Shu Sheng tidak bisa meninggalkan anak kecil itu begitu saja jadi ia merogoh tas yang ia kenakan lalu mengeluarkan emas berbentuk daun dan menyerahkannya pada pria paru baya.
“Apa ini tidak bisa?” tanya Shu Sheng. Sebenarnya itu bukan emas berbentuk daun tapi daun berbentuk emas. Daun itu adalah daun dari pohon kehidupan. Pria paru baya menatap emas itu dengan mata berbinar dan langsung mengambilnya. Ia menggigit emas itu untuk memastikan keasliannya. “Bisa bisa,” pria paru baya menganggukkan kepalanya menyembunyikan emas di balik pakaiannya. Shu Sheng senang, “kalau begitu roti ini milik anak itu.” Pria paru baya mengangguk dan melambaikan tangannya. Setelah mendapatkan persetujuan dari pria paru baya, Shu Sheng mengajak anak itu pergi tapi anak kecil itu malah menarik-narik jubahnya. Shu Sheng menunduk lalu bertanya, “ada apa?” “Emas itu terlalu mahal untuk sepotong roti,” ucapnya memperingati Shu Sheng kalau dirinya telah dibohongi. “Apa yang kau bicarakan?! Rotiku adalah roti terbaik di pasar ini dan kau sudah mencurinya,” balas pria paru baya memarahi anak kecil. “Ya. Emas itu terlalu mahal,” para pejalan kaki yang melihat pria paru baya menipu pemuda seperti Shu Sheng merasa iba padanya. “Diam kalian! Kalian hanya iri padaku,” ketus pria paru baya. Seorang pemuda berusia 25 tahun maju untuk menantang pria paru baya. Ia mengambil emas yang dijaga dengan baik oleh pria paru baya. “Apa yang kau lakukan! Kembalikan emasku!” “Ini bukan emasmu tapi milik pemuda ini,” pemuda itu mengembalikan emas tersebut pada Shu Sheng. Shu Sheng yang bingung hanya bisa mengambil emas itu ditengah desakan anak kecil yang selalu memegang jubahnya. “Harga roti itu paling lima tembaga tapi kau menipu orang yang tidak tahu untuk membayar emas,” pemuda itu memberikan lima koin tembaga pada pria paru baya. “Aku sudah membayar roti itu jadi roti itu sudah menjadi milik anak kecil ini.” Pria paru baya menatap pemuda itu dengan tatapan tidak suka tetapi apa yang dikatakannya adalah benar. Harga roti yang diambil anak kecil itu memang hanya lima tembaga jadi ia memilih untuk mundur dengan kesal. Setelah pria paru baya pergi, orang-orang yang mengerumuni mereka juga ikut bubar karena tidak ada lagi yang menarik untuk di tonton. “Terimakasih,” ucap Shu Sheng berterimakasih pada pemuda yang telah membantunya. “Sama-sama. Perkenalkan namaku Guang Zhenzhu,” pemuda itu memperkenalkan dirinya. “Shu Sheng.” “Shu Sheng, nama yang bagus,” Guang Zhenzhu menganggukkan kepalanya. Shu Sheng tersenyum lalu ia berjongkok untuk mensejajarkan tingginya dengan anak kecil, “lain kali kau jangan mencuri lagi jika tidak ingin dihukum oleh Dewa.” “Kenapa Dewa menghukumku? Dewa bahkan tidak pernah membantu kami lalu kenapa dia akan menghukumku?” tanya anak kecil itu. Shu Sheng diam. Ia tidak bisa menjawab pertanyaan anak kecil itu. Sebagai Benih Pohon Kehidupan dan memiliki koneksi langsung dengan pohon suci itu, ia tahu tentang keberadaan tiga alam tapi ia tidak pernah mengunjungi dan melihat makhluk-makhluk yang ada di tiga alam secara langsung jadi ia tidak bisa menjawab pertanyaan anak kecil itu. “Pokoknya mencuri itu bukanlah tindakan yang baik,” balas Shu Sheng. Anak kecil itu melepaskan cengkraman Shu Sheng dari pundaknya lalu menendang kaki Shu Sheng dengan kesal. Ia berlari meninggalkan Shu Sheng dan Guang Zhenzhu. “Hey,” Shu Sheng memanggil anak kecil yang sudah hilang ditelan kerumunan orang. Shu Sheng menghela nafas, ia berdiri dan membersihkan jubahnya yang kotor akibat berjongkok. Ia kemudian mengalihkan pandangannya pada Guang Zhenzhu. “Jika kau ingin menemukan anak kecil itu, aku bisa membantumu,” ucap Guang Zhenzhu. Shu Sheng melambaikan tangannya, “tidak perlu. Jika memang kami memiliki takdir, kami pasti akan bertemu lagi cepat atau lambat.” “Kau ingin kemana? Aku tidak memiliki tujuan pasti, jika kau tidak keberatan bagaimana kalau kita jalan bersama.” “Sekte Pedang Jiwa sedang membuka pendaftaran untuk menerima murid baru. Aku ingin ke sana untuk mencari peruntungan.” Sekte Pedang Jiwa adalah sekte pedang nomor satu di daratan. Mereka akan membuka pendaftaran setiap 5 tahun sekali dan hanya murid dari generasi terbaik yang mereka terima. “Bagaimana kalau aku ikut denganmu?” “Apa kau juga tertarik untuk menjadi kultivator?” Shu Sheng menggelengkan kepalanya, “aku penasaran.” Mereka berdua berjalan beriringan menuju Sekte Pedang Jiwa. “Kenapa kau ingin menjadi kultivator?” tanya Shu Sheng di tengah-tengah perjalanan mereka. Guang Zhenzhu tersenyum miris mengingat masa lalunya, “aku ingin menjadi makhluk abadi. Aku tidak ingin mati.” “Aku sudah pernah melihat saudaraku dan orang tuaku tersiksa karena penyakit. Aku tidak ingin mengalami hal yang sama seperti yang mereka rasakan. Aku akan melakukan apapun untuk menjadi abadi.” Shu Sheng tidak menjawab perkataan Guang Zhenzhu, ia hanya diam mendengarkan Guang Zhenzhu menceritakan masa lalunya. Guang Zhenzhu terlahir dari keluarga biasa yang bekerja sebagai petani di sebuah desa terpencil, jauh dari perkotaan. Ia hidup berempat dengan kakak laki-lakinya dan orang tuanya. Awalnya hidup mereka baik-baik saja sampai terjadi sebuah wabah penyakit di desa tempat tinggal mereka dan lebih dari setengah populasi desa meninggal karena penyakit itu. Guang Zhenzhu melihat tubuh keluarganya yang awalnya sehat perlahan menjadi kurus, tersisa tulang dan kulit saja sampai mereka hanya bisa tiduran di atas kasur. Tidak bisa melakukan apa-apa sampai mereka semua meninggal. “Hari sudah malam, bagaimana kalau kita mencari penginapan dan melanjutkan perjalan besok,” tawar Guang Zhenzhu melihat langit yang sudah gelap. Shu Sheng mengangguk, ia belum tahu bagaimana hidup di dunia manusia. Mereka berjalan ke salah satu penginapan yang ada di desa itu. Pelayan yang ada di sana menyambut mereka dengan hangat. “Kami ingin memesan dua kamar,” ucap Guang Zhenzhu. “Dua kamar dengan satu kali makan malam enam koin emas,” ucap pelayan. Guang Zhenzhu menggebrak meja, “bukankah itu terlalu mahal? Biasanya dua koin perak sudah mendapatkan satu kamar. Tiga koin satu malam, bahkan penginapan mewah saja tidak berani mencatok harga seperti ini.” Pelayang tersenyum, “itu di hari biasa. Besok adalah hari Sekte Pedang Jiwa membuka pendaftaran murid baru jadi banyak pelanggan yang akan datang. Jika kalian tidak mau, tidak apa-apa. Kalian bisa mencari penginapan di tempat lain atau tidur di hutan karena meskipun kalian melanjutkan perjalanan ke kota, penginapan di sana sudah penuh semua.” Desa tempat mereka singgah adalah desa terdekat dengan kota tempat Sekte Pedang Jiwa berada. Banyak murid yang tidak mendapatkan penginapan di kota akan memilih tinggal di desa ini karena jaraknya yang hanya perlu berjalan kaki selama satu batang dupa penuh. “Baiklah, kami hanya memesan satu kamar,” Guang Zhenzhu menggertakkan giginya dan mengeluarkan semua uangnya untuk membayar penginapan satu malam. Shu Sheng mencegahnya, ia kembali mengeluarkan emas berbentuk daun lalu menyerahkannya pada pelayan. “Apa ini bisa untuk membayar dua kamar?” Pelayan mengambil emas itu lalu mengeceknya dengan hati-hati, “ya ya ya.” Pelayan menyimpan emas itu dan memberikan kembalian 50 koin emas pada Shu Sheng. “Kenapa kau memberiku uang?” “Daun emas ini mengandung energi spiritual tingkat tinggi. Setiap barang yang mengandung energi spiritual akan dihargai tergantung energi spiritual yang ada dalam barang tersebut. Emas yang kamu miliki bisa dihargai lima ratus atau lebih koin emas tapi kami hanya memiliki 50 koin emas ini sebagai kembalian.” “Kalau begitu kami tidak jadi menukarnya,” Guang Zhenzhu ingin kembali merebut emas daun itu tapi pelayan lebih cepat menghindarinya. “Tidak apa-apa. Kami akan menukarnya,” Guang Zhenzhu menatap Shu Sheng dengan tatapan tidak percaya.Shu Sheng mengikuti kedua bersaudara itu menuju Istana Phoenix untuk menemui Feng Huang.Setelah mereka sampai di Istana, Shu Sheng bisa melihat jika murid-murid yang diterima di tempat ini semuanya hanya perempuan. Saat pertama kali masuk, entah kenapa Shu Sheng tiba-tiba merasa seperti di rumah bordil.Banyak wanita yang melihat Shu Sheng menggodanya tapi untung Yue Ming dan Yu Lian mencoba menengahi para saudari mereka yang antusias."Semuanya, dia datang bukan untuk menemukan kalian," tegur Yue Ming pada saudarinya yang sudah mengerubungi Shu Sheng seperti manisan.Yue Ming dan Yu Lian menghela nafas melihat keantusiasan semuanya. Mereka berdua bahkan telah di dorong keluar oleh para wanita itu.Shu Sheng yang merasa jika para wanita di rumah bordil jauh lebih baik dari para murid di Istana Phoenix hanya bisa menghela nafas pasrah dikelilingi seperti ini. Ia berharap Yue Ming dan Yu Lian segera membawanya menemui Feng Huang secepatnya.Tidak memiliki pilihan lain, Yue Ming dan Yu
Tengah malam, semua orang telah terlelap dalam mimpinya termasuk Shu Sheng. Entah kenapa, malam ini suasananya sangat sunyi dan sepi.Di malam yang gelap gulita, ada sosok bayangan hitam yang melintas dengan cepat melewati Ibu Kota Kekasairan. Tidak ada yang menyadari bayangan itu kecuali satu orang.Shu Sheng yang sudah tertidur lelap tiba-tiba membuka matanya, langsung duduk dan menatap tajam pintu kamarnya.Jika ada seseorang di sini maka orang itu pasti berteriak melihat mata merah Shu Sheng yang menyala di gelapnya malam. Mata itu seperti mata seorang pembunuh yang menunggu mangsanya. Mata yang mirip darah membuat orang-orang menggigil melihatnya. Shu Sheng turun dari ranjangnya, berjalan keluar kamar mengikuti bayangan itu.Sosok bayangan itu berhenti di tengah kota, "siapa kau?" tanyanya waspada.Sosok Shu Sheng tersembunyi di balik bayangan gedung sehingga sosok itu hanya bisa melihat siluetnya. Tidak bisa mengenalinya.Perlahan, Shu Sheng berjalan maju menghampiri sosok itu.
Feng Huang berdekhem, ia menegak minumannya dengan pelan, tidak menjawab pertanyaan Shu Sheng.Saat Feng Huang sedang berusaha mencari alasan untuk menghindari pertanyaan Shu Sheng, tiba-tiba ada seorang wanita masuk dan menghampiri Feng Huang.“Ada apa?”“Yang Mulia, ada seseorang yang berkunjung dari Pavilliun Kabut Azure,” kata wanita itu.“Untuk apa mereka datang ke sini? Katakan jika aku sedang sibuk,” Feng Huang menolak bertemu mereka.“Tapi Yang Mulia, mereka bilang kalau ini penting. Perintah langsung dari Yang Mulia Dewa Qing Long.”Feng Huang mendengus, menghentakkan gelasnya, Shu Sheng terkejut, “apa lagi yang diinginkan pria kolot itu?!” kesalnya.“Yang Mulia, jika ada yang penting, anda bisa mengurusnya terlebih dahulu. Saya bisa menunggu,” kata Shu Sheng.Feng Huang menatap Shu Sheng, tiba-tiba memiliki sebuah ide di benaknya, “oh ya. Aku memang cukup sibuk hari ini. Bagaimana kalau kau kembali dulu, kita lanjutkan saja lain hari.”Shu Sheng yang berencana menunggu seben
Feng Huang mempersilahkan Shu Sheng untuk duduk dan menjelaskan tujuannya. Shu Sheng menundukkan kepalanya, duduk di depan Feng Huang."Katakan.""Yang Mulia, apa Yang Mulia pernah mendengar tentang masalah yang melimpah wilayah barat?""Jika yang kau maksud itu tentang gerbang dunia bawah yang terbuka kembali, aku sudah mendengarnya. Tapi apa hubungannya ini dan kedatanganmu?""Gerbang dunia bawah terbuka di Sekte Pedang Jiwa dan Raja Iblis Jiwa muncul di sana," jelas Shu Sheng."Iblis Jiwa? Diantara jenis Iblis, mereka adalah yang paling susah untuk dihadapi," Feng Huang menganggukkan kepalanya.Shu Sheng kemudian menceritakan semuanya termasuk penyamaran Bao Ziran dan identitas Mu Tian.Feng Huang terkejut mendengar perkataan Shu Sheng, "Bao Ziran yang sombong itu ingin menjadi murid Bai Hu?""Bukan murid tapi Yang Mulia Dewa Hakim hanya menyamar menjadi muridnya," koreksi Shu Sheng."Bukankah itu sama saja? Tidak peduli menyamar atau tidak, ia tetap mau menurunkan egonya.""Yang M
“Jadi bagaimana rencana kalian?” tanya Shu Sheng menatap kedua bersaudara itu. Yue Ming dan Yu Lian saling tersenyum, mereka menyuruh Shu Sheng menundukkan wajahnya untuk mendengarkan perkataan mereka. “Bagaimana kalau kau menyamar dan mengajak Pangeran Pertama ke Distrik Lampu Merah?” saran Yue Ming. Shu Sheng membelalakkan matanya, menatap mereka berdua, “distrik lampu merah?” tanyanya memastikan. Kedua wanita itu menganggukkan kepala mereka. Shu Sheng menggelengkan kepalanya tidak setuju. Ia tidak ingin menuruti kedua bersaudara itu. “Kau ingin bertemu Yang Mulia Feng Huang atau tidak?” “Aku bisa membantu kalian apapun tapi....” Meskipun Shu Sheng tidak tahu tempat apa yang disebut sebagai distrik lampu merah tapi dari namanya saja sudah membuat Shu Sheng merasa aneh. Seolah-olah tempat ini membawa banyak masalah. ***** Shu Sheng sekarang telah berganti pakaian menjadi jubah biru dengan kipas putih di tangannya. Ia berjalan santai sambil melambaikan kipasnya dengan pelan di
Awalnya Shu Sheng tidak ingin mengatakannya, tapi melihat kedua wanita itu menatapnya dengan tatapan tulus seperti itu membuat Shu Sheng tidak enak hati."Sebenarnya kedatanganku ke Ibu Kota Kekasairan adalah untuk menemui seseorang. Dia adalah tokoh penting dan sepertinya akan susah untuk bertemu dengannya.""Tuan Muda tidak perlu khawatir. Kami mengenal semua orang penting di kota ini. Katakan saja anda ingin bertemu dengan siapa, kami akan membuatkan janji untuk anda."Shu Sheng berkata, "aku ingin menemui Feng Huang. Aku dengar kalau dia tinggal di Istana Phoenix, tapi saat aku ke sana, aku diusir oleh penjaga. Tidak diizinkan masuk."Kedua kakak beradik itu saling tatap mendengar perkataan Shu Sheng. Sang kakak bertanya, "untuk apa Tuan Muda Shu menemui Yang Mulia Feng Huang?""Aku ingin menanyakan sesuatu padanya.""Apa Tuan Muda Shu tidak tahu kalau tidak sembarang orang bisa bertemu dengan Yang Mulia Feng Huang."Shu Sheng menggaruk pelipisnya yang tidak gatal. Meskipun ia tah