Sehari sebelum pertemuan pertama Bening dengan Arga berlangsung. Telah terjadi kekacauan besar di salah satu ruangan yang berada di gedung teratas Ramiro group. Tepatnya di ruangan milik pewaris tunggal kerajaan bisnis ini.
Prang ... prang ... prang ...!
Suara benda jatuh dan terbentur dinding terdengar sangat jelas oleh indera pendengaran.
"Pria itu sudah tidak menghargai keberadaan ku lagi. Aku muak dengan semua ini. Aagghhhh!" teriaknya dengan kembali membanting apapun yang ada di dekatnya.
Ruangan itu tak ubahnya seperti kapal pecah dengan kertas yang bertebaran di mana-mana. Lantai yang dipenuhi dengan serpihan beling akibat pajangan bermaterial kaca yang telah dibanting hingga hancur berkeping-keping.
"Sial ...! Pria itu sudah benar-benar menguji kesabaranku. Lihat saja aku tidak akan pernah tinggal diam dengan semua ini!" Arga mengepalkan tangannya kuat guna sedikit menguraikan amarahnya.
Tidak ada satu orang pun yang berani mendekat, mereka hanya mampu mendengar keributan itu dari balik pintu yang tertutup rapat. Hingga-
Ceklek-
"Apa dengan menghancurkan seisi ruangan bisa membuatmu tenang dan memiliki apa yang kau inginkan?!" Suara wanita yang begitu Arga kenali tertangkap oleh indera pendengarannya.
Langkah kaki yang dibalut sepatu heels setinggi 7 cm itu tengah mendekat ke arah Arga berdiri saat ini.
"Apa yang Mommy lakukan di sini?" tanya Arga dengan suara yang terkesan dingin kepada wanita yang telah melahirkannya itu.
"Tentu saja untuk memberikan solusi kepada anak kesayangan Mommy," jawab wanita itu tegas. Yang membuat Arga langsung mengalihkan perhatiannya kepada wanita itu.
"Apa maksud Mommy? Jangan berbelit-belit."
"Mommy sudah menyiapkan calon istri untuk kamu, Sayang."
"Apa Mommy sudah gila. Berapa kali aku katakan aku tidak menginginkan pernikahan! Bukankah Mommy sendiri tahu jika aku sangat membenci sebuah komitmen!" Pria muda itu menggeram menahan amarah. Itu bisa terlihat dari rahangnya yang tampak mengeras.
"Dengarkan Mommy dulu, Sayang. Menikahlah demi warisan yang sebentar lagi akan berada di dalam genggaman tanganmu."
"Persetan dengan warisan. Aku tidak peduli dan aku tidak menginginkannya!" tegas Arga.
"Tapi kau membutuhkannya Sayang. Kita membutuhkannya!" ucap Nyonya Diana menekankan kata terakhirnya.
"Itu semua keinginan Mommy bukan keinginanku!"
"Percayalah jika kau mau menikahi gadis ini. Warisan itu akan jatuh ke tanganmu dan kau tidak akan tergantung lagi kepada Papi-mu. Bukankah itu yang kau inginkan sejak lama?!"
"Aku tidak pernah bergantung kepada pria itu atau siapapun. Karena sudah sejak lama aku merasa sudah tidak punya Ayah! Aku sudah tidak pernah peduli lagi dengan pria itu. Apakah selama ini dia masih menganggapku ada ataupun tidak?!"
Nyonya Diana hanya mendengus kecil mendengar pernyataan sang putra yang tidak pernah akur dengan Ayahnya sendiri. Sulit dipercaya namun itulah kenyataan-nya.
"Terlepas bagaimana hubunganmu dengan Papimu, semuanya akan lebih mudah jika Ramiro group sudah sepenuhnya berada di tanganmu. Dan gadis yang akan kamu nikahi nanti akan memuluskan jalan kita untuk menggapai-nya!"
"Kenapa Mommy yakin sekali?!"
"Karena kamu tidak perlu menikahi gadis itu selamanya. Setelah urusan harta warisan itu beres, terserah padamu mau berbuat apa kepada gadis itu."
"Apa gadis itu bisa dikendalikan?!"
"Tentu saja. Karena Mommy membelinya hanya dalam jangka waktu satu tahun!"
"Apa Mommy benar-benar menginginkan warisan itu?!"
"Tentu Sayang. Untuk masa depan kita berdua. Terutama kamu Sayang." Pria muda itu hanya tersenyum sinis mendengar jawaban Mommy-nya tadi.
"Sejak kapan kalian mulai peduli dengan keberadaanku?!" tanya Arga sarkas.
"Maksud kamu apa Sayang? Mana mungkin Mommy mengingkari keberadaan anak kesayangan Mommy sendiri, yang merupakan anak Mommy satu-satunya."
"Benarkah? Bukan kah selama ini kalian selalu sibuk dengan urusan kalian masing-masing. Kemudian Mommy tiba-tiba datang mencemaskan masa depan Arga dan harta warisan itu," ucap Arga dengan sedikit menarik bibirnya seperti mengejek.
"Kau salah paham Sayang. Jangan pernah berfikir seperti itu tentang Mommy karena tidak ada satupun Ibu di dunia ini yang tidak menyayangi anaknya. Semua yang Mommy lakukan saat ini untuk masa depanmu, Nak!" Wanita itu berkata dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Kedua tangannya tampak meraih wajah sang putra agar mau menatapnya.
Namun, pemuda itu masih tetap bergeming di tempatnya. "Lihat mata Mommy! Apakah kau masih meragukan kasih sayang Mommy kepadamu?!"
"Sorry Mi. Arga hanya berusaha mengungkapkan apa yang Arga rasakan selama ini"
"Mommy tidak akan melakukan hal sejauh ini jika Mommy tidak pernah menyayangimu. Bahkan Mommy rela memberikan nyawa Mommy hanya untukmu, Sayang! Masalah Papimu biar Mommy yang akan bicara kepadanya nanti."
Ibu dan anak itupun saling menghamburkan pelukannya. Suatu moment yang jarang terjadi karena intensitas kebersamaan mereka yang hampir tidak pernah ada walaupun mereka tinggal di dalam satu atap yang sama.
"Lakukan saja seperti yang Mommy inginkan."
"Terima kasih Sayang. Kamu memang putra Mommy yang tersayang," ucap Nyonya Diana kemudian memberikan ciuman singkat di pipi putranya itu, sebelum ia meninggalkan ruangan.
"Mommy pergi dulu, Sayang. Jaga diri baik-baik. Mommy menyayangimu!"
Wanita cantik dan berkelas itu pun keluar dari ruangan sang putra, dan sudah disambut Grace dan Zalia di luar ruangan.
Setelah kepergian Nyonya Diana. Arga tampak memikirkan kembali ucapan sang Mommy tadi.
'Menikah? Hem, baiklah kalau memang itu yang kalian inginkan. Aku juga punya rencana ku sendiri. Kita lihat saja nanti apa yang bisa aku lakukan jika semua harta warisan itu sudah berada di dalam genggaman tanganku!'
Di sebuah tempat hiburan malam terbesar dan termahal di ibu kota. Terlihat segerombolan pria dan wanita yang sepertinya sedang menikmati pesta di tengah hingar bingarnya musik yang menggema. Semua orang tampak hanyut dalam alunan musik yang dibawakan oleh seorang DJ ternama hingga membuat mereka ikut menggoyangkan tubuh seirama dengan alunan suara musik tersebut.Seorang pria bertubuh atletis dengan garis wajah yang sempurna hidung mancung serta mata setajam elang baru saja tiba. Ia terlihat mengedarkan mata melihat suasana pesta salah seorang temannya itu."Hai Arga!" Seorang pria berwajah oriental tengah melambaikan tangannya ke arah pria yang baru datang tersebut.Pria yang bernama lengkap Jaasir Arga Ramiro itu pun melangkah ke arah sahabatnya itu berada."Kenapa baru datang, Dude?" tanya pria yang sedang duduk dengan seorang wanita berpakaian seksi. Arga pun ikut mendaratkan bokongnya di salah satu so
Prang-Suara benturan terdengar nyaring saat benda pipih berbentuk tablet itu menghantam dinding. Hingga menjadikan benda itu serpihan yang tak berbentuk lagi.Seseorang tampak menggertakkan gigi hingga rahangnya mengeras dengan wajah memerah karena menahan amarah. Tangannya terkepal kuat hingga buku-buku jarinya memutih.Tidak ada satupun yang berani angkat bicara di dalam ruangan itu. Suasana terasa sangat mencekam. Mereka semua tertunduk dengan wajah memutih karena pucat ketakutan."Di mana anak bodoh itu sekarang?!" tanya pria yang tadi melempar tablet di tangannya. Suaranya terdengar berat karena masih menahan amarah."Tuan muda belum datang, Tuan," jawab sang asisten."John, tahan semua berita yang sudah terlanjur menyebar itu. Aku mau semua berita itu sudah lenyap besok pagi!" titah Tuan Jordan kepada sang asisten.Dia lah CEO Ramiro group. Jo
Setelah kepergian Raka dari ruangannya. Arga terlihat mondar-mandir di ruangan miliknya. Seperti ada yang mengganggu pikirannya saat ini."Apa kabar dengan gadis itu?" monolognya saat bayangan wajah Bening tiba-tiba terlintas di dalam pikirannya. "Aku harus segera menemuinya!"Namun, langkah panjang Arga terhenti saat suara sang Mommy kembali terngiang di telinganya.'Arga tolong jangan biarkan gadis itu merasa tertekan sebelum pernikahan kalian terjadi karena itu akan membuat rencana yang telah kita susun rapi bisa menjadi berantakan. Mommy mohon Sayang. Setelah semua berjalan sesuai dengan rencana, kau bisa melakukan apapun sesuai dengan kehendakmu. Mommy janji tidak akan melarang!'"Mommy benar aku harus bisa menahan diri. Gadis itu benar-benar racun!"Arga pun kembali melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti tadi untuk meninggalkan ruangan."Zalia saya pergi dulu. B
Brakk! Byurr-"Ibu?!"Bening kaget karena Ibunya tiba-tiba datang dan menyiramkan seember air kepadanya yang membuat sekujur tubuh dan kasurnya basah."I-ibu ada apa. Kenapa-?""Bangun pemalas! Siapa yang menyuruhmu bermalas-malasan seperti ini, Hah?!""Tapi Bu, Bening sedang tidak enak badan.""Dasar pemalas kau! Tidak usah banyak alasan, kau bukan majikan di rumah ini. Berani-beraninya kau melalaikan tugasmu. Lihat lah rumah berantakan, cucian menumpuk di belakang dan meja makan masih kosong tidak ada makanan. Tapi kau malah enak-enakan tidur. Apa kau ingin melihatku mati kelaparan?!""Tidak Bu, Bening tidak berbohong Bening memang sedang-""Sudah ku katakan jangan banyak alasan. Ingat ya Bening aku sangat menyesal melahirkanmu di dunia ini. Jadi jangan berharap bisa mendapat simpati dari ku dengan berpura-pura sakit. Cepat bangun dan si
"Bodoh, kenapa sayur ini asin sekali!"Pyarr-Tiba-tiba Sandra membanting semangkuk kuah sayur yang baru saja dimasak Bening ke lantai hingga hancur."Maaf Bu tapi tadi-""Diam! Makanan seperti itu yang ingin kau berikan padaku, Hah!""Tapi tadi Bening sudah mencicipinya dan rasanya sudah enak Bu!""Kau ini bisa sekali membantahku. Kau pikir lidahku yang bermasalah, begitu?! Katakan!" Sandra pun berdiri dan menarik rambut Bening dengan begitu kuat hingga gadis itu merintih kesakitan."Ampun Bu, maafkan Bening. Sakit Bu, tolong lepas!""Lepas kau bilang. Rasakan ini!" Sandra semakin mengeratkan genggaman tangannya di rambut Bening. Hingga gadis itu merasa rambutnya akan lepas dari kulit kepala."Aww, sakit Bu. Ampun!" Rintihan kesakitan Bening sama sekali tidak membuat Sandra merasa iba."Makanya kalo kerja
Di rumah Bening.Malam harinya Bening duduk di atas kasur setelah menyelesaikan beberapa pekerjaan rumah tangga. Rasa lelah begitu ia rasakan saat ini. Tadi ia pulang agak sore karena harus menyelesaikan target jumlah cabai yang harus dipetiknya.Apalagi tadi waktunya sempat tersita dengan kedatangan anak Pak lurah yang mengajaknya untuk berbicara. Bening senyum-senyum sendiri mengingat pembicaraannya dengan Galih di saung beberapa jam yang lalu.'Bening, Mas Galih cinta sama kamu. Sebenarnya perasaan ini sudah lama Mas rasakan, tapi baru sekarang Mas berani mengungkapkannya. Mas Galih tidak butuh jawaban sekarang. Bening bisa memikirkan nya dulu.'Itu lah kata-kata yang diucapkan anak Pak lurah tadi kepada Bening. Kata-kata yang selalu terngiang-ngiang di telinganya hingga membuat hatinya berbunga-bunga.Terdengar suara derit pintu terbuka yang menandakan ada orang datang. 'Mungkin pria itu,' pikir Bening. Tidak mungkin itu Ibunya karena mal
"Bening, kamu kenapa, Nak? Apa yang terjadi, kenapa kau keluar malam-malam begini?" tanya seseorang yang tadi ditabrak oleh gadis itu.Mereka adalah warga yang kebetulan lewat untuk melakukan ronda keliling. Setelah hujan deras biasanya aliran air akan tersumbat. Jadi warga bergantian untuk memeriksanya.Melihat kondisi Bening yang berantakan dengan baju robek di bagian atas dan luka lebam di pipinya. Membuat mereka yakin bahwa ada sesuatu yang tidak beres yang terjadi pada gadis itu."Tolong saya, Pak. Mereka ingin melecehkan saya. Saya takut!" isak Bening."Siapa mereka dan di mana mereka sekarang?!" tanya salah satu warga."Di-di rumah saya, hiks hiks." Bening tak kuasa melanjutkan ucapannya."Mari bapak-bapak kita periksa ke sana!" ajak salah satu warga kemudian diikuti oleh warga yang lainnya."Iya, ayo kita ke sana. Kejadian seperti ini tidak bisa dibiarkan!"Lokasi rumah Bening dengan tempat ia bertemu bapak-bapak tadi t
Sandra yang kecewa dengan anak dan suaminya langsung kembali ke rumah setelah suaminya dibawa ke kantor polisi. Ia tidak berminat untuk menemui atau pun menemani suami dan anaknya yang kini sedang berada di kantor polisi.Walaupun Sandra tadi sempat melihat wajah memelas sang putri sebelum masuk ke dalam mobil Pak lurah. Namun, ia terlanjur mengeraskan hati untuk putri kandungnya itu.Dan untuk suaminya, Sandra berencana akan segera mengurus surat perceraian mereka. Walaupun usia pernikahan mereka masih seumur jagung.Jam di dinding sudah menunjuk angka 3 dini hari saat pintu rumah dibuka seseorang."Assalamualaikum Bu."Brukk ... brukk ... brukk!Baru beberapa langkah Bening menginjakkan kaki di ruang tamu. Ia dibuat terkejut saat semua baju dan barang-barang pribadinya dilempar keluar. Dan Sandra adalah pelakunya."Ada apa ini, Bu. Kenapa Ibu mengeluarkan baju dan barang-barang, Bening?""Sudah puas kau membuatku malu,