Share

Bab 2: Kelahiran

Penulis: Apni Achnai
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-11 21:55:30

Hutan Musim Semi, tempat yang sangat sunyi dan hanya terdapat tumbuhan yang hidup di dalamnya. Hutan yang tidak tergabung dalam tiga alam. Hutan yang dianggap sangat sakral karena merupakan tempat Pohon Kehidupan berada.

Malam itu, langit di Hutan Musim Semi dipenuhi oleh aurora dan semua tanaman yang ada di sana melambai-lambai mengikuti terpaan angin seolah-olah mereka sedang merayakan sesuatu.

Akar Pohon Kehidupan bergetar, dari dalam rongga akar yang berkilauan terdapat buah berwarna emas seolah melindungi buah tersebut. Akar itu melepaskan cengkeramannya secara perlahan sehingga memperlihatkan wujud utuhnya.

Buah emas itu terkelupas sedikit demi sedikit memperlihatkan bayi mungil terbaring di dalamnya berlumur cahaya suci dan bayangan hitam yang berbaur. Tapi bayangan-bayangan itu ditekan oleh cahaya suci yang melindungi tubuh bayi tersebut sebelum perlahan menghilang.

Mata bayi itu terbuka memperlihatkan matanya yang bersinar emas lalu berubah abu-abu dengan tatapan polos, tanpa emosi, kosong dan sunyi.

“Shu Sheng.”

Itu adalah nama yang diberikan langsung oleh alam yang artinya anak dari pohon suci. Anak yang dilahirkan dan diberkati oleh Pohon Suci. ‘Shu’ pohon dan ‘Sheng’ suci.

Bayi Shu Sheng hanya menatap langit dengan mata kosongnya. Ia tidak menangis ataupun tertawa.

Daun Pohon Kehidupan jatuh di pipi bayi tersebut, ingin menghiburnya yang berhasil membuatnya tertawa.

Pohon Kehidupan kemudian menjatuhkan daunnya satu per satu untuk menghibur anak itu dan cahaya yang mengelilingi tubuhnya memudar secara perlahan.

Semua tanaman yang ada di sana juga ikut melambaikan daun dan bunga mereka seolah ingin ikut menghibur bayi kecil yang baru lahir itu.

Sejak saat itu ia tetap tinggal di Hutan Musim Semi bersama dengan Pohon Kehidupan dan tanaman yang lainnya. Ia tidak memiliki keluarga jadi ia hanya menganggap Pohon Kehidupan dan semua tanaman yang ada di sana sebagai keluarga dan temannya.

Shu Sheng tidak pernah belajar berbicara dari manusia tetapi ia bisa memahami desiran angin dan bisikan tanaman. Setiap saat, ia hanya bermain dengan anggrek liar dan tidur di samping Pohon Kehidupan yang telah melahirkannya.

Setiap malam, Pohon Kehidupan akan selalu menyelimuti Shu Sheng dengan akarnya dan melindunginya dari angin malam yang dingin.

Saat ia lapar, buah-buahan yang sudah matang akan jatuh di depannya. Ketika ia sakit, daun Pohon Kehidupan akan membelai tubuhnya.

Setiap pagi, Shu Sheng bangun dan menyentuh kulit Pohon Kehidupan seolah mengatakan selamat pagi. Setiap malam, ia akan tidur dan ditemani oleh nyanyian ranting-ranting dan dedaunan yang ada di sana.

Hari berganti hari, bulan berganti bulan dan tahun berganti tahun. Shu Sheng sekarang berusia 20 tahun. Ia kini tumbuh menjadi pemuda yang tampan.

Wajahnya putih bersih, rambutnya panjang dan hitam seperti langit malam dan kulitnya putih pucat seperti cahaya bulan purnama.

Shu Sheng sejak lahir tidak pernah meninggalkan Hutan Musim Semi. Ia belum pernah bertemu makhluk yang mirip seperti dirinya.

Suatu malam, Shu Sheng duduk bersama dengan bunga-bunga yang ada di sana. Ia bertanya, “kenapa aku tidak seperti kalian?”

Hening. Tidak ada yang menjawab pertanyaan yang diajukan Shu Sheng.

Shu Sheng memejamkan matanya menikmati desiran angin menyapu wajahnya sampai ia tertidur secara tidak sadar.

Hari itu, ia merasa ada sesuatu yang berubah. Untuk pertama kalinya dirinya bermimpi.

Ia bermimpi tentang dunia yang kacau dan dirinya berdiri di tengah-tengah kekacauan itu. Raungan dan lolongan kesakitan terdengar menggema di telinganya membuat telinganya berdengung.

Shu Sheng melihat makhluk yang mirip dengannya meraung-raung kesakitan tetapi kakinya seperti terpaku di tanah, tidak bisa bergerak maju untuk menyelamatkannya.

“Akhirnya....”

Shu Sheng terbangun dengan baju yang sudah penuh dengan keringat, nafasnya ngos-ngosan. Ia tidak tahu mimpi buruk apa yang telah dialaminya.

Shu Sheng melihat matahari pagi yang sudah terbit. Ia berdiri dari dudukannya dan pergi ke Pohon Kehidupan untuk menyapanya seperti biasa.

Shu Sheng menatap Pohon Kehidupan dengan tatapan bingung. Ia bisa merasakan rasa tertekan dan sedih yang dimiliki oleh pohon itu.

“Tadi malam aku bermimpi, aku melihat ada makhluk yang mirip denganku tapi mereka hidup menderita. Sebenarnya apakah di luar sana ada makhluk yang sama seperti diriku?” tanya Shu Sheng.

Pohon Kehidupan melambaikan daunnya dan mengusap lembut Pipi Shu Sheng dengan lembut untuk menenangkan emosi Shu Sheng yang sedang gelisah.

Angin berdesir membawa sebuah pesan dari alam. Shu Sheng merasakan angin itu melewati tubuhnya membuat rambut hitam panjangnya berkibar.

Setelah angin itu menyampaikan pesannya, ia bisa tahu kalau waktunya sudah tiba. Saatnya dirinya meninggalkan Hutan Musim Semi.

Shu Sheng mendekatkan dirinya pada Pohon Kehidupan yang bersedih untuknya dan meletakkan pipinya di batang pohon itu dalam posisi memeluk.

“Sudah saatnya aku melihat dunia,” gumam Shu Sheng menenangkan Pohon Kehidupan.

Ia tahu jika kehendak alam adalah mutlak dan sekarang waktunya ia keluar untuk menjalankan tugasnya sebagai Benih Pohon Kehidupan meskipun dirinya sendiri tidak tahu tugas apa yang dimaksud.

*****

Shu Sheng berjalan di sekitar pasar hiruk pikuk. Ia melihat makhluk yang mirip dengannya sedang menjajakan dagangannya. Ia baru pertama kali melihat manusia dan menatap pasar itu dengan tatapan takjub.

Shu Sheng terus berjalan sampai ia mendengar teriakan seorang pria paru baya yang sedang marah-marah. Karena penasaran, ia mendekat dan melihat pria itu sedang memarahi anak kecil yang berusia sekitar sepuluh tahun.

Shu Sheng yang iba langsung melerai mereka tetapi pria itu bukannya minta maaf tetapi ikut memarahi Shu Sheng.

“Siapa kau? Apa kau keluarganya?” teriak pria itu di depan wajah Shu Sheng.

Shu Sheng yang merasakan telinganya hampir tuli mendengar teriakan pria itu memejamkan matanya sejenak untuk menenangkan dirinya.

“Kenapa bapak memarahi anak ini?” tanya Shu Shen dengan lembut.

“Dia sudah mencuri rotiku. Jika kau keluarganya sebaiknya kau membayarnya,” marah pria paru baya.

Shu Sheng memiringkan kepalanya dengan bingung, “roti?” ia tidak tahu jenis spesialis apa yang dimaksud roti itu.

Shu Sheng kemudian menatap pria paru baya dan anak itu secara bergantian sampai tatapannya jatuh ke sebuah benda berwarna cokelat yang dipeluk erat oleh anak itu.

“Apa yang kau pegang itu adalah roti?” tanya Shu Sheng yang melihat benda asing yang dipegang oleh anak kecil.

Anak kecil itu menganggukkan kepalanya dengan pelan.

“Sudah! Jika kau tidak bisa membayar roti itu maka kembalikan sini,” pria paru baya itu kembali ingin merebut rotinya tapi anak kecil itu juga tetap memeluknya dengan erat.

Shu Sheng yang melihat pertengkaran itu menahan pria paru baya, “bagaimana kita membayar roti itu?”

“Tentu saja kau harus membayarnya dengan uang.”

“Uang? Apa itu?”

Anak kecil itu menarik-narik baju Shu Sheng lalu menunjukkan sebuah koin berbentuk lingkaran berwarna cokelat.

“Uang,” bisik anak kecil itu.

Shu Sheng menatap pria paru baya lalu berkata dengan polosnya, “aku tidak punya uang.”

“Kalau begitu minggir dari sini.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Penjaga Keseimbangan: Takdir Dewa dan Iblis   Bab 9: Liu Jing

    Bao Ziran tiba-tiba membuka matanya dan menatap ke kedalaman hutan yang gelap. Ia merasakan jika ada seseorang yang mendekat.Bao Ziran hanya berdiri diam, berbaur dengan kegelapan malam sambil terus menatap ke arah itu sampai sebuah siluet seorang pemuda muncul.“Murid Sekte Pedang Jiwa?” ucap Bao Ziran dengan suara pelan.Pemuda itu tersentak dan langsung menatap Bao Ziran dengan tatapan waspada, mempersiapkan kuda-kudanya jika orang asing itu menyerangnya.Pemuda itu mengerutkan alisnya saat melihat sosok Bao Ziran yang berbaur dengan malam, pasalnya ia tidak menyadari kehadiran sosok itu sampai ia menyapanya. Sepertinya orang itu bukanlah orang sembarangan.“Siapa kau? Bagaimana kau tahu kalau aku murid Sekte Pedang Jiwa?”“Kau memamerkan lambang di pinggangmu. Hanya orang buta yang tidak bisa melihatnya.”Pemuda itu menundukkan kepalanya melihat lambang muridnya yang memang masih terpasang di pinggangnya. Meskipun ia keluar, ia tidak pernah melepaskan lambang itu.“Siapa kau?” ta

  • Penjaga Keseimbangan: Takdir Dewa dan Iblis   Bab 8: Pertemuan

    Shu Sheng terusik dengan cahaya matahari yang memasuki kamarnya. Ia bangun dan melihat matahari sudah tinggi di atas langit.“Sepertinya aku ketiduran,” gumamnya bangun dari tempat tidurnya.Ia menggunakan sihir pembersih untuk membersihkan dirinya lalu berjalan keluar dari kamarnya.Setiap siswa yang diterima oleh Sekte Pedang Jiwa mendapat kamar sendiri jadi mereka tidak perlu khawatir untuk berbagi privasi dengan orang lain, meskipun kamar itu tidak besar tapi setidaknya cukup untuk satu orang.Shu Sheng berjalan menuju ruang kelas karena ia ingat jika hari ini, ia dan murid baru lainnya akan mulai belajar tentang dasar-dasar kultivasi yang dibimbing langsung oleh salah satu tetua. Terkadang, ada juga murid lama yang ikut untuk memperdalam pengetahuan mereka.Saat Shu Sheng masuk, ia hanya melihat seorang murid wanita yang sedang membersihkan bukunya, sepertinya murid itu juga bersiap untuk pergi.“Shijie, apakah pelajarannya belum dimulai?” tanya Shu Sheng pada murid itu.“Ah Shu

  • Penjaga Keseimbangan: Takdir Dewa dan Iblis   Bab 7: Penyelidikan Sang Hakim

    Shu Sheng tahu jika ia tidak bisa menyelidiki hutan ini selama mereka bertiga masih ada di sana. Ia belum bisa menunjukkan identitasnya. Selain itu, makhluk ilahi sepertinya dilarang ikut campur urusan manusia tanpa sebab. Jika sampai diketahui oleh Dewa Hakim, ia bisa dihukum.Shu Sheng memperhatikan lambang di giok kedua orang berjubah putih itu. Ia mengerutkan alisnya saat merasa jika lambang tersebut tidak asing.“Bukankah itu lambang dari Keluarga Bai yang datang ke kota kemarin?” gumamnya pada dirinya sendiri.“Sepertinya kedatangan Keluarga Bai ke tempat ini karena energi aneh itu.”Shu Sheng menggunakan kekuatannya untuk berbaur dengan alam untuk mengelabui mereka dan pergi dari sana tanpa disadari oleh siapapun.*****Bao Ziran berjalan di dunia manusia dan melihat pemandangan yang sangat berbeda saat terakhir kali ia datang ke dunia ini. Sepertinya jejak pertempurannya dengan Hua Chunghua sudah menghilang mengikuti jejak waktu.Tanpa disadari oleh siapapun, Bao Ziran melinta

  • Penjaga Keseimbangan: Takdir Dewa dan Iblis   Bab 6: Hasil Seleksi

    “Kamu masih muda dan memiliki bakat yang bagus,” puji Mu Tian pada Shu Sheng.Shu Sheng melepaskan tangannya pada bola itu, hanya membalas Mu Tian dengan senyuman sopan.“Berikutnya,” Shu Sheng kembali ke posisi awalnya dan langsung disambut heboh oleh Guang Zhenzhu.“Shixiong memujimu. Aku rasa kau akan lolos kali ini,” puji Guang Zhenzhu menepuk pundak Shu Sheng. Shu Sheng hanya mengangguk singkat, ia terus mencuri pandang arah dimana ia merasakan perasaan aneh itu.Sekarang giliran Guang Zhenzhu. Guang Zhenzhu maju dengan percaya diri dan meletakkan tangannya di atas bola itu. Bola itu bersinar terang, sinarnya memiliki rasa penindasan yang kuat.Mu Tian dan para tetua yang melihat itu mengerutkan alis mereka, menatap Guang Zhenzhu dengan tatapan yang rumit.“Dia memiliki bakat yang bagus tapi aura ini,” salah satu penatua menggelengkan kepalanya pelan melihat bola yang disentuh Guang Zhenzhu.Mu Tian mencuri pandang pada penatua dan mendapatkan gelengan pelan dari mereka. Mu Tian

  • Penjaga Keseimbangan: Takdir Dewa dan Iblis   Bab 5: Tes Akhir

    Shu Sheng dan Guang Zhenzhu terus menaiki tangga Sekte Pedang Jiwa yang terasa tidak ada ujungnya. Sudah banyak peserta yang tumbang saking lelahnya. Shu Sheng menatap tangga di atas mereka yang masih tidak terlihat ujungnya.“Apa ini benar-benar memiliki ujung?” keluh seorang peserta yang berjalan tidak jauh dari posisinya.“Huh. Aku tidak bisa lagi melanjutkannya,” seorang peserta wanita duduk dan menselonjorkan kakinya.“Apa kau sudah lelah?” tanya Shu Sheng pada Guang Zhenzhu saat melihat keringatnya sudah membasahi bajunya.Guang Zhenzhu menggelengkan kepalanya, “aku masih bisa melanjutkannya. Aku tidak akan menyerah di tengah jalan. Rintangan ini tidak bisa menyurutkan tekadku untuk mencapai keabadian.”Shu Sheng menggelengkan kepalanya dan lanjut berjalan bersama Guang Zhenzhu dan beberapa peserta lainnya yang tersisa.“Huh huh Tuan Muda ini, apa kau tidak lelah? Aku bahkan huh tidak melihat keringat di wajahmu,” ucap salah satu peserta muda yang berjalan di samping Shu Sheng.

  • Penjaga Keseimbangan: Takdir Dewa dan Iblis   Bab 4: Sekte Pedang Jiwa

    Shu Sheng dan Guang Zhenzhu diantar ke kamar mereka oleh pelayan itu. Mereka memasuki kamar mereka tapi Guang Zhenzhu yang tidak bisa tenang pergi ke kamar Shu Sheng, mengetuk pintunya.Shu Sheng mempersilahkan Guang Zhenzhu masuk.“Ada apa?”“Kenapa kau memberikan emas itu pada mereka? Kita bisa menjualnya di kota dengan harga yang lebih mahal.”Shu Sheng tersenyum, tidak menjawab. Ia tidak bisa mengatakan kalau dirinya memiliki lebih dari satu emas seperti itu.“Kau memiliki emas yang memiliki energi spiritual. Darimana kau mendapatkan emas seperti ini?”“Tempat tinggalku.”Guang Zhenzhu mendengus, “kau sepertinya tinggal di tempat yang sangat nyaman.”“Ya. Bisa dibilang seperti itu.”Guang Zhenzhu menatap Shu Sheng dengan tatapan serius, “kenapa?” tanya Shu Sheng tidak tahan dengan tatapan Guang Zhenzhu yang mencoba menyelidiki dirinya.“Kau pasti Tuan Muda yang sedang keluar mencari pengalamankan?!”Shu Sheng mengerutkan alisnya bingung.“Kau tidak tahu tentang uang tapi kau memil

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status