Hari menjelang malam saat Dave mengajak Laura ke suatu tempat, mobil yang mereka tumpangi semakin menjauh dari kota. Lampu-lampu malam yang biasanya bertaburan seperti bintang, mulai tidak terlihat.
Jalanan mulai menanjak dan gelap, udara juga terasa semakin dingin. Di kanan dan kiri jalan, tidak terlihat lagi gedung pencakar langit, tetapi pepohonan rindang yang berdiri kokoh dalam kegelapan.
“Dave, kamu akan membawaku ke mana?” tanya Laura sedikit takut. Dia menunggu jawaban, tetapi tidak ada jawaban dari pria itu, membuat ketakutannya semakin bertambah besar.
Dalam hati Laura berdoa, semoga suaminya bukanlah pembunuh berdarah dingin, mengingat tempat mereka berada sekarang adalah tempat terpencil dan benar-benar jauh dari perkotaan. Jika Dave membunuhnya, mungkin mayatnya tidak akan ditemukan.
Laura mulai berpikir keras dan membuat skenario jika nanti ternyata suaminya adalah penculik atau pembunuh.
Matanya mulai bergerak mencari jalan keluar, mencari apa yang bisa dilakukan untuk lari dari pria yang duduk di sebelahnya. Laura melirik ke arah pintu mobil dan menandai letak pegangan. Matanya kembali menjelajah, mencari benda yang bisa melindunginya atau paling tidak untuk memukul Dave jika pria itu berbuat macam-macam.
“Hentikan apa yang kamu pikirkan, aku sudah bilang tidak akan menyakitimu,” geram Dave seakan bisa mengetahui pikiran istrinya.
“Astaga, apakah kamu bisa membaca pikiranku?” tanya Laura benar-benar terkejut.
Dave menatap Laura sekilas dengan tajam, kemudian kembali berkonsentrasi dengan jalan yang dilaluinya. Keadaan seketika sunyi tanpa jawaban apa pun. Laura terdiam sembari mencengkeram kencang sabuk pengaman yang terpasang di tubuhnya seakan itu pegangan terakhir yang bisa melindunginya.
Dave yang tahu tingkah laku istrinya, menghela napas sambil menggelengkan kepala.
“Kita sedang menuju ke rumah.” Akhirnya Dave bersuara.
“Ke rumah?” kata Laura kembali terkejut.
“Bukankah suami istri harus tinggal serumah? Kita akan pulang ke rumah kita,” jelas Dave.
“Ke rumah kita?” kata Laura lagi mengulang penjelasan Dave.
Tiba-tiba rasa marah muncul di dada Dave. Dengan marah dia berkata, “Aku paling tidak suka mengulangi perkataanku dan aku paling benci orang mengulangi perkataanku. Paham!” bentak Dave.
Laura terdiam, tidak berkutik lagi di tempat duduknya. Dia memalingkan muka dan memilih menatap pepohonan dalam kegelapan di luar mobil. Semakin lama matanya terasa berat, tanpa sadar dia sudah berada di alam mimpi.
Mobil Dave berhenti setelah memasuki pekarangan sebuah rumah kayu yang tidak begitu mewah namun tampak mengagumkan. Pria itu menoleh ke samping ke arah istrinya dan melihat istrinya tertidur lelap di kursinya. Ada perasaan bersalah menelusup ke relung hatinya, tidak seharusnya dia membentak Laura.
Jika saat ini dia sedang marah dengan semua wanita, tidak menjadi alasan bagi Dave untuk melampiaskan kemarahannya kepada Laura yang tidak tahu apa-apa tentang dirinya.
Tadinya Dave ingin membangunkan Laura, tetapi saat menatap wajah lelah dan polos wanita itu, Dave tidak tega melakukannya. Dengan perlahan, dia membawa istrinya ke dalam gendongan, kemudian meletakkannya ke ranjang di kamar yang dipersiapkan menjadi kamar mereka, menyelimuti Laura dengan selimut tebal karena udara di sana cukup dingin.
Dave masuk ke kamar mandi untuk mencuci muka. Tiba-tiba dia merasa bersalah telah melakukan pernikahan ini. Pernikahan bukanlah sebuah permainan yang bisa dengan mudah ditinggalkan setelah dirinya bosan.
Laura juga bukan barang yang bisa dibeli kemudian dilemparkan ke tempat sampah. Dia juga manusia seperti dirinya, yang mempunyai perasaan. Entah, hal gila apa yang mempengaruhinya untuk melakukan pernikahan ini.
Selesai membersihkan dirinya, dia meninggalkan Laura sendiri di ranjang memilih keluar dari kamar dan menyelesaikan pekerjaan yang hari ini sempat tertunda karena pernikahannya.
*
Tidur Laura sangat nyenyak, tetapi udara dingin mengganggunya. Dia mencari sesuatu yang bisa menghangatkannya. Antara mimpi atau nyata, Laura membuka mata dan melihat seorang pria yang sangat tampan sedang tertidur pulas di sampingnya.
Laura tidak begitu jelas mengingat wajah pria tersebut, yang dia rasakan hanyalah kehangatan dan rasa nyaman.
Rasa tersebut membuatnya mendekatkan tubuhnya dan memeluk suaminya, menyembunyikan wajah di dada bidan dan liat. Mengira sedang bermimpi indah, dia pun memanfaatkannya dengan baik. Di dalam tidur, Laura tersenyum dengan perasaan hangat yang tidak bisa dijelaskan.
Keesokan paginya Dave sangat kaget dengan posisi tidurnya. Laura memeluknya erat, begitu juga dirinya yang memeluk istrinya begitu posesif. Seumur hidup, dia belum pernah terbangun dengan seorang wanita di pelukannya, apalagi dengan posisi yang begitu intim seperti sekarang ini.
Walaupun dia pernah bercinta dengan seorang wanita, dia akan meninggalkannya begitu mereka selesai. Pantang baginya untuk tidur dengan wanita sampai pagi.
Perlahan Dave melepaskan pelukan dari istrinya dan seketika udara dingin meranyap menyapu tubuh. Ada rasa kecewa ketika harus menjauh dari Laura, tetapi dia tidak mau wanita itu terbangun dan melihat wajahnya.
Dave segara turun dari ranjang dan kembali meninggalkan istrinya sendirian.
Tidak lama kemudian Laura terbangun karena kehangatan yang hilang. Dia menarik selimut tebal dan terduduk, mengumpulkan semua ingatannya semalam. Rasa kesal kembali mengusik hatinya saat teringat perlakuan Dave yang meninggalkannya, tetapi rasa kesal itu berubah menjadi rasa kagum saat matanya menelusuri setiap sudut kamar.
Laura mengira akan melihat kamar yang tidak kalah mewah dengan hotel tempatnya menginap karena menikahi seorang pria kaya, yang asistennya saja mampu menyewakan dia kamar yang sangat mahal.
Namun ternyata dia bangun di kamar yang selalu diimpikan dari kecil yaitu sebuah rumah kayu yang mengagumkan.
Pagi ini impian masa kecilnya menjadi kenyataan. Dia terbangun di dalam rumah dengan bangunan kayu yang sangat cantik dan unik, aroma woody memanjakan indra penciuman. Dia merasa penasaran, kayu apa yang digunakan untuk membangun rumah ini karena aromanya sangat manis dan segar, membuat dirinya merasa tenang.
Kehangatan menyelimuti kamar karena bukan dinding beton dingin yang mengelilinginya.
Laura turun dari ranjang dengan menutup tubuhnya menggunakan selimut, dia menjejakkan kaki di lantai kayu. Meski rumah ini sangat hangat, tetapi udara dingin tetap saja dirasakan. Hal itu membuatnya penasaran, sebenarnya sedang berada di mana dirinya sekarang?
Perlahan dia berjalan mendekati jendela dan membuka tirai. Pekik kaget menjadi respon dari apa yang dilihat. Sambil menutup mulut dengan kedua tangan karena keterkejutannya, dia menatap ke luar jendela tetapi tidak bisa melihat apa pun. Semua tampak putih dan menghalangi jarak pandangnya, kabut tebal menutupi apapun yang ada di sana.
Sebenarnya di mana dirinya berada? Apakah rumah ini berada di atas langit? batinnya.
Laura kemudian membuka pintu kamar, matanya masih saja tercengang dengan pemandangan di depannya. Rumah ini tampak elegan meskipun tidak besar. Tatanannya menonjolkan kesan misterius dan berkarakter.
Hal tersebut membuatnya ingin menangis kagum dan tidak percaya, menyadari kenyataan jika ini adalah rumahnya sekarang. Beberapa kali dia mencubit lengannya, berharap ini bukan sekedar mimpi.
Masih dengan rasa kagum, Laura berjalan berkeliling di rumah tersebut. Selain untuk melihat setiap ruangan, dia juga mencari keberadaan suaminya.
“Suami?” Ada desiran aneh saat menyebut Dave sebagai suaminya. “Dasar pria menyebalkan!” umpatnya kemudian.
“Perkataanmu sudah keterlaluan Bryan,” tegur Fania pada suaminya saat mereka sudah berada di rumah.“Keterlaluan dari mana? Memang itu kenyataannya. Athena memamerkan tubuhnya pada semua orang. Siapapun yang melihatnya, pasti menginginkannya,” bantah Bryan.“Dan kamu cemburu!”“Apa?” ujar Bryan mendengus kasar.Seperti biasa Fania langsung duduk di pangkuan Bryan dan melilit rambutnya untuk menggoda suaminya meski tahu jika suaminya tersebut tidak mungkin tergoda.“Sikapmu tadi sangat kelihatan jika kamu sedang cemburu. Aku merasa biasa-biasa saja dengan foto Athena, tapi kamu tidak. Bahkan aku yakin yang kamu sebut para pria yang akan memikirkan yang tidak-tidak tentang Athena, sebenarnya adalah tentang dirimu sendiri bukan? Apa yang sebenarnya kamu pikirkan bersama Athena?” selidik Athena.“Perkataanmu sudah tidak masuk akal Fania,” kata Bryan menyembunyikan kebenarannya.“Benarkah kamu hanya bisa bergairah dengan Athena? Bagaimana jika kita melakukan eksperimen.”“Tentang apa itu?”
Lumatan bibir Bryan semakin intens mengeksplor bibir Athena. Tubuh mereka saling mendekap, seperti potongan puzzle yang bertemu dan sangat pas. Tanpa sadar tangan Bryan menjelajahi kulit Athena yang terbuka.Desahan nafas mereka terdengar di sela cecapan bibir keduanya. Tiba-tiba seperti lampu yang menyala, kesadaran diri Bryan kembali. Seketika dia melepaskan dekapannya dan menjauh dari Athena, lalu mengumpat keras.“Shiiiitt!” umpat Bryan.Mata mereka saling menatap dengan nafas masih terengah. “Apa yang kita lakukan barusan adalah kesalahan besar,” kata Bryan, lalu berenang menjauh meninggalkan Athena.Athena yang ditinggalkan begitu saja, hanya bisa menangis terisak di kolam renang sendirian.Paginya Bryan tidak terlihat di meja makan untuk sarapan bersama keluarga Pierre, hanya Fania yang duduk di sana. Mata Athena mencari keberadaan pria itu, tapi tidak menemukannya. Dia tidak berani untuk menanyakannya pada Fania takut membuat Fania dan keluarganya curiga.Beruntung Fernando me
“Pagiiii semua ...!” sapa seorang wanita mengagetkan semua anggota keluarga Pierre.“ATHENAAAA!” teriak Joselie terkejut begitu pula dengan anggota keluarga yang lain menyambut kedatangan Athena, tidak terkecuali Bryan bahkan mata pria itu sampai tidak berkedip menatap Athena mendekati meja makan mereka.Wajah Athena tampak berbeda dari terakhir kali Bryan melihatnya. Wajah itu berbeda dengan wajah yang selama ini beredar di internet yang selalu menggunakan makeup yang tebal. Saat ini wajah Athena tampak natural dan rona merah muda di pipi. Wajahnya berkali-kali lipat lebih cantik dari yang terlihat di internet.“Kendalikan dirimu, air liurmu sebentar lagi keluar karena menatap Athena,” bisik Fania sambil menggenggam tangan Bryan.Bryan yang mendengar perkataan istrinya menjadi salah tingkah dan langsung menutup mulutnya lalu mengalihkan tatapan dari Athena. Sedangkan Fania terkikik melihat sikap Bryan yang salah tingkah.Joselie langsung beranjak dari kursi dan memeluk Athena menyamb
Setelah acara makan malam selesai, Bryan berpamitan untuk pulang ke rumahnya dengan alasan tidak enak badan. Setelah dia menikah dengan Fania, Bryan dan Fania memang memilih untuk tinggal terpisah dengan keluarga Pierre. Hal ini mereka lakukan untuk mengantisipasi agar keluarga Pierre tidak mengetahui keadaan Fania yang sebenarnya.Mereka tinggal di rumah sayap yang berada tidak jauh dari rumah utama. Tomshon dan Susan tidak keberatan dengan hal tersebut. Mereka tahu jika tidak baik mencampuri urusan keluarga putranya sehingga menghormati keputusan Bryan untuk tinggal berdua bersama istrinya.“Ada apa denganmu Bryan? Apakah kamu sedang cemburu?” tanya Fania.“Cemburu dengan siapa? Aku tidak sedang cemburu,” bantah Bryan.Fania duduk di atas pangkuan Bryan dan pria itu membiarkannya. Fania sering melakukannya jika sedang menggoda Bryan. “Kamu sedang cemburu dengan Dave, dengan hubungan yang sedang terjalin di antara Athena dengan Dave.”“Tentu saja tidak, aku bahagia jika akhirnya Athe
Athena seperti mau pingsan mendengarnya. Pantas saja, dia semakin susah mencari pria tampan untuk bisa dijadikan kekasih, ternyata para pria tampan tersebut sudah memiliki kekasih dengan sesama pria tampan juga.“Jadi aku tidak mungkin mencermarkanmu, tidak mungkin melecehkanmu bahkan aku tidak akan mengeras hanya karena berpose denganmu. Semoga ini bisa membuatmu lebih baik lagi dalam pemotretan besok,” kata Dave begitu santai.Athena yang masih syok hanya mengangguk tanpa tahu pasti apa arti perkataan pria itu. Bahkan saat ini, mata Athena masih setia menatap Shoun. Shoun tersenyum sangat manis padanya. Seandainya dia bukan kekasih Dave, dia pasti bisa membuat wanita mana pun menghangat rahimnya mendapat senyuman itu.“Apakah kamu mau minum?” tanya Dave.Athena kembali mengangguk tanpa menatap Dave. Dave tertawa sambil mengacak rambut Athena. Saat itulah hati Athena menghangat, sesuatu terjalin di antara mereka, sebuah pertemanan tumbuh dengan tulus.Malam itu, Dave dan Shoun menema
Tepat di hari pernikahan Bryan, Athena mengambil jadwal pemotretan. Beberapa kali dia harus mengulang sesi yang dijalani karena ekspresi wajahnya tidak pernah sesuai dengan yang diharapkan.Bahkan Athena harus menerima bentakan dari kru karena memperlambat pekerjaan mereka. Saat waktu istirahat tiba, Athena mengunci diri di kamar mandi dan menangis sepuasnya di sana. Dia tahu hari ini status Bryan sudah berubah. Dia tidak akan mampu meraihnya kembali.Saat keluar dari kamar mandi, Athena tidak begitu fokus dengan langkahnya. Kepalanya tertunduk, menyembunyikan matanya yang sembab. Dia harus segera ke ruang make up untuk menutupi mata sembabnya. Tiba-tiba ...Bruuukkkk ...Tubuh Athena menabrak seseorang, keseimbangannya berkurang, dia pun bersiap untuk jatuh. Dengan sigap sebuah tangan terulur dan menahan tubuhnya, membuatnya tidak jatuh ke lantai tetapi jatuh ke pelukan orang tersebut.Saat Athena menengadahkan kepala, wajah tampan sedang menatapnya pula. “Halo cantik, hati-hati jika