Aleeta yang tadi sedang menangis, dengan cepat langsung menghapus air matanya begitu ia mendengar suara pintu kamarnya yang di buka dari arah luar. Aleeta berharap yang sedang membuka pintu kamar itu adalah Nicholas. Tapi begitu ia menoleh, ia langsung kecewa karena ternyata itu bukan Nicholas, melainkan Mary.
“Apa Nona masih mual?” Mary bertanya seraya melangkah mendekat.Aleeta menggeleng. “Sekarang sudah nggak mual. Hanya sedikit lemas saja,” jawabnya pelan.“Kalau begitu silakan minum terlebih dahulu, Nona. Barangkali teh hangat ini bisa membantu menghilangkan lemas yang sedang Anda rasakan.” Mary berujar seraya menyerahkan cangkir teh yang sejak tadi ia bawa ke tangan Aleeta.Aleeta yang mendengarnya langsung tersenyum. “Apa hubungannya? Kamu ini ada-ada saja, Mary.”Mary ikut tersenyum saat melihat Aleeta yang tengah tersenyum. “Saya hanya sedang berusaha untuk menghibur Anda,” ujarnya jujur.“Jadi seperti ini pekerjaanmu sekarang? Melamun dan bermuram durja di rumah, heuh?” Aleeta yang sejak tadi memang hanya melamun di halaman samping langsung menoleh begitu ia mendengar suara yang sudah sangat familiar di telinganya. “Bukan urusanmu!” Ketus Aleeta. Lalu kembali lagi menatap ke depan. “Ah, sejak dulu kamu selalu saja bersikap ketus. Sekali-kali kamu perlu menyambut kedatanganku, Aleeta.” Aleeta langsung mendesah. “Katakan saja ada perlu apa kamu datang kemari, Luke?” Tanyanya kemudian. Lukas tidak langsung menjawab. Ia hanya tersenyum seraya melangkah mendekati Aleeta. “Bukankah dua hari ini suamimu sedang pergi? Dan karena dia pergi makanya aku memutuskan untuk datang ke sini,” jawab Lukas santai. Aleeta menaikkan kedua alisnya. “Kamu benar-benar gila,” cetusnya yang langsung membuat Lukas terkekeh. “Bu
“Pagi.” Aleeta menoleh, menemukan Nicholas yang tengah duduk di tepi ranjang, menatapnya. Aleeta memicing. Jam berapa sekarang? Kenapa Nicholas sudah begitu rapi? Memakai kemeja dan juga jas yang masih di tenteng di tangannya. “Kamu ingin kemana? Bukankah ini masih sangat pagi jika kamu ingin pergi ke kantor?” Tanya Aleeta menatap Nicholas. “Sebenarnya aku bukan ingin pergi ke kantor, Aleeta,” jawab Nicholas seraya mengusap rambut Aleeta. “Lalu?” “Aku ada pekerjaan di luar kota.” “Luar kota?” “Iya. Papa yang menyuruhku pergi ke sana. Maaf ya kalau semalam aku lupa bilang.” Aleeta mengernyit. Ia hendak bangun dari posisi tidurnya supaya lebih enak mengobrol dengan Nicholas. Tapi begitu ia bangun, justru rasa mual itu langsung mendesak perutnya. Membuat Aleeta mau tidak mau harus segera turun dari t
Nicholas melirik jam yang sudah menunjukkan pukul delapan malam. Sebenarnya ia masih punya sedikit pekerjaan. Tapi Nicholas harus segera pulang saat ini juga. Dan lagipula untuk masalah pekerjaan, ia bisa menyerahkannya kepada Ella untuk menyelesaikannya. “Baiklah. Aku rasa aku harus pulang sekarang,” gumam Nicholas seraya berdiri dari tempat duduknya. Setelah setelah mengirim data ke email Ella. Nicholas langsung meraih jas, lalu berjalan keluar dari ruangannya. “Ella.” Nicholas memanggil Ella yang sedang duduk di depan meja kerjanya. “Ya, Tuan. Ada apa?” Tanya Ella seraya berdiri. “Tolong selesaikan data yang sudah aku kirimkan ke emailmu. Setelah selesai kamu bisa langsung kirim lagi ke emailku. Aku nggak bisa menyelesaikannya sekarang karena aku harus segera pulang,” terang Nicholas. Ella mengangguk. “Baik, Tuan. Saya mengerti.” “Oh i
Aleeta yang tadi sedang menangis, dengan cepat langsung menghapus air matanya begitu ia mendengar suara pintu kamarnya yang di buka dari arah luar. Aleeta berharap yang sedang membuka pintu kamar itu adalah Nicholas. Tapi begitu ia menoleh, ia langsung kecewa karena ternyata itu bukan Nicholas, melainkan Mary.“Apa Nona masih mual?” Mary bertanya seraya melangkah mendekat.Aleeta menggeleng. “Sekarang sudah nggak mual. Hanya sedikit lemas saja,” jawabnya pelan.“Kalau begitu silakan minum terlebih dahulu, Nona. Barangkali teh hangat ini bisa membantu menghilangkan lemas yang sedang Anda rasakan.” Mary berujar seraya menyerahkan cangkir teh yang sejak tadi ia bawa ke tangan Aleeta.Aleeta yang mendengarnya langsung tersenyum. “Apa hubungannya? Kamu ini ada-ada saja, Mary.”Mary ikut tersenyum saat melihat Aleeta yang tengah tersenyum. “Saya hanya sedang berusaha untuk menghibur Anda,” ujarnya jujur.
Pagi ini Aleeta kembali terbangun dengan rasa mual yang mendesak perutnya. Bahkan jika di pikir-pikir kali ini rasa mual itu terasa semakin bertambah parah dari hari-hari sebelumnya. Terlebih kali ini Aleeta tidak hanya merasakan mual saja. Tetapi juga pusing yang begitu mengganggunya. ‘Sebenarnya aku ini kenapa?’ Lirih Aleeta dalam hati.Saat ia tengah sibuk muntah di dalam kamar mandi. Tiba-tiba ia mengerjap saat ada sebuah tangan yang menyentuh bahunya lembut.“Mual lagi?” Mendengar suara lembut itu seketika membuat Aleeta langsung menekan tombol flush, lalu menutup kloset yang ada di depannya.“Nggak apa-apa. Kamu nggak perlu malu padaku.”Kali ini Aleeta langsung menoleh, dan menatap Nicholas yang sedang tersenyum ke arahnya. “Kamu terlihat pucat sekali.” Nicholas kembali berujar seraya merapikan anak rambut yang menutupi dahi Aleeta.Aleeta
“Tuan, bukankah Anda tadi sudah izin kalau ingin mengantar Nyonya Aleeta check up ke rumah sakit?”Ella yang sedang duduk di meja kerjanya tentu langsung terkejut saat melihat sang atasan yang tiba-tiba saja muncul tanpa sepengetahuannya. Ella pikir setelah Nicholas mengantar istrinya check up, atasannya itu tidak akan kembali ke kantor lagi. Tapi dugaan Ella ternyata salah.Nicholas segera menghentikan langkahnya tepat di depan meja Ella. “Ya. Aku sudah mengantarnya,” jawabnya datar.“Ah, begitu …,” Ella meringis seraya menggangguk-anggukkan kepalanya. Jujur saja saat ini Ella sangat bingung sekali ingin mengatakan apa kepada Nicholas. Ella berniat untuk kembali melanjutkan pekerjaannya. Tapi tiba-tiba Nicholas kembali berbicara.“Jam dua aku ada jadwal meeting, kan?” Tanya Nicholas yang seketika membuat Ella mengerjap.“I-iya, Tuan. Kalau sesuai jadwal pagi tadi memang jam dua in