinya saat itu.“Setelah Olivia diadopsi aku harus tinggal di asrama dan mengikuti pendidikan. Selama di asrama, aku jarang pulang ke panti karena peraturan asrama sangat ketat. Aku ke panti jika ada libur panjang. Setelah menyelesaikan pendidikan, aku langsung bekerja dan hidup di rumah kost. Terakhir kali aku melihat Olivia adalah saat dia berumur 7 tahun dan sampai sekarang aku tidak pernah melihatnya lagi.”“Apa yang kamu ceritakan, sangat berarti bagiku, aku memiliki harapan baru untuk menemukannya. Bagaimana jika hari ini kita pergi ke panti asuhan tempatmu tinggal dan dibesarkan,” ajak Austin membuat Gabriella cukup terkejut.“Tetapi itu cukup jauh, kita harus keluar kota dan belum menyiapkan penerbangan serta apa saja yang dibutuhkan untuk ke sana,” ujar Gabriella.“Aku akan mencari penerbangan paling awal hari ini, bantu aku untuk berkemas.”Tidak tega menola
Setelah menceritakan apa yang mengganjal di hati, Austin terlihat sangat rapuh. Itu adalah kesalahan besar yang tidak termaafkan. Gabriella yang melihat betapa rapuh suaminya, langsung mendekapnya dengan erat. Bahkan saat dulu Austin menceritakan tentang pelecehan yang dia alami, dia tidak serapuh ini.Dengan lembut Gabriella mengusap punggung Austin. “Kita harus memberitahu Fernando dan Joselie. Seberat apa pun hukuman yang akan mereka berikan, mereka berhak tahu kebenarannya dan kita harus menerima segala konsekuensi.”“Apakah kita harus memberitahukan hal ini secepatnya pada mereka?” tanya Austin terlihat keberatan dan butuh waktu, dia tidak akan sanggup menatap wajah kecewa dan sedih Fernando dan Joselie terhadap dirinya.“Jika kamu belum siap, kita bisa menundanya dan mencari tahu terlebih dahulu apakah anak itu masih hidup atau sudah meninggal sehingga saat kita bertemu dengan keluarga Pierre, kita memiliki sedikit informasi.”“Tapi dari mana kita mencarinya? Itu sama saja menca
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen