Naya menengadah tangannya untuk menerima Ilyas yang sekarang membuka penitinya.
"Banyak sekali!" gumam Ilyas. "Entah, yang masang mua nya." jawab Naya. Ilyas tidak bicara lagi dia hanya diam saja sambil mencabuti peniti. "Bolehkah aku membawa putri aku datang ke sini?" tanya Naya. "Di mana anak mu?" tanya Ilyas. "Di kampung, kira kira dua sampai tiga jam untuk datang kemari." jawab Naya. "Bawa saja." ucap Ilyas. "Ya, besok aku akan meminta bibi untuk datang kemari membawa Zoya." sahut Naya. "Bibi?" tanya Ilyas. "Ya bibinya suami aku." ucap Naya namun dia baru ingat kalau dia adalah istri Ilyas bukan istri laki laki yang dahulu meninggalkan dia dan Zoya. "Maksudnya, Bibinya mantan suami aku." ucap Naya lagi. Ilyas tidak bicara lagi, dia belum bisa menerima kehadiran Naya, semua perbuatan dia pada Naya itu adalah sebuah perintah dari Alya. "Sudah?" sahut Ilyas. "Terima kasih mas." ucap Naya. "Sama sama." ucap Ilyas. Naya membuka kerudungnya setelah Ilyas pergi dari sana, Naya membuka gaun pengantin yang saat ini dia pakai, harapan Naya selama ini telah hancur sudah dengan pernikahan yang saat ini sudah dia lakukan. Dahulu Naya berharap kalau setelah dia bercerai dari suaminya dahulu maka dia tidak akan menikah lagi, dia ingin fokus pada Zoya dan pekerjaan dia. Tapi sayang harapannya sekarang sudah musnah dengan pernikahan turun ranjang yang dia lakukan dengan suami sahabatnya itu. Naya mengganti pakaiannya dengan celana kulot hitam dan kemeja blezer yang di dalamnya dia memakai singlet hitam. Kerudung tak pernah lepas dari kepala Naya, walau pun Naya bukan orang alim tapi dia tidak percaya diri jika tidak memakai kerudung. Naya keluar dari toilet dan ternyata ada Ilyas di sana yang tengah menatap dirinya di cermin. "Mas, mau ganti pakaian?" tanya Naya. "Tidak, aku akan di sini sebentar, keluarlah aku mau sendiri." titah Ilyas. "Baik Mas." ucap Naya. Naya keluar dia di tatap oleh Mijan yang tak lain adalah Ayah Ilyas. "Naya." sahut Mijan meminta Naya mendekat. "Ya Ayah?" tanya Naya. "Ini ada hadiah dari mendiang ibunya Ilyas, katanya dia berpesan agar memberikan ini pada wanita yang menikah dengan Ilyas." ucap Mijan. "Tapi yang menikah dengan mas Ilyas kan Alya." ucap Naya. Mijan menatap pada Alya yang saat ini tersenyum pada Naya. "Aku juga dapat." sahut Alya mengacungkan kalung yang sama yang saat ini Mijan berikan pada Naya. "Tidak perlu Ayah, istri sah hanya ada satu kan!" ucap Naya. "Di dalam Al Qur'an sudah di jelaskan kalau seorang laki laki bisa memiliki empat istri, ambil lah ini tolong jaga Ilyas, kalian bisa kan menjaga Ilyas bersama sama?" ucap Mijan. "Ya bisa Ayah." sahut Alya. Naya menerima kalung emas dari Mijan. "Terimakasih Ayah." ucap Naya. "Ya, baiklah aku akan pergi dulu, Alya jaga dirimu nak." sahut Mijan. "Ya ayah." sahut Alya. Namun Naya bangkit dia langsung menyodorkan tangannya pada Mijan, Mijan yang paham pun langsung menyodorkan tangannya untuk di Salami oleh Naya. "Hati hati di jalan Ayah." ucap Naya. "Ya." ucap Mijan. Ilyas mengantar kan ayahnya itu sampai ke basemen Rumah sakit. Naya menatap pada Lia yang tak lain adalah ibunya Alya. "Mah." sapa Naya mencoba memecahkan keheningan itu. "Kamu pasti tersiksa kan?" tanya Lia. Naya tidak berani menjawab pertanyaan itu, dia hanya menunduk saja mencoba untuk tidak membuat orang yang ada di sana terluka. "Naya tolong jaga Alya ya, Mamah gak akan sering datang kemari jadi tolong jaga Alya, jangan sakiti dia." ucap Lia. "Ya mah, gak mungkin aku sakiti Alya." ucap Naya. Lia tersenyum dan mengusap kepala Naya yang di balut dengan hijab. Lia menatap pada Ilyas yang baru saja datang ke sana, dia langsung memegang pundak Ilyas. "Nak apa pun yang terjadi jangan pernah tinggalkan Alya, jangan buat dia terluka hanya itu yang aku inginkan, walau bagaimanapun aku yakin Alya sakit melihat hal ini." ucap Lia. "Ya Mah." ucap Ilyas. "Baiklah mamah akan pulang sekarang." ucap Lia. "Hati hati di jalan mah." sahut Naya. ** Malam harinya, Alya sudah tertidur karena sahabatnya itu sudah tertidur akhirnya Naya juga bisa istirahat. Beberapa saat Alya merasakan kesakitan pada dadanya hingga hal itu membuat Naya panik. Namun saat ini Alya tengah tertidur mungkin rasa sakitnya hilang. Ilyas menatap pada kedua istrinya yang sudah tertidur. Alya berbaring di atas ranjang yang empuk karena kamar yang dia pilih adalah kamar VVIP, sedangkan Naya hanya berbaring di sofa yang cukup keras dan sempit. Ilyas mengambil selimut yang biasa dia pakai, dia langsung menyelimuti Naya dengan selimut yang lumayan tebal itu. Naya merasakan pergerakan Ilyas dia langsung menatap pada Ilyas. "Mas ada apa?" tanya Naya. "Kamu kedinginan." jawab Ilyas. "Oh, terima kasih." ucap Naya. "Aku akan buat AC nya hangat." ucap Ilyas. "Ya mas, kasihan Alya kedinginan." ucap Naya. Naya menatap pada Alya yang masih berbaring di sana, Alya berbaring dengan menyamping ke kanan, wajahnya dia sengaja tutupi dengan selimut yang dia pakai. "Alya pasti kesakitan." ucap Naya. "Tidurlah jangan pedulikan Alya dia juga sudah tidur sekarang." ucap Ilyas. "Oh ya mas kalau keluar tolong belikan lengkeng, Alya sangat suka pada lengkeng, dulu aku sering membawakan dia lengkeng, sampai sampai aku harus naik ke pohon untuk mencari lengkeng yang matang." ucap Naya. "Alya tidak suka lengkeng!" sahut Ilyas. "Kenapa begitu?" tanya Naya. "Dia sempat cerita pada ku, kalau dia tidak suka lengkeng hanya saja karena kamu yang bawakan dia memakannya." sahut Ilyas. Naya merasa tersinggung apa lagi selama ini, Naya selalu membawakan lengkeng dan Alya memakannya hingga habis, bahkan Alya juga sering minta lagi karena saking sukanya. "Tidurlah, jangan harap aku mau menyentuh kamu, aku tidak akan mungkin menyentuh kamu di hadapan Alya." ucap Ilyas. "Maaf mas tapi aku tidak berpikir sampai sejauh itu." ucap Naya kesal pada ucapan Ilyas. "Besok aku akan carikan kamu apartemen, kamu tiap malam tidur di sana saja, aku akan sesekali datang ke sana jika Alya ada yang menemani." ucap Ilyas. "Baiklah." ucap Naya. "Cepat tidur aku tidak mau kamu sakit!" titah Ilyas. Sebagai seorang suami yang sudah tinggal lama bersama dengan Alya, tentu saja Ilyas tau kalau saat ini Alya belum tertidur. Hingga Ilyas bicara hal itu untuk membuat Alya cemburu pada kedekatan dia dan Naya, Ilyas marah? tentu saja, Ilyas adalah orang yang sangat sayang pada Alya tapi sayang istri itu malah meminta dia menikah dengan wanita yang bahkan bukan selera Ilyas. Hanya satu cara bagi Ilyas untuk membuat istrinya itu bahagia dengan permintaannya sendiri, yaitu bersikap baik di hadapan Naya yang sekarang jadi istri keduanya. "Aku tau mas kamu melakukan ini untuk membuat Alya cemburu, Ya Alloh tolong kuatkan Alya." Naya membatin sambil menatap pada Alya yang terlihat tubuhnya gemetar seperti tengah menangis dalam diam. Dan benar saja tebakan Naya, Alya tengah menangis dia tidak tau akan terasa sesakit itu melihat suaminya menikah lagi. Apa lagi hal itu juga karena keinginan dia yang memaksa keduanya untuk menikah. "Rasanya sakit sekali!" Alya membatin.Malam harinya, Alya menatap pada suaminya yang saat ini sudah tertidur pulas di atas ranjang kamarnya, malam ini Ilyas menginap disini karena giliran Alya yang bersama dengan Ilyas.Tatapan mata Alya tak henti-hentinya menatap pada mata Ilyas yang terpejam, Alya bangun dengan perlahan dan berusaha keluar dari kamar dengan mengendap-endap."Rasakan akibatnya karena tadi kau memfitnah aku," geram Alya yang langsung mengambil kunci mobilnya.Alya pergi dari sana menuju ke apartemen Naya, ada sesuatu yang ingin dia lakukan di sana. Alya ingin memberikan pelajaran pada Naya karena sudah berani memfitnahnya, bahkan Alya juga seperti tidak mengharapkan anak itu lagi. Padahal Alya sangat butuh anak itu untuk mendapatkan warisan dari orang tuanya.Alya memarkirkan mobilnya di basemen apartemen yang saat ini terlihat sepi padahal biasanya rame walaupun malam hari, Alya mengambil ponselnya yang sejak tadi ada di atas dashboard mobil.{Lakukan sekarang,} pesan dari Alya.Alya menunggu di sana sam
"Astaga!" gumam Rani.Ilyas panik dia langsung mendekat ke arah Rani, dengan cepat dia langsung mengambil sepucuk surat itu dan langsung membacanya.Ilyas juga tak kalah panik dari Rani, dia langsung menatap pada Naya yang masih bertanya-tanya dengan isi dari secarik kertas yang ditinggalkan oleh laki-laki itu."Ada apa, Mas?" tanya Naya menatap pada Ilyas dan Rani secara bergantian dan sayangnya tak ada jawaban yang bisa dia dapatkan dari keduanya.Naya langsung merebut paksa kertas itu dari tangan Ilyas.(ANAK KAMU AKAN MENINGGAL)Itulah isi dari secarik surat itu, ingin sekali rasanya Naya marah pada orang itu.Seorang ibu mana yang akan rela kalau anaknya mendapatkan ancaman yang begitu kejam dari orang yang bahkan tak dia kenal.Naya meremas sepucuk surat yang masih ada di tangannya itu, "Aku tau siapa yang mengirim surat ini." ucap Naya yang membuat Rani dan Ilyas langsung menatap padanya.**Brakk!Suara pintu didobrak paksa terdengar sangat keras ditelinga yang punya rumah, Al
Prak Gelas pecah terdengar memekik di telinga Alya, dengan langkah yang malas dia langsung berjalan ke arah lantai bawah, sejak tadi Ibunya ada di sana tapi sekarang Lia sudah pulang dari kediaman Alya. Alya masih tak percaya kalau Ilyas masih belum pulang juga, rasanya dia sangat ingin menyusul Ilyas ke apartemen Naya. Tapi sayangnya Alya gengsi karena dengan seperti itu dia terlihat mengemis perhatian pada Ilyas. Alya membelalakkan matanya saat melihat sebuah gelas pecah dan pecahannya berserakan di lantai, bukan itu saja. Dia juga menemukan sebuah surat yang tergeletak di lantai. "Surat lagi?" gumam Alya bertanya-tanya. Alya membuka surat itu dengan perlahan dan benar tulisan itu hampir sama dengan tulisan tempo lalu, tapi untuk yang sekarang tulisannya ada yang sedikit berbeda. (KAMU AKAN MATI, KALAU ANAK DALAM KANDUNGAN ANAYAH TETAP HIDUP!) "Apa ini sebuah ancaman? Kenapa padaku? Dan kenapa orang-orang itu tau kalau Naya mengandung? Siapa mereka?" setelah mengucapkan itu
"Apa laki-lakinya bisa diperbesar?" tanya Naya. "Tentu." Mutia menzoom layar yang ada di hadapannya itu, Naya mengerutkan keningnya saat melihat orang itu. "Kamu mengenalinya?" tanya Mutia. Naya menggelengkan kepalanya. "Aku gak kenal, laki-laki ini asing." "Fiks, kamu sekarang sedang di teror oleh orang itu, aku sudah menduga ini semua! Tapi Nay, kamu jangan khawatir karena ada aku yang akan membantu kamu untuk mencari tau orang ini." duga Mutia sambil memegang tangan Naya. "Terima kasih Mutia, kau baik sekali." "Sama-sama, kita kan teman, jadi aku harus membantu saat temanku kesusahan." Naya baru ingat kalau di apartemennya itu ada Ilyas, "Mutia, maafkan aku! Tapi di sini ada Mas Yash." ujar Naya. "Mas Yash?" tanya Mutia heran. Naya keceplosan mengusapkan hal itu pada Mutia, Naya baru ingat kalau Mutia belum tau tentang kehidupannya itu. Naya terlihat panik saat Mutia menatapnya sambil bertanya. "Ya, Mas Yash suaminya Alya, dia datang karena mau bertemu dengan Rani,
Ilyas mengusap kepala Naya dengan lembut, tapi saat Ilyas akan beralih ke pakaian Naya dia langsung terkejut saat mendapati kalau leher Naya seperti ada luka. "Nay, ini kenapa?" tanya Ilyas. Ilyas semakin mendekat pada luka itu, Ilyas rasa kalau luka itu baru saja ada di leher Naya, Ilyas juga memegang luka itu yang seperti ada luka bekas kuku. "Kamu di cekik?" tanya Ilyas menatap Naya penuh tanya. Naya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya, Naya juga memegang tangan Ilyas yang sekarang tengah menelisik seluruh badannya. "Mas, ini itu hanya luka biasa." jawab Naya tenang. "Kamu bohong?" tanya Ilyas. Naya hanya diam saja untuk kali ini dia tidak mungkin bicara kalau Alya yang menyebabkan semuanya. "Mas, aku gak bohong, aku beneran!" ucap Naya. "Apa sakit?" tanya Ilyas. "Tidak." Ilyas memeluk Naya dengan sangat erat, dia ingin sekali meminta maaf pada Naya karena ucapan Ilyas sudah menyakiti hati Naya, untuk sekarang Ilyas juga sadar kalau dia seharusnya menghar
Pirasat Rani tak enak, dia langsung berlari ke arah apartemennya dan ternyata benar Rani mendapati Naya yang terduduk di lantai. "Kak, kakak kenapa?" tanya Rani yang langsung jongkok di hadapan Naya. Naya hanya menatap kearah depan saja tanpa mengedip sekali pun, Rani mulai curiga pada Alya yang baru saja keluar dari apartemennya itu. "Kak, ada apa?" tanya Rani lagi. Naya menatap pada Rani, dia langsung menangis di hadapan Rani yang semakin merasa bingung dengan kondisi Naya saat ini, Rani membawa Naya ke sofa agar Naya bisa lebih nyaman untuk duduk. Rani juga mengambilkan minuman untuk Naya, dia langsung menyodorkan pada Naya. "Kakak tenang dulu, setelah ini ceritakan padaku apa saja yang terjadi." ujar Rani. Naya membuka hijab yang menutupi kepalanya, Rani baru sadar kalau leher Naya terdapat luka lebam sepertinya luka itu baru saja muncul. "Kakak, kenapa? Apa semua ini Alya yang melakukannya?" tanya Rani tak sabaran untuk mendengar jawaban dari Naya. Namun, tak ada respon