Hutan Musim Semi, tempat yang sangat sunyi dan hanya terdapat tumbuhan yang hidup di dalamnya. Hutan yang tidak tergabung dalam tiga alam. Hutan yang dianggap sangat sakral karena merupakan tempat Pohon Kehidupan berada.
Malam itu, langit di Hutan Musim Semi dipenuhi oleh aurora dan semua tanaman yang ada di sana melambai-lambai mengikuti terpaan angin seolah-olah mereka sedang merayakan sesuatu. Akar Pohon Kehidupan bergetar, dari dalam rongga akar yang berkilauan terdapat buah berwarna emas seolah melindungi buah tersebut. Akar itu melepaskan cengkeramannya secara perlahan sehingga memperlihatkan wujud utuhnya. Buah emas itu terkelupas sedikit demi sedikit memperlihatkan bayi mungil terbaring di dalamnya berlumur cahaya suci dan bayangan hitam yang berbaur. Tapi bayangan-bayangan itu ditekan oleh cahaya suci yang melindungi tubuh bayi tersebut sebelum perlahan menghilang. Mata bayi itu terbuka memperlihatkan matanya yang bersinar emas lalu berubah abu-abu dengan tatapan polos, tanpa emosi, kosong dan sunyi. “Shu Sheng.” Itu adalah nama yang diberikan langsung oleh alam yang artinya anak dari pohon suci. Anak yang dilahirkan dan diberkati oleh Pohon Suci. ‘Shu’ pohon dan ‘Sheng’ suci. Bayi Shu Sheng hanya menatap langit dengan mata kosongnya. Ia tidak menangis ataupun tertawa. Daun Pohon Kehidupan jatuh di pipi bayi tersebut, ingin menghiburnya yang berhasil membuatnya tertawa. Pohon Kehidupan kemudian menjatuhkan daunnya satu per satu untuk menghibur anak itu dan cahaya yang mengelilingi tubuhnya memudar secara perlahan. Semua tanaman yang ada di sana juga ikut melambaikan daun dan bunga mereka seolah ingin ikut menghibur bayi kecil yang baru lahir itu. Sejak saat itu ia tetap tinggal di Hutan Musim Semi bersama dengan Pohon Kehidupan dan tanaman yang lainnya. Ia tidak memiliki keluarga jadi ia hanya menganggap Pohon Kehidupan dan semua tanaman yang ada di sana sebagai keluarga dan temannya. Shu Sheng tidak pernah belajar berbicara dari manusia tetapi ia bisa memahami desiran angin dan bisikan tanaman. Setiap saat, ia hanya bermain dengan anggrek liar dan tidur di samping Pohon Kehidupan yang telah melahirkannya. Setiap malam, Pohon Kehidupan akan selalu menyelimuti Shu Sheng dengan akarnya dan melindunginya dari angin malam yang dingin. Saat ia lapar, buah-buahan yang sudah matang akan jatuh di depannya. Ketika ia sakit, daun Pohon Kehidupan akan membelai tubuhnya. Setiap pagi, Shu Sheng bangun dan menyentuh kulit Pohon Kehidupan seolah mengatakan selamat pagi. Setiap malam, ia akan tidur dan ditemani oleh nyanyian ranting-ranting dan dedaunan yang ada di sana. Hari berganti hari, bulan berganti bulan dan tahun berganti tahun. Shu Sheng sekarang berusia 20 tahun. Ia kini tumbuh menjadi pemuda yang tampan. Wajahnya putih bersih, rambutnya panjang dan hitam seperti langit malam dan kulitnya putih pucat seperti cahaya bulan purnama. Shu Sheng sejak lahir tidak pernah meninggalkan Hutan Musim Semi. Ia belum pernah bertemu makhluk yang mirip seperti dirinya. Suatu malam, Shu Sheng duduk bersama dengan bunga-bunga yang ada di sana. Ia bertanya, “kenapa aku tidak seperti kalian?” Hening. Tidak ada yang menjawab pertanyaan yang diajukan Shu Sheng. Shu Sheng memejamkan matanya menikmati desiran angin menyapu wajahnya sampai ia tertidur secara tidak sadar. Hari itu, ia merasa ada sesuatu yang berubah. Untuk pertama kalinya dirinya bermimpi. Ia bermimpi tentang dunia yang kacau dan dirinya berdiri di tengah-tengah kekacauan itu. Raungan dan lolongan kesakitan terdengar menggema di telinganya membuat telinganya berdengung. Shu Sheng melihat makhluk yang mirip dengannya meraung-raung kesakitan tetapi kakinya seperti terpaku di tanah, tidak bisa bergerak maju untuk menyelamatkannya. “Akhirnya....” Shu Sheng terbangun dengan baju yang sudah penuh dengan keringat, nafasnya ngos-ngosan. Ia tidak tahu mimpi buruk apa yang telah dialaminya. Shu Sheng melihat matahari pagi yang sudah terbit. Ia berdiri dari dudukannya dan pergi ke Pohon Kehidupan untuk menyapanya seperti biasa. Shu Sheng menatap Pohon Kehidupan dengan tatapan bingung. Ia bisa merasakan rasa tertekan dan sedih yang dimiliki oleh pohon itu. “Tadi malam aku bermimpi, aku melihat ada makhluk yang mirip denganku tapi mereka hidup menderita. Sebenarnya apakah di luar sana ada makhluk yang sama seperti diriku?” tanya Shu Sheng. Pohon Kehidupan melambaikan daunnya dan mengusap lembut Pipi Shu Sheng dengan lembut untuk menenangkan emosi Shu Sheng yang sedang gelisah. Angin berdesir membawa sebuah pesan dari alam. Shu Sheng merasakan angin itu melewati tubuhnya membuat rambut hitam panjangnya berkibar. Setelah angin itu menyampaikan pesannya, ia bisa tahu kalau waktunya sudah tiba. Saatnya dirinya meninggalkan Hutan Musim Semi. Shu Sheng mendekatkan dirinya pada Pohon Kehidupan yang bersedih untuknya dan meletakkan pipinya di batang pohon itu dalam posisi memeluk. “Sudah saatnya aku melihat dunia,” gumam Shu Sheng menenangkan Pohon Kehidupan. Ia tahu jika kehendak alam adalah mutlak dan sekarang waktunya ia keluar untuk menjalankan tugasnya sebagai Benih Pohon Kehidupan meskipun dirinya sendiri tidak tahu tugas apa yang dimaksud. ***** Shu Sheng berjalan di sekitar pasar hiruk pikuk. Ia melihat makhluk yang mirip dengannya sedang menjajakan dagangannya. Ia baru pertama kali melihat manusia dan menatap pasar itu dengan tatapan takjub. Shu Sheng terus berjalan sampai ia mendengar teriakan seorang pria paru baya yang sedang marah-marah. Karena penasaran, ia mendekat dan melihat pria itu sedang memarahi anak kecil yang berusia sekitar sepuluh tahun. Shu Sheng yang iba langsung melerai mereka tetapi pria itu bukannya minta maaf tetapi ikut memarahi Shu Sheng. “Siapa kau? Apa kau keluarganya?” teriak pria itu di depan wajah Shu Sheng. Shu Sheng yang merasakan telinganya hampir tuli mendengar teriakan pria itu memejamkan matanya sejenak untuk menenangkan dirinya. “Kenapa bapak memarahi anak ini?” tanya Shu Shen dengan lembut. “Dia sudah mencuri rotiku. Jika kau keluarganya sebaiknya kau membayarnya,” marah pria paru baya. Shu Sheng memiringkan kepalanya dengan bingung, “roti?” ia tidak tahu jenis spesialis apa yang dimaksud roti itu. Shu Sheng kemudian menatap pria paru baya dan anak itu secara bergantian sampai tatapannya jatuh ke sebuah benda berwarna cokelat yang dipeluk erat oleh anak itu. “Apa yang kau pegang itu adalah roti?” tanya Shu Sheng yang melihat benda asing yang dipegang oleh anak kecil. Anak kecil itu menganggukkan kepalanya dengan pelan. “Sudah! Jika kau tidak bisa membayar roti itu maka kembalikan sini,” pria paru baya itu kembali ingin merebut rotinya tapi anak kecil itu juga tetap memeluknya dengan erat. Shu Sheng yang melihat pertengkaran itu menahan pria paru baya, “bagaimana kita membayar roti itu?” “Tentu saja kau harus membayarnya dengan uang.” “Uang? Apa itu?” Anak kecil itu menarik-narik baju Shu Sheng lalu menunjukkan sebuah koin berbentuk lingkaran berwarna cokelat. “Uang,” bisik anak kecil itu. Shu Sheng menatap pria paru baya lalu berkata dengan polosnya, “aku tidak punya uang.” “Kalau begitu minggir dari sini.”Shu Sheng mengikuti kedua bersaudara itu menuju Istana Phoenix untuk menemui Feng Huang.Setelah mereka sampai di Istana, Shu Sheng bisa melihat jika murid-murid yang diterima di tempat ini semuanya hanya perempuan. Saat pertama kali masuk, entah kenapa Shu Sheng tiba-tiba merasa seperti di rumah bordil.Banyak wanita yang melihat Shu Sheng menggodanya tapi untung Yue Ming dan Yu Lian mencoba menengahi para saudari mereka yang antusias."Semuanya, dia datang bukan untuk menemukan kalian," tegur Yue Ming pada saudarinya yang sudah mengerubungi Shu Sheng seperti manisan.Yue Ming dan Yu Lian menghela nafas melihat keantusiasan semuanya. Mereka berdua bahkan telah di dorong keluar oleh para wanita itu.Shu Sheng yang merasa jika para wanita di rumah bordil jauh lebih baik dari para murid di Istana Phoenix hanya bisa menghela nafas pasrah dikelilingi seperti ini. Ia berharap Yue Ming dan Yu Lian segera membawanya menemui Feng Huang secepatnya.Tidak memiliki pilihan lain, Yue Ming dan Yu
Tengah malam, semua orang telah terlelap dalam mimpinya termasuk Shu Sheng. Entah kenapa, malam ini suasananya sangat sunyi dan sepi.Di malam yang gelap gulita, ada sosok bayangan hitam yang melintas dengan cepat melewati Ibu Kota Kekasairan. Tidak ada yang menyadari bayangan itu kecuali satu orang.Shu Sheng yang sudah tertidur lelap tiba-tiba membuka matanya, langsung duduk dan menatap tajam pintu kamarnya.Jika ada seseorang di sini maka orang itu pasti berteriak melihat mata merah Shu Sheng yang menyala di gelapnya malam. Mata itu seperti mata seorang pembunuh yang menunggu mangsanya. Mata yang mirip darah membuat orang-orang menggigil melihatnya. Shu Sheng turun dari ranjangnya, berjalan keluar kamar mengikuti bayangan itu.Sosok bayangan itu berhenti di tengah kota, "siapa kau?" tanyanya waspada.Sosok Shu Sheng tersembunyi di balik bayangan gedung sehingga sosok itu hanya bisa melihat siluetnya. Tidak bisa mengenalinya.Perlahan, Shu Sheng berjalan maju menghampiri sosok itu.
Feng Huang berdekhem, ia menegak minumannya dengan pelan, tidak menjawab pertanyaan Shu Sheng.Saat Feng Huang sedang berusaha mencari alasan untuk menghindari pertanyaan Shu Sheng, tiba-tiba ada seorang wanita masuk dan menghampiri Feng Huang.“Ada apa?”“Yang Mulia, ada seseorang yang berkunjung dari Pavilliun Kabut Azure,” kata wanita itu.“Untuk apa mereka datang ke sini? Katakan jika aku sedang sibuk,” Feng Huang menolak bertemu mereka.“Tapi Yang Mulia, mereka bilang kalau ini penting. Perintah langsung dari Yang Mulia Dewa Qing Long.”Feng Huang mendengus, menghentakkan gelasnya, Shu Sheng terkejut, “apa lagi yang diinginkan pria kolot itu?!” kesalnya.“Yang Mulia, jika ada yang penting, anda bisa mengurusnya terlebih dahulu. Saya bisa menunggu,” kata Shu Sheng.Feng Huang menatap Shu Sheng, tiba-tiba memiliki sebuah ide di benaknya, “oh ya. Aku memang cukup sibuk hari ini. Bagaimana kalau kau kembali dulu, kita lanjutkan saja lain hari.”Shu Sheng yang berencana menunggu seben
Feng Huang mempersilahkan Shu Sheng untuk duduk dan menjelaskan tujuannya. Shu Sheng menundukkan kepalanya, duduk di depan Feng Huang."Katakan.""Yang Mulia, apa Yang Mulia pernah mendengar tentang masalah yang melimpah wilayah barat?""Jika yang kau maksud itu tentang gerbang dunia bawah yang terbuka kembali, aku sudah mendengarnya. Tapi apa hubungannya ini dan kedatanganmu?""Gerbang dunia bawah terbuka di Sekte Pedang Jiwa dan Raja Iblis Jiwa muncul di sana," jelas Shu Sheng."Iblis Jiwa? Diantara jenis Iblis, mereka adalah yang paling susah untuk dihadapi," Feng Huang menganggukkan kepalanya.Shu Sheng kemudian menceritakan semuanya termasuk penyamaran Bao Ziran dan identitas Mu Tian.Feng Huang terkejut mendengar perkataan Shu Sheng, "Bao Ziran yang sombong itu ingin menjadi murid Bai Hu?""Bukan murid tapi Yang Mulia Dewa Hakim hanya menyamar menjadi muridnya," koreksi Shu Sheng."Bukankah itu sama saja? Tidak peduli menyamar atau tidak, ia tetap mau menurunkan egonya.""Yang M
“Jadi bagaimana rencana kalian?” tanya Shu Sheng menatap kedua bersaudara itu. Yue Ming dan Yu Lian saling tersenyum, mereka menyuruh Shu Sheng menundukkan wajahnya untuk mendengarkan perkataan mereka. “Bagaimana kalau kau menyamar dan mengajak Pangeran Pertama ke Distrik Lampu Merah?” saran Yue Ming. Shu Sheng membelalakkan matanya, menatap mereka berdua, “distrik lampu merah?” tanyanya memastikan. Kedua wanita itu menganggukkan kepala mereka. Shu Sheng menggelengkan kepalanya tidak setuju. Ia tidak ingin menuruti kedua bersaudara itu. “Kau ingin bertemu Yang Mulia Feng Huang atau tidak?” “Aku bisa membantu kalian apapun tapi....” Meskipun Shu Sheng tidak tahu tempat apa yang disebut sebagai distrik lampu merah tapi dari namanya saja sudah membuat Shu Sheng merasa aneh. Seolah-olah tempat ini membawa banyak masalah. ***** Shu Sheng sekarang telah berganti pakaian menjadi jubah biru dengan kipas putih di tangannya. Ia berjalan santai sambil melambaikan kipasnya dengan pelan di
Awalnya Shu Sheng tidak ingin mengatakannya, tapi melihat kedua wanita itu menatapnya dengan tatapan tulus seperti itu membuat Shu Sheng tidak enak hati."Sebenarnya kedatanganku ke Ibu Kota Kekasairan adalah untuk menemui seseorang. Dia adalah tokoh penting dan sepertinya akan susah untuk bertemu dengannya.""Tuan Muda tidak perlu khawatir. Kami mengenal semua orang penting di kota ini. Katakan saja anda ingin bertemu dengan siapa, kami akan membuatkan janji untuk anda."Shu Sheng berkata, "aku ingin menemui Feng Huang. Aku dengar kalau dia tinggal di Istana Phoenix, tapi saat aku ke sana, aku diusir oleh penjaga. Tidak diizinkan masuk."Kedua kakak beradik itu saling tatap mendengar perkataan Shu Sheng. Sang kakak bertanya, "untuk apa Tuan Muda Shu menemui Yang Mulia Feng Huang?""Aku ingin menanyakan sesuatu padanya.""Apa Tuan Muda Shu tidak tahu kalau tidak sembarang orang bisa bertemu dengan Yang Mulia Feng Huang."Shu Sheng menggaruk pelipisnya yang tidak gatal. Meskipun ia tah