Share

Awal Perlawanan

Author: Rachel Bee
last update Last Updated: 2025-03-07 15:15:55

Carol datang ke kantor Harold Times untuk bertemu dengan adik tirinya. Sejak ayahnya meninggal, hanya dia yang bersedia mengelola perusahaan peninggalan keluarga Dustin itu. Perusahaan penerbitan surat kabar yang telah hampir satu abad berdiri di kota Amberfest.

Ruangan adik tiri Carol cukup nyaman. Nuansa merah maroon bercampur dengan hijau muda seperti warna natal menjadi interior yang hangat. Berbanding terbalik dengan misi perusahaan yang mencari berita panas setiap harinya tanpa mengenal takut.

Ia menyusuri setiap sudut ruangan mewah itu, mencari sesuatu yang bisa ditelusurinya. Tak ada, tak banyak harapan lagi.

"Ah, kau datang kemari? Ada apa?" Erik Dustin, pemilik ruangan sekaligus adik tiri Carol masuk dan menyapanya.

"Aku, sedang ingin saja ke sini." Carol berbalik menuju kursi kebesaran Erik di dekat jendela besar sana. Ia duduk setelah dipersilakan oleh pria itu. "Aku ingin bercerita padamu."

Erik mengerutkan dahinya membiarkan wanita cantik di depannya ini memulai pembicaraan lebih dulu. Carol terlihat lelah. Kantung mata dan kerutan di pipinya sangat jelas terlihat.

Mungkinkah ini ada kaitannya dengan isu kedekatan Henry dan sekretarisnya?

"Tentang? Ini, masalah pribadimu?" Carol mengangguk. Ia dengan santainya mengibas rambut panjang hitamnya yang cantik. "Ceritakan saja."

"Aku telah resmi bercerai. Tadi pagi Henry mendaftarkan perceraian itu dan aku menerimanya siang ini." Carol memamerkan sebuah map yang diyakini Erik sebagai salinan surat perceraian miliknya. "Aku pindah ke apartemen pemberian ayah, lalu aku mengundurkan diri dari Deluxe corp hari ini. Aku—"

"Kau membutuhkan pekerjaan?" Carol menganggukkan kepalanya. "Aku bisa membantumu. Kau masih punya bagian di perusahaan ini. Ah, atau kau mau aku rekomendasikan bekerja di perusahaan yang sama dengan milik suamimu?"

"Maksudmu?" Carol mencebikkan bibirnya.

"Kau kan biasa bekerja di perusahaan kontraktor, aku mau merekomendasikanmu bekerja di Genius group. Mereka memiliki banyak anak perusahaan. Itupun kalau kau mau. Kalau tidak, aku akan memberikan sebuah jabatan padamu. Kebetulan aku membutuhkan sekretaris tambahan. Bagaimana?" tawar Erik.

Penawaran yang diberikan Erik cukup menarik. Carol menyukainya. Baginya, ada pekerjaan sudah cukup untuk meneruskan hidupnya. Carol mengangguk. Tak masalah ia ditempatkan di bagian manapun.

"Tidak masalah. Aku mau jadi sekretarismu," ujar Carol diakhiri dengan senyuman manisnya.

"Baiklah, kau boleh bekerja mulai besok. Aku akan siapkan meja kerja untukmu."

Carol berdiri dari duduknya. Ia mengucapkan terima kasih pada Erik lalu berpamitan pergi karena ingin pulang dan istirahat di apartemennya hari ini. Erik diam-diam menghubungi seseorang yang telah menunggu status resmi dari Carol.

"Dia telah bercerai."

***

Carol itu wanita sederhana. Ia hanya ingin bekerja, memiliki karir sendiri tanpa menggantungkan hidupnya pada seorang pria. Jadi, ketika ia diceraikan oleh Henry, Carol tak menangis. Ia hanya tak suka dengan caranya mencampakkan dirinya. Memangnya dia wanita jalanan?

Duduk sendirian di apartemen besar dan mewah miliknya tak membuat hati Carol bahagia. Kemewahan yang hanya bisa dimiliki olehnya, bukan hatinya.

Ponsel Carol bergetar. Nama Erik tertera jelas di layarnya.

"Halo." Carol menjawabnya.

[Kau datanglah besok pagi. Jangan sampai telat. Besok akan ada rapat bulanan pemegang saham. Kau harus ikut karena memiliki saham di Harold.]

"Baiklah. Aku akan datang pagi. Ada lagi?"

[Bersiaplah, malam ini aku akan menjemputmu ke sebuah pesta. Akan ku kenalkan kau dengan seseorang. Pakailah gaun pesta yang cantik]

"Uhm, baiklah. Aku menunggumu."

Setelah mendapat informasi dari Erik, Carol bergegas ke kamarnya. Ia membuka koper besar yang dibawanya dari rumah besar Henry. Ia pun membereskan pakaiannya dan memasukkannya ke dalam lemari besar di kamar itu.

"Tak terlalu buruk. Aku membenci perselingkuhan, aku tak akan biarkan pria itu bahagia setelah menghancurkanku. Saatnya membalas dendam."

***

Henry membawa Lucy, wanita yang diketahui tengah dekat dengan dirinya ke sebuah pesta pertemuan dengan para pengusaha sukses yang menguasai negara ini. Henry harus mendekati mereka agar perusahaan yang telah susah payah dibangunnya tak akan menjadi sia-sia.

Dulu, sewaktu Henry masih memiliki Carol di sisinya, ia tak pernah membawa wanita itu bersamanya mengunjungi pesta. Henry tak ingin wanita itu lebih tinggi darinya. Sudah jadi bahan perbincangan dimanapun jika Deluxe corp memiliki seorang konsultan hebat yang pandai bernegosiasi dengan siapapun.

Yang paling sulit adalah Damian Easton.

"Lihat itu." Henry menunjuk ke arah pria berjas biru tua. "Itu adalah tuan Domsley. Dia adalah pemilik perusahaan telekomunikasi terbesar di Amberfest."

"Kau ingin mendekatinya?" Henry menyunggingkan senyum misterius. Lucy menggelengkan kepalanya.

"Sepertinya sulit. Dia selalu pilih-pilih teman bicara." Lucy pesimis bisa mendekatinya.

Tuan Domsley adalah pengusaha berdarah bangsawan yang terkenal di kota Amberfest. Dia sangat terhormat. Tak banyak orang bisa berinteraksi dengannya kecuali orang-orang penting yang mempunyai banyak keuntungan.

Suasana pesta semakin meriah. Menjelang acara utama, pintu ruangan kembali terbuka. Pertanda seseorang akan memasuki gedung pertemuan ini. Henry dan Lucy menoleh bersamaan, penasaran dengan sosok tamu yang datang.

"Astaga, itu tuan Damian yang tersohor," pekik gadis-gadis yang sengaja hadir di pesta itu. Semua mata memandang ke arah Damian tanpa berkedip sedikitpun. Pujaan para wanita masa kini.

"Damian Easton?" gumam Henry. "Tidak biasanya dia datang ke pesta seperti ini."

"Mungkin dia ingin merasakan suasana berbeda," bisik Lucy.

Tak lama kemudian di belakangnya menyusul Erik Dustin beserta seorang wanita cantik yang sepertinya tak asing. Dia memakai gaun hitam dengan belahan kaki dan punggung yang indah dipandang. Henry tak sadar sebelumnya hingga Lucy menepuk bahunya lalu berbisik, "Itu Carol."

"Carol? Datang ke pesta pertemuan pengusaha?" Henry bicara pada dirinya sendiri. Ia tak percaya jika wanita yang dilihatnya itu adalah mantan istrinya yang baru saja diceraikan siang tadi.

"Kau terpesona?" tanya Lucy sinis.

"Tidak, aku hanya—"

"Damian Easton, selamat datang. Ah, kau Erik Dustin? Apa kabar?" teriakan tuan Domsley terdengar jelas hingga memenuhi ruangan pesta. Henry menggeram. Tadi dirinya mencoba untuk mendekati tuan Domsley tapi dia menjaga jarak. Ternyata dia cukup dekat dengan Erik Dustin yang tak seberapa itu.

'Dia coba mempermainkanku.'

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Penguasa Hati Tuan Arogan    Mudah Dibodohi

    Damian tersenyum menyeringai mendapatkan banyak bukti skandal milik Henry yang dikirimkan oleh Ken saat di pesta tadi. Henry yang bodoh mungkin mengira Damian akan lengah mengawasinya. Sungguh miris melihat tingkah Henry yang mengabaikan Lucy dan memilih menemani wanita pengganggu seperti Rose. "Wow," seru Erik yang baru saja datang dari luar. Ia duduk melepas jas dan membuka kancing kemeja atasnya. "Siapa yang ada di dalam video itu?" tanyanya dari meja seberang. "Kau bisa tebak. Aku tak akan menguntit tamu yang bukan dalam radar incaranku," tegas Damian. "Henry?" Damian mengangguk. "Sejak kapan ia memiliki hubungan dengan wanita ular itu? Dia tadi menyapaku saat berada di dalam gedung, berbasa-basi sebentar dengan Darren." "Dia memiliki hubungan bisnis dengan Darren." Damian menutup video berdurasi dua menit itu, memilih bergabung dengan Erik. Malam hari ini begitu panjang. Kedua pria tampan itu masih duduk diam di ruang kerja mewah dengan isi kepala berbeda. Erik tengah memiki

  • Penguasa Hati Tuan Arogan    Si Penyimpan Rahasia

    Malam setelah pesta, Darren membawa Hailey masuk ke rumah besar miliknya. Rumah yang baru dibangun olehnya enam bulan lalu sebelum Hailey datang meminta pertanggungjawaban darinya. Rumah yang dibangun di atas tanah pemberian mendiang ayahnya, memakai interior abad pertengahan yang sangat klasik dan indah dipandang mata.Hailey sangat terpana saat kakinya memasuki rumah mewah itu. Entah seberapa kaya Darren hingga memiliki rumah sebesar ini. Rasanya sangat tak percaya. 'Rumah ini lebih indah dari milik keluarga Parker. Jika rumah Darren sebesar ini, bagaimana dengan rumah Damian? Pantas saja Carol terlihat bahagia di sana.' "Rumah ini pemberian mendiang ayahku. Lebih tepatnya, tanahnya. Aku mulai membangunnya enam bulan lalu. Damian yang merancang dan mengisinya. Bagus tidak?" sombong Darren dengan kekehan yang terdengar mengejek di telinga Hailey. 'Pantas saja. Ternyata Damian yang merancangnya.'"Seleranya cukup bagus. Apa rumah Damian juga memiliki interior yang sama?" tanya Hail

  • Penguasa Hati Tuan Arogan    Mata-mata Baru

    Tangan Henry mengepal menahan marah. Melihat keluarga musuhnya berdiri di depan panggung sambil bergandengan tangan dengan adik kandungnya. Senyumnya tampak bahagia seperti pria yang menikahi wanita pujaannya. Tak ada sedikitpun raut wajah kecewa atau cemas. Nampaknya, Darren telah menerima Hailey sebagai istrinya. Saat matanya tertuju pada Hailey, ia menghela napas kasarnya. Di kepalanya terus berputar kutukannya pada keluarga Easton, mengapa harus adiknya yang menikah dengan pria itu. Pasti ia akan diejek oleh Carol jika bertemu dengannya. Bicara tentang Carol, ia tadi terkejut melihat perut besar mantan istrinya itu. Cukup besar hingga membuat matanya terbelalak. Damian tidak main-main menjaga kekuasaannya sebagai penerus keluarga Easton terkuat. "Henry, Hailey terlihat bahagia sekali," bisik Lucy. Henry tak menanggapi. Tatapannya masih terfokus pada perut besar Carol. Ingatannya berputar kembali saat dirinya bertegur dengan Carol di sebuah rumah sakit beberapa bulan lalu. Ia k

  • Penguasa Hati Tuan Arogan    Pesta Pernikahan Penuh Dendam

    Pesta pernikahan Darren akan segera digelar bertepatan dengan hari ulang tahun Hailey. Rencananya, di pesta itu akan ada acara tiup lilin sebagai pedta tambahan untuk memeriahkan acara hari ini. Darren hanya menuruti keinginan calon istrinya itu. Selama tak membuat masalah, baginya itu hanya hal kecil. Di tengah meriahnya pesta, dua wanita yang masih saling bermusuhan hingga kini tampak saling menatap tajam satu sama lain. Keduanya duduk berseberangan. Tak ada yang tahu pasti siapa yang lebih dulu datang, tapi wajah keduanya tampak tak senang. Siapa yang senang bila kau berada satu meja dengan musuhmu."Lihat, siapa yang datang sambil memamerkan perut besarnya?" Carol melirik sinis pada Lucy yang ternyata sama hamil besar seperti dirinya. Damian mengikuti arah jari telunjuk Carol. Alisnya berkerut. "Bisakah kita pindah tempat? Aku tidak mau tersulut emosi." Tanpa banyak tanya lagi, Damian memanggil Ken. Asisten setianya itu mengangguk paham dan tak lama kemudian membisikkan sesuatu

  • Penguasa Hati Tuan Arogan    Perbincangan Sebelum Pernikahan

    Damian resmi pindah dari Genius Groups menuju Harold Times hari ini. Pascal yang telah dipanggilnya minggu lalu bersama dengan Darren menunjukkan sikap yang sesuai keinginannya. Pascal akan ditunjuk sebagai penggantinya sedangkan Darren adalah wakilnya. Adapun David Easton akan berada di kantor untuk mengawasi mereka dalam bekerja hingga satu tahun ke depan.Betapa gagahnya Damian dengan tubuh berbalut jas hitam datang menuju ruangan kerjanya yang baru. Bersama Ken, ia menyiapkan beberapa proposal yang diajukan oleh berbagai departemen di Harold Times. Saat tengah sibuk memilah, tiba-tiba Damian teringat sesuatu. "Bukankah Darren akan menikah minggu ini?" tanya Damian pada Ken yang duduk di sofa tengah sambil membolak-balik halaman dokumen. Ken menghentikan sejenak lalu menganggukkan kepalanya. "Kenapa dia terlihat biasa saja?" "Tuan Darren kadang terlihat biasa saja kadang terlihat cemas. Dia memang sibuk tapi seolah tak sibuk," jawab Ken yang membuat Damian mengerutkan dahinya. "

  • Penguasa Hati Tuan Arogan    Bertemu Gadis Cantik

    "Benar-benar meriah. Aku suka suasananya. Sangat romantis sekali," puji Carol yang terdengar samar di telinga Damian. Pujian itu membuat pria di sebelahnya menggeram tak suka. Tangannya mengepal namun ketika tatapannya beralih pada sang istri, wajahnya langsung berubah manis seperti anak kecil. "Alan sangat menyukai keindahan." "Ya, tempatnya sangat indah," sahut Damian seperlunya. Ia menggandeng tangan Carol dengan erat seolah takut terlepas. Ken mengikuti mereka dari belakang. Kebetulan sekali pria itu tak memiliki pekerjaan lagi setelah tadi pagi berkutat dengan banyak projek tuannya. "Ken, ada yang mencurigakan di belakang?" Ken menoleh pelan ke segala arah lalu menggelengkan kepalanya. "Tidak ada tuan. Malam ini bersih." Setelah mendengar laporan dari Ken, Damian pun berani mengajak Carol untuk berjalan cukup jauh menghindari kerumunan yang letaknya di tengah lapangan dekat air mancur. Carol tampak sibuk menghubungi Rachel yang katanya ada di dekat penjual makanan ringan. Dami

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status