Ilyas menatap pada Naya yang saat ini ada di belakangnya.
"Aku akan coba bujuk." sahut Ilyas. "Terima kasih." ucap Naya. Sedangkan di dalam ruangan saat ini Alya bicara tentang niatnya itu pada Lia yang tak lain adalah ibunya. "Bagaimana Mah?" tanya Alya. "Tidak mungkin Alya, dia itu sahabat kamu mungkin dia sudah menganggap kamu saudaranya!" sahut Lia. "Tapi mah, coba mamah pikiran bagaimana perasaan mas Yash saat ini, dia butuh pendamping mah, wanita yang sehat yang bisa buat dia menjadi seorang ayah, bukan wanita seperti aku yang sakit sakitan dan mungkin sebentar lagi aku akan mati." keluh Alya. "Kamu tau Naya itu siapa, kalau dia sayang pada suami mu, dan dia ingin memiliki suami kamu bagaimana?" tanya Lia menatap sinis. "Aku gak perduli pada hal itu mah, hanya saja saat ini yang paling penting adalah mas Yash menikah lagi." putus Alya. "Ck kamu ini, kamu pikir dengan seperti ini Ilyas tidak akan mencampakkan kamu, hah? berpikir logis Alya, kamu sakit sekarang sudah syukur kalau Ilyas mau menerima kamu, kalau Ilyas seperti laki laki di luaran sana mungkin dia akan menikah lagi tanpa sepengetahuan kamu, syukuri hal ini Al." sahut Lia. "Mah, aku mau menikah kan lagi mas Ilyas Karena aku gak bisa punya anak, aku akan meninggal setidaknya sebelum aku meninggal maka aku sudah carikan calon untuk mas Ilyas, ini sana aja kan seperti turun ranjang." ucap Alya. "Tapi Naya gak mau, Al buang keinginan kamu itu!" kesal Lia. "Naya mau mah, walaupun dia sempat menolak." ucap Alya. "Terserah mamah gak akan ikut campur urusan kamu ini, dan mamah harap kamu tidak akan menyesal nantinya." sahut Lia. Ilyas datang ke sana. "Assalamualaikum, Mah kapan datang?" tanya Ilyas yang langsung menyalami tangan Lia mertuanya itu. "Sejak tadi." sahut Lia. "Mas kamu lihat Naya gak?" tanya Alya. "Dia ke counter barusan." jawab Ilyas. "Ke counter ada apa dia?" tanya Alya yang di balas gelengan kepala oleh Ilyas. "Oh ya mas aku sudah bicara pada mamah dan mungkin pernikahan kalian akan sebentar lagi." sahut Alya. "Aku dan Naya sepakat kalau kami tidak akan menikah!" sahut Ilyas. "Kalian berbincang?" tanya Lia. "Tidak hanya saja dari yang aku lihat Naya tidak suka pada permintaan Alya." jawab Ilyas. "Tuh kan Al?" sahut Lia. "Tapi mas kamu mau kan?" sahut Alya. "Jangan memaksa Al aku tidak bisa menikah dengan orang lain saat kamu juga masih sehat?" sahut Ilyas. Alya langsung menangis mendengar hal itu dia merasa sangat kecewa apa lagi dahulu suaminya setuju akan hal itu, dan sekarang suaminya malah menolak mentah mentah permintaan Alya. "Mas, aku juga mau punya anak, dan aku harap saat Naya mengandung nanti aku masih ada aku bisa merasakan kehadiran anak itu." ucap Alya. "Baiklah atur saja, apa pun yang kamu mau!" kesal Ilyas. "Terimakasih mas." sahut Alya. Tokk Tokk Naya masuk ke dalam sana, setelah bicara pada anaknya dia langsung masuk lagi ke sana. "Al, aku belikan ini untuk kamu." sahut Naya membawa buah lengkeng yang ada di super market. "Wah kamu dapat dari mana?" tanya Alya tersenyum saat melihat kalau Naya membawa buah lengkeng yang sangat mereka suka. "Ada di super market, katanya ini buah langka." sahut Naya memberikan buah itu pada Alya. Alya mencicipi buah yang sangat dia suka itu. "Oh ya Nay, pernikahan kalian mungkin sekitar beberapa hari lagi." sahut Alya. Naya terkejut dia menatap pada Ilyas yang tadi bicara padanya kalau dia akan membujuk Alya untuk tidak menikah. "Secepat itu?" tanya Naya. "Ya." ucap Alya. "Kamu siap Naya?" tanya Lia yang saat ini menatap pada Naya, tapi bagaimana mungkin Naya menolak apa lagi ini adalah sebagai balas budi Naya atas jasa yang di lakukan oleh orang tua Alya. ** Acara pernikahan sudah siap di dalam ruangan UGD tempat Alya di rawat, saat ini semua orang tengah sibuk dengan acara itu apa lagi acara itu di adakan di rumah sakit. Naya sudah siap dengan gaun pengantin yang membuat dia terlihat sangat cantik, dengan kerudung putih yang senada dengan gauh pengantin itu. Riasan natural serta bibir yang merah muda membuat Naya semakin cantik, Alya tersenyum menatap pada Naya yang sudah sangat cantik, Ilyas juga sudah siap dengan kemeja putih dan jas berwarna hitam yang sangat cocok dengan perawakan nya. Penghulu juga sudah datang ke sana, acara pun akan segera di mulai, kedua keluarga juga datang ke sana. Ayah dari Ilyas juga datang ke sana, orang tua Alya juga turut hadir di sana. Tak ada yang berani menolak keinginan keinginan Alya itu apa lagi Alya adalah orang yang paling mereka sayangi. Adik Ilyas juga bahkan mendukung hal itu apa lagi Ilyas membutuhkan keturunan. "Saya terima nikah dan kawinnya, Anayah Mardan binti Almarhum bapak Ardan, dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan sepuluh gram emas di bayar tunai." ucap lantang Ilyas mengucapkan ijab qobul yang kedua kalinya. "Bagaimana saksi?" tanya penghulu. "Sahhh." teriak orang orang yang ada di sana. Mereka semua berdoa bersama dengan penghulu yang memimpin doa itu. "Sekarang aku menjadi istri dari suami sahabat aku, pantaskah pernikahan ini di sebut turun ranjang sedangkan sahabat aku masih hidup sekarang!" Naya membatin. Ilyas menyodorkan tangannya pada Naya. Naya paham akan hal itu dia langsung menyalami tangan Ilyas di hadapan semua orang yang ada di sana. "Cium mas." sahut Alya. Ilyas menatap pada istrinya dia tak percaya kalau istrinya itu akan melakukan hal itu. Ilyas mendekat kan wajahnya pada wajah Naya hingga sekarang jarak mereka hanya beberapa centi saja. Cup Ilyas mencium kening Naya tak pernah Naya bayangkan kalau saat ini dia akan bersanding dengan seorang lelaki yang tak lain adalah suami sahabatnya. Acara itu berjalan dengan cepat, penghulu dan saksi sudah pulang dari sana, tinggal keluarga Alya dan Ilyas saja yang belum pulang. "Naya ini sahabat kamu?" tanya Mijan Ayahnya Ilyas. "Ya Ayah, tapi dia lebih dari sahabat dia adalah adik aku." ucap Alya. "Ayah tau ini berat bagi kamu, tapi Ayah yakin kamu melakukan ini karena ada alasannya." ucap Mijan. "Ya Ayah, aku ingin suami dan sahabat aku bahagia." ucap Alya. Naya tak bicara dia hanya diam saja mematung layaknya seorang pencuri yang tengah di adili oleh polisi. Ucapan orang orang itu membuat Naya tersinggung. "Kak Naya, perkenalkan aku Kirani panggil saja aku Rani." ucap adik Ilyas yang baru saja mengenalkan dirinya pada Naya. "Ya, aku Naya." ucap Naya tersenyum. "Mau ganti pakaian aku tau kakak pasti merasa sangat gerah." ucap Rani. "Ya aku permisi." ucap Naya yang langsung masuk ke dalam kamar mandi yang ada di dalam ruangan itu. "Mas bantu Naya!" titah Alya. "Kenapa harus aku?" geram Ilyas yang sejak tadi hanya diam saja. "Biar aku yang bantu dia." sahut Rani. "Tidak Rani, saat ini mas Ilyas juga suami Naya sudah seharusnya mas Ilyas menemani Naya." ucap Alya. Ilyas menghela nafasnya kasar dia langsung masuk ke dalam kamar mandi yang ada di ruangan itu, Ilyas merasa sangat kecewa pada permintaan Alya yang sangat ngada ngada itu. Naya menatap pada orang yang baru saja datang itu, Ilyas bahkan mengunci pintu agar tidak ada yang masuk ke dalam sana. "Kamu tidak mengunci pintu?" tanya Ilyas. "Tidak lagi pula kan aku akan ganti pakaian di toilet nya." sahut Naya menunjuk pada kamat toilet yang ada di sana. "Ada yang bisa aku bantu?" tanya Ilyas dengan raut wajah yang datar. "Ehhm tidak ada." sahut Naya. "Lalu gunanya aku di sini untuk apa?" tanya Ilyas merasa geram pada kenyataan yang terjadi pada kehidupannya itu. "Lagi pula siapa yang meminta dia masuk ke sini." gumam Naya. Ilyas mendekat pada Naya, dia langsung mendudukkan Naya pada toilet duduk yang tertutup itu. "Mas kamu tidak sopan sekali!" geram Naya. "Aku akan bantu membuka peniti yang ada di kerudung kamu." sahut Ilyas. Naya tidak bicara lagi dia hanya duduk menunggu Ilyas mencabuti beberapa peniti yang ada di kerudungnya. "Dia sangat kasar." Naya membatin.Malam harinya, Alya menatap pada suaminya yang saat ini sudah tertidur pulas di atas ranjang kamarnya, malam ini Ilyas menginap disini karena giliran Alya yang bersama dengan Ilyas.Tatapan mata Alya tak henti-hentinya menatap pada mata Ilyas yang terpejam, Alya bangun dengan perlahan dan berusaha keluar dari kamar dengan mengendap-endap."Rasakan akibatnya karena tadi kau memfitnah aku," geram Alya yang langsung mengambil kunci mobilnya.Alya pergi dari sana menuju ke apartemen Naya, ada sesuatu yang ingin dia lakukan di sana. Alya ingin memberikan pelajaran pada Naya karena sudah berani memfitnahnya, bahkan Alya juga seperti tidak mengharapkan anak itu lagi. Padahal Alya sangat butuh anak itu untuk mendapatkan warisan dari orang tuanya.Alya memarkirkan mobilnya di basemen apartemen yang saat ini terlihat sepi padahal biasanya rame walaupun malam hari, Alya mengambil ponselnya yang sejak tadi ada di atas dashboard mobil.{Lakukan sekarang,} pesan dari Alya.Alya menunggu di sana sam
"Astaga!" gumam Rani.Ilyas panik dia langsung mendekat ke arah Rani, dengan cepat dia langsung mengambil sepucuk surat itu dan langsung membacanya.Ilyas juga tak kalah panik dari Rani, dia langsung menatap pada Naya yang masih bertanya-tanya dengan isi dari secarik kertas yang ditinggalkan oleh laki-laki itu."Ada apa, Mas?" tanya Naya menatap pada Ilyas dan Rani secara bergantian dan sayangnya tak ada jawaban yang bisa dia dapatkan dari keduanya.Naya langsung merebut paksa kertas itu dari tangan Ilyas.(ANAK KAMU AKAN MENINGGAL)Itulah isi dari secarik surat itu, ingin sekali rasanya Naya marah pada orang itu.Seorang ibu mana yang akan rela kalau anaknya mendapatkan ancaman yang begitu kejam dari orang yang bahkan tak dia kenal.Naya meremas sepucuk surat yang masih ada di tangannya itu, "Aku tau siapa yang mengirim surat ini." ucap Naya yang membuat Rani dan Ilyas langsung menatap padanya.**Brakk!Suara pintu didobrak paksa terdengar sangat keras ditelinga yang punya rumah, Al
Prak Gelas pecah terdengar memekik di telinga Alya, dengan langkah yang malas dia langsung berjalan ke arah lantai bawah, sejak tadi Ibunya ada di sana tapi sekarang Lia sudah pulang dari kediaman Alya. Alya masih tak percaya kalau Ilyas masih belum pulang juga, rasanya dia sangat ingin menyusul Ilyas ke apartemen Naya. Tapi sayangnya Alya gengsi karena dengan seperti itu dia terlihat mengemis perhatian pada Ilyas. Alya membelalakkan matanya saat melihat sebuah gelas pecah dan pecahannya berserakan di lantai, bukan itu saja. Dia juga menemukan sebuah surat yang tergeletak di lantai. "Surat lagi?" gumam Alya bertanya-tanya. Alya membuka surat itu dengan perlahan dan benar tulisan itu hampir sama dengan tulisan tempo lalu, tapi untuk yang sekarang tulisannya ada yang sedikit berbeda. (KAMU AKAN MATI, KALAU ANAK DALAM KANDUNGAN ANAYAH TETAP HIDUP!) "Apa ini sebuah ancaman? Kenapa padaku? Dan kenapa orang-orang itu tau kalau Naya mengandung? Siapa mereka?" setelah mengucapkan itu
"Apa laki-lakinya bisa diperbesar?" tanya Naya. "Tentu." Mutia menzoom layar yang ada di hadapannya itu, Naya mengerutkan keningnya saat melihat orang itu. "Kamu mengenalinya?" tanya Mutia. Naya menggelengkan kepalanya. "Aku gak kenal, laki-laki ini asing." "Fiks, kamu sekarang sedang di teror oleh orang itu, aku sudah menduga ini semua! Tapi Nay, kamu jangan khawatir karena ada aku yang akan membantu kamu untuk mencari tau orang ini." duga Mutia sambil memegang tangan Naya. "Terima kasih Mutia, kau baik sekali." "Sama-sama, kita kan teman, jadi aku harus membantu saat temanku kesusahan." Naya baru ingat kalau di apartemennya itu ada Ilyas, "Mutia, maafkan aku! Tapi di sini ada Mas Yash." ujar Naya. "Mas Yash?" tanya Mutia heran. Naya keceplosan mengusapkan hal itu pada Mutia, Naya baru ingat kalau Mutia belum tau tentang kehidupannya itu. Naya terlihat panik saat Mutia menatapnya sambil bertanya. "Ya, Mas Yash suaminya Alya, dia datang karena mau bertemu dengan Rani,
Ilyas mengusap kepala Naya dengan lembut, tapi saat Ilyas akan beralih ke pakaian Naya dia langsung terkejut saat mendapati kalau leher Naya seperti ada luka. "Nay, ini kenapa?" tanya Ilyas. Ilyas semakin mendekat pada luka itu, Ilyas rasa kalau luka itu baru saja ada di leher Naya, Ilyas juga memegang luka itu yang seperti ada luka bekas kuku. "Kamu di cekik?" tanya Ilyas menatap Naya penuh tanya. Naya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya, Naya juga memegang tangan Ilyas yang sekarang tengah menelisik seluruh badannya. "Mas, ini itu hanya luka biasa." jawab Naya tenang. "Kamu bohong?" tanya Ilyas. Naya hanya diam saja untuk kali ini dia tidak mungkin bicara kalau Alya yang menyebabkan semuanya. "Mas, aku gak bohong, aku beneran!" ucap Naya. "Apa sakit?" tanya Ilyas. "Tidak." Ilyas memeluk Naya dengan sangat erat, dia ingin sekali meminta maaf pada Naya karena ucapan Ilyas sudah menyakiti hati Naya, untuk sekarang Ilyas juga sadar kalau dia seharusnya menghar
Pirasat Rani tak enak, dia langsung berlari ke arah apartemennya dan ternyata benar Rani mendapati Naya yang terduduk di lantai. "Kak, kakak kenapa?" tanya Rani yang langsung jongkok di hadapan Naya. Naya hanya menatap kearah depan saja tanpa mengedip sekali pun, Rani mulai curiga pada Alya yang baru saja keluar dari apartemennya itu. "Kak, ada apa?" tanya Rani lagi. Naya menatap pada Rani, dia langsung menangis di hadapan Rani yang semakin merasa bingung dengan kondisi Naya saat ini, Rani membawa Naya ke sofa agar Naya bisa lebih nyaman untuk duduk. Rani juga mengambilkan minuman untuk Naya, dia langsung menyodorkan pada Naya. "Kakak tenang dulu, setelah ini ceritakan padaku apa saja yang terjadi." ujar Rani. Naya membuka hijab yang menutupi kepalanya, Rani baru sadar kalau leher Naya terdapat luka lebam sepertinya luka itu baru saja muncul. "Kakak, kenapa? Apa semua ini Alya yang melakukannya?" tanya Rani tak sabaran untuk mendengar jawaban dari Naya. Namun, tak ada respon