“Sudah cukup, Nich. Kamu sudah terlalu mabuk!” Teriak Victor ketika Nicholas terus menghabiskan botol Martell XO yang keempat.
Nicholas seolah kehilangan kendali. Pria itu terus saja menegak minuman beralkohol itu tanpa henti. Tidak peduli jika dirinya kini mulai kehilangan setengah kesadaran. “Sial! Dia sepertinya benar-benar gila,” sahut Julian. Lukas hanya tersenyum ketika Nicholas berhasil mendorong tubuh Julian dengan begitu mudah, padahal kondisi pria itu sudah mabuk parah. “Aku rasa kita semua dalam masalah besar jika Mama Karina tahu, kita yang membawa Nicholas ke sini,” ujar Lukas santai. “Sialan! Kamu jangan membuatku semakin bertambah pusing.” Julian mengacak rambutnya. “Ya. Lagipula kita nggak akan terkena masalah jika kamu bisa menutup mulut soal hal ini dari ibumu,” desis Victor. Lukas terkekeh di tempatnya. Memerhatikan Julian dan Victor yang tampak kesulitaNicholas memilih untuk tidak hadir di halaman belakang, dimana ulang tahun Freyya dan Celo sedang di rayakan. Pria itu hanya duduk diam di balkon kamar, tatapannya terus tertuju pada Aleeta dan Lukas yang sedang berbincang dengan saudaranya yang lain. Sial. Mereka tampaknya tidak seperti orang yang baru pertama kali bertemu dengan Aleeta dan Lukas. Mereka terlihat sudah sering berbincang dan bertemu dengan Aleeta maupun Lukas. Apa jangan-jangan selama ini Nicholas hanya di bohongi oleh keluarganya dan juga saudaranya? “Argh! Berengsek!” Nicholas mengumpat seraya mengacak rambutnya.Sejujurnya dari awal ia memang tahu kalau seluruh keluarganya hanya membohonginya. Mereka sebenarnya tahu keberadaan Aleeta dan Lukas. Tapi mereka sengaja menyembunyikan hal itu darinya. Nicholas lalu tersenyum miris. Keluarga yang dulu Nicholas anggap selalu terbuka satu sama lain, rasanya kini sudah tidak ada lagi.
“Aleeta.” Nicholas bergumam pelan seraya menatap wanita yang selama empat tahun ini selalu ia cari-cari. Ia benar-benar tidak percaya jika yang ada di hadapannya itu adalah Aleeta.Sial. Rasanya Nicholas ingin menangis saat itu juga.Wanita itu berdiri di sana. Dalam balutan dress bunga-bunga yang sangat serasi dengan tubuhnya. Napas Nicholas tersentak ketika matanya beradu pandang dengan Aleeta. Rasa rindu yang membuncah, membakar bahkan membunuhnya dari dalam sudah tidak terbendung. Ia ingin berlari memeluk, mendekap dan mengurung Aleeta ke dalam pelukan hangatnya. Namun, keinginan itu meredup ketika Aleeta langsung berpaling, dan enggan menatapnya.Tidak. Nicholas meremas pinggiran meja yang ada di genggamannya. Lagi-lagi jarum itu kembali menghunjam dadanya. Sakit dan juga sesak. “Aleeta, aku—““Tetaplah di tempatmu,” peringat Lukas dingin.
Nicholas mengerjap tatkala sinar matahari menyusup masuk ke dalam kamar, dan mengenai matanya. Pria itu mengerang. Sepertinya hari sudah pagi, padahal Nicholas merasa kalau ia baru saja tertidur beberapa jam yang lalu. Ia lalu segera bangkit, menyingkap selimut dan mengusap matanya yang terasa lengket. Sudah empat tahun lamanya Nicholas selalu bermasalah dengan jam tidurnya. Kadang ia sendiri sampai bertanya-tanya kapan ia bisa kembali mendapatkan tidur yang nyenyak dan istirahat yang cukup seperti dulu lagi? Nicholas memilih untuk segera beranjak turun dari ranjang, dan berjalan menuju kamar mandi. Ia melakukan aktivitas mandi paginya seperti biasa, setelah itu ia berganti pakaian dengan kaos berwarna putih dan juga celana jeans. Dari dalam kamarnya Nicholas bisa mendengar suara anak-anak terdengar dari halaman belakang. Ah, Nicholas baru ingat kalau hari ini kan hari perayaan pesta ulang tahun Freyya dan Arcelio.
“Daddy, Nich!”“Daddy!”Nicholas tersenyum, membiarkan dua makhluk kecil itu merangkak naik ke atas ranjang. Freyya berusia tiga tahun, sedangkan Arcelio berusia dua tahun. Kakak adik beda satu tahun itu terbaring di samping Nicholas. Freyya di sebelah kanan, sementara Arcelio di sebelah kiri. Keduanya memeluknya erat.“Hai, anak-anak Daddy,” sapa Nicholas lembut, mengecup masing-masing kepala keponakannya.Nicholas memang jarang sekali bertemu langsung dengan mereka. Tapi hampir setiap hari Nicholas pasti akan melakukan panggilan video call dengan para keponakannya itu. Jadi tidak heran jika kedua anak adiknya itu bisa sangat dekat dengan dirinya.“Ternyata kalian sudah semakin besar, ya,” imbuh Nicholas pelan.Dua keponakannya itu tetap berbaring di sana. Memeluknya erat, bahkan tangan Freyya menepuk-nepuk dada Nicholas. Seolah memberitahu kepada Nicholas, bahwa semuanya akan baik
Nicholas menatap jalanan kota yang sudah empat tahun lamanya tidak pernah ia lihat lagi. Padahal dulu setiap hari Nicholas pasti selalu melewati jalan tersebut. Setiap berangkat maupun pergi ke kantor. Atau setiap ia hendak pergi berkunjung ke rumah orang tuanya. Nicholas tersenyum tipis seraya bersandar di jendela kaca mobil yang ia tumpangi. Sementara Mark—anak buahnya tengah fokus mengemudikan mobil dengan kecepatan sedang.Ternyata sudah ada banyak sekali hal yang berubah selama Nicholas tidak tinggal di sini. Bangunan-bangunan baru, taman dan beberapa hal lainnya yang semuanya tampak asing di mata Nicholas.Pria itu lalu menghela napas, dan memilih untuk memejamkan mata di sisa perjalanan menuju rumahnya.Ya, Nicholas memang memilih untuk mampir ke rumahnya terlebih dahulu. Ia sengaja tidak memberitahu keluarganya soal kepulangannya ini. Ck! Lagipula untuk apa Nicholas memberitahu keluarganya? Mereka pasti juga tidak akan memed
Empat tahun kemudian …..Alarm berbunyi, Nicholas melenguh dengan mata terpejam. Ia meraba nakas lalu mematikan alarm, membuka mata dan berbaring tengkurap, memeluk bantal lebih erat.Sial. Rasanya ia baru tertidur selama dua jam. Ia menenggelamkan wajah di bantal. Dan beberapa saat kemudian Nicholas mendengar ponselnya berbunyi.Ah, sial!Ia meraba nakas dan memicing, menatap nama Emily yang melakukan panggilan video call.“Hm.” Nicholas menjawab seraya berbaring tengkurap di ranjang, kepalanya berbaring miring, sebelah wajahnya tenggelam di atas bantal.“Kamu masih tidur, kak?”“Menurut kamu?”Emily langsung tertawa. “Di sana sudah jam sembilan, kan?”“Entahlah,” jawab Nicholas sekenanya.“Kak Nicholas akan pulang untuk ulang tahun Freyya dan Arcelio, kan?” “Hm, nanti akan aku pikirkan.”