Share

Membosankan

Mata Azriel secara perlahan mulai terbuka. Saat Azriel sudah bisa melihat dengan jelas, benda pertama yang ia lihat adalah dinding yang penuh dengan coretan. Dengan penuh usaha, Azriel berusaha untuk mengubah posisinya dari berbaring menjadi duduk. 

Saat sudah berada di dalam posisi duduk, Azriel langsung mengerti bahwa tempat yang sekarang sedang ia tempati adalah ruangan UKS. Saat Azriel menatap ke arah sekitar, pandangannya tak sengaja melihat ada seorang laki-laki dengan kacamata yang juga sedang berbaring di kasur sebelahnya sambil membaca sebuah buku.

"Mending kamu berbaring lagi. Biarkan tubuhmu istirahat dulu sebentar," ujar laki-laki berkacamata itu sambil bangkit dari posisinya.

"Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa tiba-tiba aku pingsan?" tanya Azriel sambil mengusap lehernya yang masih terasa nyeri.

"Mana aku tau. Tapi kemungkinan dari kondisi tadi, sepertinya Darkshield muncul lalu nyerang begitu saja."

"Darkshield? Siapa dia?"

"Salah satu dari Archangel. Dia selalu hadir saat ada kericuhan. Tapi tidak ada yang tau kapan dia akan muncul. Kabarnya selama dua tahun ini dia sudah membantai lebih dari dua puluh orang."

"Salah satu dari Archangel, 'ya?"

Azriel menundukkan wajahnya. Sebelum ia pingsan, ia sangat yakin bahwa tidak ada orang selain dirinya di kelas itu. Tetapi dalam waktu yang singkat, ada seseorang yang memukulnya dari belakang dan membuatnya jatuh tak berdaya. Dari hal itu, Azriel tau bahwa Arcangel bukanlah orang-orang biasa. Bukan petarung yang hanya mengandalkan kekuatan saja. Mereka mempunyai bakat-bakat dan pemikiran yang sangat hebat. Sehingga tau apa saja yang harus mereka lakukan untuk mengalahkan lawannya dalam waktu yang singkat.

"Oh, iya. Siapa namamu? Tadi pagi kita belum kenalan," tanya Azriel sambil menatap ke arah laki-laki berkacamata.

"Natsume. Aku juga murid baru di sini. Bedanya aku berangkat lebih pagi. Jadi kita tidak masuk ke kelas secara bersamaan," jawab laki-laki berkacamata.

"Oh, begitu. Kalau boleh tau, buku apa yang sedang kamu baca? Dari tadi pagi aku lihat, kamu selalu baca buku itu."

Natsume memperlihatkan sampul buku yang ia pegang pada Azriel. Memberikan Azriel membaca sendiri judul buku yang sedang ia baca.

Azriel kebingungan saat mendapati kalimat "Kedokteran" pada sampul buku itu. Azriel masih tidak paham dengan tujuan Natsume. Kalau memang laki-laki itu berniat untuk menjadi dokter, kenapa laki-laki itu masuk ke dalam sekolah yang terkenal dengan kenakalannya?

"Sepertinya kamu harus berhati-hati karena Archangel akan mulai mengawasimu mulai sekarang," ujar Natsume sambil menutup bukunya.

"Mengawasiku? Untuk apa?" tanya Azriel dengan penuh kebingungan.

"Kamu mengincar posisi teratas bukan? Berarti kamu harus mengalahkan semua Archangel yang ada. Jadi bukanlah hal yang mustahil jika para Archangel akan mulai mengawasi kamu mulai sekarang."

"Oh, benar juga, 'ya."

"Lebih baik kamu mulai membentuk pasukan kamu mulai sekarang. Karena mustahil kamu bisa naik ke posisi atas tanpa dukungan dan bantuan dari orang lain. Tidak peduli seberapa besar kekuatan kamu, kalau kamu tidak mempunyai pasukan kamu hanya akan menjadi santapan lezat bagi para Archangel."

"Pasukan? Emangnya perlu?"

"Perlu. Walau hanya satu orang. Setidaknya kamu harus mencari orang yang memang sudah mengenal baik kelebihan dan kelemahan para Archangel. Dengan begitu kamu akan mendapatkan informasi yang dapat menguntungkan kamu saat kamu harus berhadapan satu lawan satu dengan para Archangel."

Azriel diam sejenak. Ia memikirkan tentang siapakah orang yang akan ia ajak untuk menjadi pengikutnya. Apakah Teko yang baru saja ia kalahkan? Atau orang lain yang entah siapa.

"Apakah kamu punya rekomendasi orang yang bisa membantuku untuk mencapai puncak?" tanya Azriel sambil menatap Natsume.

"Tidak ada. Semua murid yang ada di sini tidak ada yang berani melawan Archangel. Mereka membentuk pasukan mereka bukan untuk melawan Archangel. Tetapi supaya tidak dikalahkan oleh pasukan yang lainnya," jawab Natsume sambil menatap sampul buku miliknya.

"Apakah kamu juga bagian dari salah satu pasukan yang ada di sekolah ini?"

"Tidak. Aku di sini hanya murid biasa. Aku tidak tertarik dengan sebuah pertarungan dan sebisa mungkin aku menghindari sebuah pertarungan."

"Kalau kamu menghindari pertarungan, kenapa kamu berada di sekolah ini? Mau bagaimana pun juga di sekolah ini kekuatan adalah segalanya. Jadi sudah wajar bagi murid untuk bertarung satu sama lain."

"Aku ... aku sendiri juga tidak tau kenapa aku memilih sekolah ini. Mungkin sekolah ini mengingatkanku pada masa lalu seseorang."

Terlihat sebuah senyuman tipis di bibir Natsume. Dari senyuman itu, Azriel bisa merasakan ada sebuah rasa kesedihan. Azriel termasuk orang yang peka terhadap keadaan hati seseorang. Jadi Azriel bisa tau bagaimana suasana hati seseorang hanya melalui senyuman atau pun tatapan yang diperlihatkan oleh orang itu.

"Di sekolah ini ada pasukan yang bernama The Guardian. Mereka adalah orang-orang yang rela melakukan apa pun asalkan dibayar. Kalau suatu saat nanti kamu mengalami masalah yang tidak bisa kamu tangani sendiri, lebih baik kamu datang saja ke mereka. Tentu saja dengan semua uang yang kamu miliki," ujar Natsume sambil menapakkan kakinya di lantai.

"Dari mana kamu tau semua itu? Padahal 'kan kamu baru saja pindah hari ini?" tanya Azriel dengan penuh perasaan curiga.

"Ada sebuah buku di perpustakaan yang isinya tentang sekolah ini. Mulai identitas dari para Archangel dari awal sekolah ini dibangun sampai sekarang. Dan ada tentang sisi gelap dari sekolah ini juga."

"Kamu sudah membaca semuanya?"

Natsume mengangguk sebagai jawaban"iya". Azriel berpikir sejenak. Kalau memang semua data tentang sisi gelap dari sekolah tercatat buku itu, seharusnya buku itu harus segera dilenyapkan. Pasalnya buku itu berisi tentang informasi orang-orang yang pernah berdiri di puncak sekolah.

"Karena kamu sudah sadar sekarang, aku pamit pergi dulu. Jaga diri kamu baik-baik, karena saat malam tiba di sekitar sekolah ini akan penuh dengan para preman," ujar Natsume sambil berdiri.

"Bentar. Apakah kamu yang bawa aku ke ruangan ini?" tanya Azriel.

"Ya siapa lagi kalau bukan aku? Lagipula mana mungkin aku biarin kamu tergeletak di lantai kelas dengan luka parah seperti itu."

"Oh. Kalau begitu aku ucapkan terima kasih. Dan kalau seandainya di masa depan ada yang gangguin kamu, lapor saja padaku. Anggap saja sebagai ucapan terima kasih karena kamu sudah membantuku hari ini."

"Tidak perlu. Lagipula aku tidak mempunyai rencana untuk mencari masalah. Aku ingin lulus dari sekolah ini dengan cepat dan tanpa hambatan sedikit pun. Jadi aku akan menghindari seluruh pertarungan yang ada."

"Kalau begitu sampai jumpa lain waktu, Tuan Muda Azriel."

Azriel langsung tertegun saat itu juga. Pasalnya ia sudah menghapus seluruh riwayat tentang dirinya yang berasal dari keluarga bangsawan. Jadi seharusnya sama sekali tidak ada orang di sekolahan itu yang mengetahui identitas aslinya. Tetapi Natsume tadi dengan jelas menyebutnya Tuan Muda. Yang artinya Natsume mengetahui tentang identitas aslinya. Membuat Azriel bertanya-tanya tentang bagaimana cara laki-laki itu bisa mengetahuinya?

Di satu sisi lain. Natsume menghentikan langkah kakinya saat ia merasakan ada seseorang yang sedang mengawasinya. Natsume melihat ke arah sekitar, memastikan di manakah orang itu bersembunyi. Tetapi nihil, Natsume tidak bisa merasakan apa pun. 

Keberadaan orang itu memang tidak bisa dilihat oleh Natsume. Tetapi Natsume bisa merasakan dengan sangat jelas hawa kehadiran orang itu. Membuat Natsume yakin bahwa orang yang sekarang sedang mengawasinya bukanlah orang biasa. 

Natsume langsung melirik ke arah belakang saat ia merasakan ada hawa hangat dari arah punggungnya. Natsume tersenyum kecil saat melihat ada perempuan berambut panjang dengan bercak darah di beberapa bagian wajahnya sedang tersenyum sambil menatap ke arahnya.

Darkshield muncul. 

"Aku hanya ingin bersekolah di sini dengan tenang. Jadi lebih baik jangan ganggu aku," ujar Natsume sambil mengalihkan pandangannya ke arah depan.

"Kamu ... gimana rasanya membunuh orang?" tanya Darkshield sambil menggigit kuku-kuku jarinya.

"Apa yang kamu maksud?"

"Kamu pembunuh bukan? Aku bisa langsung tau saat pertama kali melihatmu. Tatapan kosong yang memancarkan betapa kejamnya dirimu. Ditambah lagi, aku masih bisa mencium bau darah dari orang-orang yang kamu bunuh."

"Sepertinya kamu salah orang. Saya hanya seorang pelajar."

Setelah mengucapkan hal itu Natsume langsung melanjutkan perjalannya. Natsume menggenggam erat buku yang ia sedang pegang.

Sedangkan Darkshield sudah pergi dari tempatnya tadi. Sekarang ia berada di lantai dua. Menatap ke arah matahari yang sudah mulai terbenam. Ia sangat menyukai saat-saat seperti sekarang. Karena saat-saat seperti sekarang mengingatkannya pada darah semua orang yang telah habisi.

"Bagaimana? Apakah kamu sudah puas?" tanya seorang perempuan dari arah belakang Darkshield.

"Anak baru itu membosankan. Tapi anak baru yang satunya lagi mengasyikkan," jawab Darkshield sambil tersenyum lebar.

"Hei, Wakil Ketua. Apakah aku boleh membunuhnya?"

Dengan tatapan yang penuh keseriusan Darkshield menatap ke arah perempuan yang ada di belakangnya. Darkshield memang terkenal begitu sadis terhadap korbannya. Tetapi sekejam apa pun ia, selama ini ia tidak pernah berniat untuk membunuh seseorang. Selama ini, ia hanya ingin menikmati darah segar yang keluar dari tubuh sang korbannya. Jadi baru kali ini, Darkshield memiliki niatan untuk membunuh seseorang.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status