Home / Rumah Tangga / Pengkhianatanmu Awal Kebahagiaanku / Part 2. Bathin Bertanya-tanya

Share

Part 2. Bathin Bertanya-tanya

last update Last Updated: 2023-05-19 16:13:27

#pengkhianatanmu_awal_kebahagiaanku

Charter II

***

"Astagfirullah Mas, ini anakmu, Rinjani anakmu." rintih Ibu.

"Aku tak percaya omong kosong kau Ratih, bisa saja kau membohongiku lagi." serang Ayah.

Ayah, jangan Ayah jangan. Jangan pukuli Ibu.. Ibuuuuu...

Kriing... Kriing... Kriing...

Jam weker berbunyi dengan sangat keras. Aku terjaga. Astagfirullah, lagi dan lagi aku bermimpi. Mimpi yang pernah nyata sebelumnya.

Setelah menunaikan kewajiban Sholat Subuh, ku ambil gawai di atas nakas, menghabiskan waktu menunggu pagi menjelang. Banyak icon aplikasiku yang berwarna merah, tetapi mata ku tertuju pada icon amplop surat ada angka tiga berwarna merah, pertanda ada tiga pesan masuk. Ini sungguh hal yang tak biasa.

[Hai Rinjani, selamat ya atas status jandamu. Saya bahagia melihat kau menderita]

[Loh, kok pesanku tak dibalas? Hmm, pasti lagi nangis darah ya?]

[Hancurkan kau sekarang, Rinjani Haseena Putri! Hahahaha]

Nomor yang tidak dikenal? Siapa lagi ini? Kenapa dia tahu kondisi rumah tanggaku? Kenapa dia tahu nama lengkapku? Atau jangan-jangan.....

"Aaarrggghhh." ku lempar gawai dalam genggaman ke atas kasur.

Emosi ku meledak, belum selesai masalah semalam, sekarang diteror dari nomor yang tidak dikenal. Ragaku semakin tak bernyawa rasanya. Kalau tidak ada meeting hari ini dengan klien penting, mungkin aku sudah mengambil cuti untuk tidak masuk kantor.

***

Melaju dengan kecepatan santai, mood ku masih berantakan. Tak ada semangat pergi kerja pagi ini. Kampung tengah pun belum ku isi dengan apapun.

Tak mungkin kubiarkan tubuh ini lebih tersiksa lagi, untung masih ada beberapa kewarasan otakku. Kedai Lontong Gulai Padang Uni Yenna menjadi pilihan. Sambil menunggu pesanan, mataku membeliak melihat sosok lelaki yang telah menalakku semalam sedang berduaan di kafe seberang jalan dengan seorang perempuan

Posisi duduknya yang mengarah ke jalanan, kupastikan tidak salah orang. Terlihat dia tertawa kecil. Sepertinya dia menggenggam tangan wanita itu. Lalu siapa perempuan yang sedang bersama mantan suamiku itu? Iya, sekarang dia sudah menjadi mantan suami walaupun secara negara masih sah berstatus suami istri.

"Oooooo, jadi ini alasan kamu, Mas! Haa!" hardikku

Dengan sigap dia melepaskan tangan yang tadinya saling bertaut. "Diam kau. Tak usah banyak bicara di sini. Lebih baik kau pergi!" bentaknya.

"Ih mba siapa? Nongol-nongol langsung marah-marah." perempuan ini ikut menyela.

"Lu jangan ikut campur!" Harusnya gue yang nanya lu siapa!" hardikku.

Mas Reno seketika berdiri tepat di depanku, tangan kanannya yang melayang hampir mengenai mukaku. Aku berlari ke mobil dan melaju dengan kecepatan tidak stabil. Emosiku semakin tidak terkontrol.

***

"Halo, iya Pak, baik Pak."

Ya ampun apalagi ini, belum juga duduk lima menit Pak Harjoko menyuruhku ke ruangannya. Dia adalah pimpinan di perusahaan tempat aku bekerja.

"Bapak memanggil saya?" tanyaku.

"Iya, silakan duduk!" perintahnya.

"Hmm, ada apa ya Pak?" lirihku

"Kamu masih bertanya ada apa? Presentasi murahan apa tadi? Jangan bikin malu saya di depan klien, Rinjani!" bentaknya.

"Maaf, Pak. Saya tidak ada maksud seperti itu. Hanya saja saya kurang enak badan." aku berusaha membela diri.

"Sebagai hukumannya hari ini kamu harus lembur, saya tidak mau tau proposal proyek untuk sebulan ke depan harus beres hari ini juga!" bentaknya.

Ta-tapi, Pak..."

"Tidak ada tapi-tapian. Saya rasa urusan kita sudah selesai, kamu silakan keluar dari ruangan saya!" perintahnya.

Kuhempaskan pantat ini di kursi kerja. Persoalan hari ini benar-benar menguras tenagaku. Oh Tuhan, kenapa beruntun seperti ini.

Ting...

Gawaiku berbunyi, lagi dan lagi pesan dari nomor yang tidak dikenal.

[Rinjani, bagaimana kabar kamu hari ini? Saya bahagia melihat kau menderita]

Ini siapa lagi? Apa ini orang yang sama? Apa maksud dan tujuannya?

Kalau saja gue lagi tidak banyak di kantor, akan gue selidiki kau (nomor yang tidak dikenal).

***

"Rinata, kamu ke ruangan saya sekarang!" pintaku.

Tak lama terdengar ada yang mengetuk pintu ruangan ku. Ternyata Rinata, dia sekretaris pribadiku

"Ada apa yaa Ibu memanggil saya?" tanyanya sambil melihat ke bawah.

"Kenapa kamu tak melihatku, Rinata? Sikapmu aneh, seperti ada sesuatu yang sedang disembunyikan." Aku balik bertanya.

"Eh, tidak ada apa-apa, Bu. Ada apa Ibu memanggil saya?" tanyanya lagi.

"Tolong kamu bawakan proposal proyek khusus bulan ini."

"Baik, Bu."

Tanpa banyak bicara Rinata langsung meninggalkan ruanganku. Sangat aneh dan tak biasanya bertingkah seperti itu. Atau dia sedang ada masalah?

Ah, sudahlah. Ngapain mikirin dia, masalah ku saja belum selesai.

Sebelah kanan layar komputer ku ada foto berhiasi figura pink, ada fotoku dan Ibu terpampang di sana. Oh Ibu betapa sekarang ku sangat ingin di dekatmu. Berkeluh kesah masalah yang tengah di hadapi.

Sudah setengah jam lebih aku menunggu, Renata tak kunjung mengantarkan proposal yang aku minta tadi. Kuputuskan untuk menemuinya, tepat didepan pintu.

"Iya, lu tenang saja semua berjalan sesuai rencana kita. Terus Pak Reno gimana?"

Terdengar samar dia memanggil nama mantan suamiku itu.

"Ri-Rinata." panggilku

Rinata membalikkan badannya ke arahku, dia tercengang melihat aku sudah berdiri di depan pintu ruangannya. Dan dengan tangan gemetar dia meletakan gawainya di atas meja.

"Eh, iya B-bu. Kok I-ibu ke ruangan saya? Tanyanya gagap.

"Proposal yang saya minta tadi mana"? Tanyaku balik sambil menyodorkan tangan.

Spontan dia kocar-kacir mencari berkas yang kuminta seperti menyembunyikan sesuatu.

"I-ini B-bu berkasnya." sambil menyodorkan berkas yang kuminta. Tangannya masih gemetar ketika menyerahkan proposal proyek itu.

"Kamu kenapa, Ri? Apa ada masalah?"

"Hmm, ti-tidak Bu, tidak ada masalah apa-apa." jawabnya ragu

"Oke, baiklah."

Sepanjang perjalanan dari ruangan Rinata ke ruanganku, bathinku bertanya-tanya ada apa dengan dia. Kenapa tadi aku seperti mendengar dia menyebut nama mantan suamiku.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Mael Julius
.........,,dia berlari menemui katanya mantan suami cuma minta ditampar..dah tu pergi lari........ yg bener aj thoorr
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pengkhianatanmu Awal Kebahagiaanku   Mau Miskin ataupun Bahagia, Aku Pilih Jalan Sendiri!

    Bab 12"Kamu beneran sudah gila ya, Lita! Mama pikir kamu bisa berpikir jernih sedikit, mengalah sedikit, apa kamu beneran nggak takut jadi janda dan hidup melarat?" serang Ririn dengan penuh amarah.Dia memang takut miskin karena mengingat hidupnya yang begitu susah dulunya.Lita mengendikkan bahu dengan angkuhnya."Aku memang sudah gila!""Kan berulang kali aku bilang sama mama, kalau aku nggak peduli. Mau hidup miskin ataupun kaya, terserah kedepannya. Aku capek diatur terus-terusan, aku yang lebih tahu kebahagiaan ku sendiri.""Sebelum Mas Ammar yang ceraikan aku, aku yang lebih dulu ceraikan dia, karena aku akan menikah dengan lelaki pilihanku!" erang Lita hilang kendali."Jangan bertindak bodoh kamu! Pikirkan lagi ucapan kamu itu Lita! Laki-laki itu pasti baru kamu kenal, nggak akan ada laki-laki yang nerima perempuan apalagi janda dengan segampang itu. Kamu nggak mikir efeknya nanti gimana?""Sudahlah, Ma. Aku capek berdebat terus dengan mama. Lagian hutang-hutang mama juga ham

  • Pengkhianatanmu Awal Kebahagiaanku   Diberi Nama Argantara

    Bab 11[Mas ... dimana? Aku lagi bete nih! Bisa keluar nggak]Lita mengirim pesan pada seseorang beberapa saat setelah menenggak habis minumannya. Tak perlu sepertinya Lita menunggu, selang satu menit, pesannya pun terbalaskan.Seperti tak kenal waktu, padahal sudah menunjukkan pukul satu dini hari.[Kan tadi abis jalan. Kok masih bete sih?] Balas seseorang yang diberi nama Argantara.[Tau gini mending aku nggak pulang tadi.] Balas Lita cepat.[Terus gimana? Mau keluar lagi?][Iya.][Oke. Aku otewe]Sembari menunggu jemputan dari lelaki yang baru dikenalnya selama seminggu ini, Lita menunggu lantai dua untuk mengambil tasnya. Dia berjalan mengendap-endap supaya langkah kakinya tak terdengar oleh Ririn sang mama.Dengan pelan dia menekan handle pintu dan membukanya sedikit saja. Tampak Ririn sudah tidur dengan posisi terlentang. Tak ingin ketahuan, Lita buru-buru menyambar tas yang ada di nakas.[Dimana? Aku udah siapa]Pesan yang dikirim Lita cukup lama dibalas, hingga ... terdengar b

  • Pengkhianatanmu Awal Kebahagiaanku   Arumi Dibawa Pergi

    Bab 10"Nggak cuma tanya apa ada yang mau nitip makanan, gue jawab aja langsung enggak.""Ooh ...." Lita sama sekali tak curiga dengan gerak-gerik teman kerjanya itu. Dia kembali berkutat pada ponselnya.[Ta, mama telponin daritadi nggak diangkat-angkat][Mama mau ngasih tau, mertua sama Arumi dan baby sitter kamu keluar dari rumah][Mama sempat nanya, tapi mertua kamu diam aja. Coba deh kamu telpon mertua kamu?]"Mama lebay banget deh ah. Perkara mereka keluar rumah aja pake lapor. Nggak ada apa hal yang lebih penting," ngomel Lita seraya membuka aplikasi lainnya."Masalah lagi?" tanya Dea."Ya biasalah, nyokap gue orang paling lebay. Masa iya, mertua, anak, dan baby sitter keluar rumah pake ngelapor segala ke gue. Kan nggak penting banget ya," jelas Lita dengan suara sedikit tinggi."Yaelah. Gitu aja lu sensi amat. Wajar aja lah emak lu lapor, kan mertua lu bawa anak lu keluar rumah, emangnya lu nggak mikir gimana gitu, khawatir paling tidak," sahut Dea seraya menyunggingkan sedikit

  • Pengkhianatanmu Awal Kebahagiaanku   Sepucuk Amplop Putih

    Bab 9"Lita ... Lita ..., bangun kamu! Heh!" Ririn mengguncang tubuh anaknya yang baru saja terlelap."Dasar kebo ya kamu, ditinggal sebentar ke bawah, langsung molor," sengit Ririn."Apa sih, Ma. Orang ngantuk juga." Lita menyentak tubuhnya. Tangan Ririn terlepas."Ammar mau menceraikan kamu!" ucap Ririn tanpa basa-basi."Hah?" Lita terduduk, dengan wajah masih berpoles make up dan rambut acak-acakan. "Jangan bercanda, Ma!" ucapnya tak percaya."Serius, tadi Ammar bilang, kalau kamu tidak berubah, bisa jadi kalian akan bercerai."Seolah seperti orang baru sadar, Lita mengibas angin tepat di depan wajah Ririn."Halah, paling juga ancaman belaka, Ma. Mana mungkin dia akan menceraikan aku. Lagian nih, pasti auto malu lah, dia kan tahu gimana rasanya punya orang tua nggak lengkap. Aku yakin, dia tidak akan melakukan hal itu, kalau dia sayang Arumi, aku yakin dia tidak akan memberikan Arumi orang tua yang tidak lengkap." Begitu percaya dirinya Lita berucap."Jika benar itu terjadi bagaima

  • Pengkhianatanmu Awal Kebahagiaanku   Apa Hanya Sekedar Ancaman?

    Bab 8"Buka mata kamu, Mmar. Apa iya pantas istrimu bicara seperti itu sama bunda?"Viola tak tinggal diam, terasa dipojokkan oleh Lita."Neng Viola harusnya juga buka mata, jangan karena nila setitik rusak susu sebelanga, jangan karena Lita ingin istirahat sebentar, Neng Viola jadikan itu Boomerang," balas Ririn tegas."Kenapa kamu diam, Mmar?""Lihat istrimu Lita, bersimpuh meminta pengertianmu, dia rela meminta maaf atas apa yang sebenarnya tidak dia lakukan secara sengaja. Andai bundamu bisa mengontrol diri, tak akan runyam seperti ini," tambah Ririn.Ammar menundukkan kepalanya, melihat sekejap istrinya yang masih bersimpuh dan tak hentinya menangis. Isakkan tangis Lita pun terdengar semakin keras."Bund, kita turun saja dulu!" ajak Ammar memecahkan keheningan yang tercipta beberapa detik."Yuk, mending kita istirahat," sahut Viola dia menyunggingkan ujung bibirnya pada Ririn."Mas ... Mas ... Please, jangan begitu. Aku sedikitpun tidak ada niat mengutarakan ucapan seperti tadi s

  • Pengkhianatanmu Awal Kebahagiaanku   Debat-debat Apaan Itu di Lantai 2

    Bab 7"Eh, Bunda. Duduk sini, Bund. Mau ngomong apaan? Serius nih keliatannya," ucap Ammar seraya menurunkan kedua kakinya yang tadinya berada di kursi kosong."Kamu nggak tidur?" tanya Viola memulai pembicaraan, seraya menduduki kursi yang ada di sebelah kanan."Nanti lah, Bund. Bunda kenapa nggak tidur? Udah malam lho, Bund. Apalagi tadi sibuk ngurusin acara Arumi.""Iyaa, bentar lagi bunda tidurnya." Viola menyisir pandangannya, termasuk ke pintu utama yang terbuka dengan lebar."Bunda lagi liatin apa? Katanya tadi mau bicara, bicara apa, Bund?" tanya Ammar mulai penasaran apalagi melihat gelagat bahasa tubuh ibunya yang agak lain."Tadi bunda liat Lita naik ke lantai dua bawa beberapa baju. Emangnya dia mau tidur di atas lagi, Mmar?""Oh itu, iya, Bund. Malam ini dia mau istirahat di kamar lantai atas.""Istirahat gimana? Kalian kan punya kamar? Kenapa pisah kamar lagi kayak kemarin?""Hmm ... cuma malam ini aja kok, Bund. Lita kecapekan kalau tidur di kamar aku, bakalan keganggu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status