Share

Bab 6

Kebetulan ruangan Sofia menghadap ke jalan raya. Sesampainya di atas, dia mendengar suara sirene mobil polisi.

Kemudian Sofia membuka jendela ruangannya dan melihat ke bawah. Beberapa menit kemudian polisi menyeret Bapak dan Ibu Hutomo masuk ke dalam mobil.

Yang mengejutkan, Bu Hutomo sama sekali tidak memberontak. Mereka masuk ke dalam mobil dengan patuh. Setelah melepon Mita, akhirnya Sofia pun mengetahui alasannya.

"Pak Liam bilang mau membeli nyawa mereka, mereka langsung ketakutan dan pucat. Waktu polisi datang, mereka malah buru-buru minta dibawa pergi." Mita menceritakan kejadian di bawah.

"Bu Sofia, sayang banget kamu tidak melihat ekspresi mereka berdua. Lucu banget ...." Suara Mita terdengar sangat bersemangat.

Hanya saja Sofia tidak mampu tersenyum, kericuhan ini benar-benar mempermalukannya. Tak hanya mertuanya yang malu, Sofia juga pasti menjadi bahan pembicaraan.

....

Seperti dugaannya, pada siang hari manajer umum memanggil Sofia ke ruangannya.

Sofia berdiri dengan tegak sambil menundukkan kepalanya. Dia sudah siap-siap menunggu caci maki yang akan diterimanya.

Nyatanya tak seperti yang dibayangkan, Pak Reno selaku manajer umum malah bertanya dengan lembut, "Apakah kamu mau cuti beberapa hari?"

Sofia mengerutkan alis, apakah dia tidak salah dengar? Kemudian Sofia mengangkat kepalanya secara pelan-pelan dan memperhatikan wajah Reno dengan kebingungan.

Jangankan melakukan kesalahan sebesar ini, kalau salah bicara saja Reno pasti langsung murka.

Tampaknya Reno menyadari kebingungan Sofia. Reno pun berdeham, lalu kembali bersikap tegas seperti biasanya.

Ketika melihat sikap Reno yang galak, Sofia malah merasa lebih tenang.

"Masalah hari ini berada di luar kendalimu. Tapi semua tetap salahmu ...," kata Reno.

Sofia kembali menundukkan kepalanya.

"Aku akan memberikanmu waktu 3 hari, segera selesaikan urusan pribadimu. Jangan sampai memengaruhi performa kerja. Kalau ke depan masih terjadi hal yang sama, akhir tahun ini kamu tidak akan mendapatkan bonus." Reno memberikan ultimatum.

Sofia langsung tersentak, dia mengangkat kepalanya dan berjanji, "Aku akan segera menyelesaikan masalahku!"

Setelah Sofia meninggalkan ruangan Reno, Liam yang sejak tadi menunggu di ruang rapat baru beranjak keluar.

"Pak Liam!" Reno menyapa sambil tersenyum ramah.

Liam mengangguk, lalu beranjak duduk di depan Reno.

"Sesuai perintah Anda, aku sudah memberikan libur kepada Sofia," kata Reno.

"Aku sudah dengar." Raut wajah Liam terlihat datar. "Masih ada 1 hal ...."

Tiba-tiba Liam mengangkat kepalanya dan menatap Reno dengan tajam. Sorotan mata Liam sontak membuat Reno terkejut, dia menundukkan kepala dan menjawab, "Iya, Pak?"

"Usir Agatha dari hotel ini, lalu beri tahu semua cabang hotel untuk memasukkannya ke daftar hitam. Dia tidak boleh menginap di semua hotel yang berada di bawah naungan Hotel Royal," Liam memerintahkan.

"Hah?" Reno terkejut mendengarnya. "Tapi kamar Agatha dipesan sama kru film, bukan dia sendiri. Selain Agatha, beberapa artis besar juga akan menginap di sini. Kalau kita mengusir Agatha, takutnya kru mereka juga harus diusir ...."

"Kalau begitu usir mereka semua." Liam sama sekali tidak ragu-ragu. "Kerugian sekecil ini tidak ada apa-apanya bagi kita."

Meskipun kaget, Reno tetap menganggukkan kepala dan menjalankan perintah Liam. "Baik, akan segera saya urus."

....

Walaupun diberikan 3 hari libur, Sofia sama sekali tidak merasa senang. Begitu kembali ke ruangan, dia menelepon Glen, "Ada waktu? Aku mau ketemu."

"Baik. Kebetulan juga ada yang mau aku bicarakan," jawab Glen. Suara Glen terdengar tidak bersahabat, sepertinya dia sedang menahan amarah.

Tanpa ditanya, Sofia sudah mengetahui alasannya. Pasti Bapak dan Ibu Hutomo telah melaporkan semuanya kepada Glen.

"Jam 3.30, ketemu di Kafe Yamalu, lokasinya di samping Rumah Sakit Hopkin." Glen menentukan lokasi bertemu tanpa meminta persetujuan Sofia.

Setelah menyebutkan alamatnya, Glen langsung menutup teleponnya.

Hati Sofia terasa menampung gejolak amarah yang besar. Kalau bukan karena ingin segera menyelesaikan masalah ini, Sofia tidak mungkin sudi menemui Glen yang bersikap seperti itu.

Pukul 3.30, Sofia sampai di kafe tepat waktu.

Kafe ini tidak besar, hanya ada sekitar belasan meja, tetapi dibandingkan dengan restoran-restoran yang ada di dekat sini, kafe ini bisa dibilang lumayan nyaman.

Pada jam-jam segini kafe tidak terlalu ramai. Sesaat masuk ke dalam kafe, Sofia memberi tahu pelayan bahwa dia mencari seseorang. Pelayan kafe langsung mengerti dan menuntun Sofia ke meja Glen.

Sama seperti dugaan Sofia, raut wajah Glen terlihat sangat masam. Glen sama sekali tidak menyapa Sofia, tatapannya terlihat dipenuhi kebencian.

Sofia berlagak tidak melihatnya. Dia duduk, lalu mengambil menu yang diberikan oleh pelayan.

"Aku mau lemon tea, terima kasih." Sofia tersenyum kepada pelayan.

"Oh, baik." Pelayan bergegas pergi, dia takut melihat ekspresi Glen yang mengerikan.

Melihat Sofia yang bersikap ramah kepada pelayan pria, raut wajah Glen berubah menjadi semakin masam. "Belum cerai sudah mau menggoda pria lain?"

Glen memelototi Sofia, seolah Sofia telah melakukan kesalahan yang sangat tercela.

Sofia merasa sangat konyol, dia tersenyum sinis dan menjawab, "Aku tidak menggoda pria lain. Kalaupun aku memang menggoda pria lain ...."

Tatapan Sofia terlihat sangat sinis. "Glen, apa hakmu mengatur-atur aku?"

Glen terdiam, lalu bergegas mengubah topik pembicaraan. "Kamu mau cerai, 'kan? Ini, tanda tangan surat cerainya. Besok kita pergi ke kantor catatan sipil."

Sofia tertegun menatap dokumen yang dilempar ke hadapannya. Sofia baru mengetahui perselingkuhan Glen 2 hari yang lalu. Kalaupun setelah mengantar Vera ke rumah sakit, lalu Glen buru-buru mencari pengacara, rasanya juga tidak mungkin surat perceraian bisa selesai secepat ini.

Berarti hanya ada 1 kemungkinan, surat cerai ini sudah disiapkan sejak lama.

"Kamu sudah menunggu berapa lama?" Sofia bertanya dengan dingin.

"Apa?" Glen heran mendengar pertanyaan Sofia.

"Sudah menunggu berapa lama untuk menceraikan aku?" Sofia memperjelas pertanyaannya.

Glen menundukkan kepala, dia merasa bersalah sekaligus risih. "Apa gunanya banyak tanya?"

"He ...." Sofia mendengus dingin, lalu membuka surat perceraian ini dan membacanya.

Glen dan Sofia tidak memiliki anak, surat perceraian ini jelas membahas masalah pembagian harga. Glen meminta harta dibagi secara adil dan sama rata. Sofia tidak keberatan dengan permintaan ini, yang mengganjal di hatinya adalah masalah rumah.

"Bagaimana dengan rumah?" tanya Sofia. Setelah membaca beberapa halaman, Sofia tidak melihat adanya pembahasan soal pembagian rumah.

Rumah mereka dibeli setelah menikah. Waktu itu semua uang Glen digunakan untuk membeli saham, dia memiliki keterbatasan uang tunai. Akhirnya Sofia menjual apartemen yang telah ditinggalinya selama bertahun-tahun, lalu menggunakannya untuk membayar uang muka.

Glen berjanji akan membantu Sofia untuk membayar cicilan rumah agar nama Glen juga tercantum di dalam akta. Namun faktanya, selama ini Glen tidak mengeluarkan sepeser pun untuk membantu Sofia membayar cicilan rumah.

Di dalam benak Sofia, rumah tersebut adalah miliknya. Dia yang membayar uang muka, dia juga yang melunasi cicilannya. Paling tidak Sofia hanya perlu memberikan Glen sedikit uang untuk menghapus namanya dari akta rumah.

"Pembagian rumah?" Glen menatap Sofia dengan arogan. "Sofia, buka matamu lebar-lebar! Rumah itu nggak ada hubungannya sama kamu!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status