Share

Penyamaran Saudara Kembar
Penyamaran Saudara Kembar
Author: DV Dandelion

Gadis dengan Kelainan Langka

"Mas, kamu yakin mau menikah dengan Kintan?" tanya Talita, seorang asisten cantik dengan bulu mata lentik.

Devan, seorang manager dengan karir gemilang sekaligus atasan Talita itu tampak berpikir sejenak.

"Kurasa begitu. Kintan baik dan pengertian. Dia berusaha memahami pekerjaanku yang harus sering kunjungan lapang seperti sekarang."

Devan bergeser karena Talita duduk di sebelahnya tanpa menyisakan jarak. Aroma parfum vanila mengusik indra penciuman Devan dan membuat debaran jantungnya tidak beraturan.

"Meskipun Kintan penyakitan?"

Talita mengucapkan itu lirih sambil mencondongkan tubuhnya. Bulu kuduk Devan meremang karena dia dapat merasakan embusan napas Talita di telinganya.

"Kintan tidak penyakitan. Dia hanya ... Hanya tidak bisa mengenali wajah orang lain," jawab Devan agak terbata-bata.

"Lalu apa yang bisa Mas Devan harapkan dari perempuan seperti itu?" Talita mulai gusar. "Aku tahu Kintan pintar dan mandiri, tapi coba bayangkan suatu saat nanti dia harus ketemu keluarga besar atau kolega Mas Devan. Pikirkan juga perasaan orang tua. Apa mereka tidak malu punya menantu yang tidak bisa mengenal wajah mertua sendiri?"

Devan meneguk kopi untuk membasahi kerongkongan yang terasa kering. Rasanya pahit, sama seperti pernyataan yang Talita sampaikan. Bagaimanapun, fakta itu memang tidak bisa diabaikan. Istri seorang manajer ternyata tidak bisa membedakan wajah sang suami dengan orang lain. Apa kata dunia?

Adalah prosopagnosia alias buta wajah, kelainan yang diderita Kintan sejak kecil. Menurut dokter, hanya 2% orang di dunia yang mengalami kelainan sistem saraf tersebut. Dia bisa melihat dengan jelas, tetapi tidak mampu mengenali dan membedakan wajah orang lain. Semua wajah tampak samar dan buram seperti gambar usang. Kintan hanya mengenali orang lain lewat suara, gaya berpakaian, atau kebiasaan khusus yang acap kali mereka lakukan.

Ingatan Devan memutar kembali pertemuan pertama mereka. Saat itu, kantor Devan sedang mengadakan acara syukuran dan memesan kue dari Key and Cake, toko roti milik Kintan. Gadis berkulit putih itu tampak kebingungan saat bertanya kepada satpam di lobi gedung. Usut punya usut, ternyata dia ingin menemui penanggung jawab acara. Akan tetapi, satpam hanya menjelaskan ciri-ciri wajah orang tersebut dan Kintan tidak bisa memahaminya.

"Mas, kok malah bengong?" Talita memasang wajah cemberut. Devan berdeham dan memperbaiki posisi duduknya tanpa menjawab pertanyaan sang asisten.

"Malam ini aku numpang menginap, ya? AC kamarku kurang dingin."

Talita menggelung rambut bergelombangnya dengan gerakan gemulai. Wajah Devan memerah saat melihat leher Talita yang jenjang dan bersih.

"Saya buat keluhan ke pihak hotel saja, kalau begitu. Nanti biar diperbaiki sama teknisi."

"Kita masih harus lembur, lho, Mas. Presentasi final kita belum selesai. Kalau proyek kita gol, kan, kita juga yang dapat bonus gede," kata Talita sambil mengedipkan sebelah mata.

Memang benar kata orang: kucing tidak akan menolak jika disodori ikan. Bagaimanapun Devan adalah laki-laki normal. Sifatnya yang mantan seorang playboy belum sepenuhnya hilang. Maka ketika Talita berusaha mendekati, Devan juga tengah mati-matian menahan gejolak di hatinya.

"Dia sudah tahu kalau Mas harus pindah tugas ke Jambi selama setahun?" bisik Talita. Dia sengaja menyentuhkan sedikit bibirnya ke telinga Devan hingga pria itu menelan ludah.

"Be-belum ...."

Talita tertawa. "Ngaku aja. Mas itu sebenarnya belum yakin, kan? Buktinya, Mas menyembunyikan fakta itu dari dia."

Devan tidak menjawab, tetapi Talita jelas tahu kelemahannya.

***

Pagi-pagi sekali, Pak Doni sudah sibuk menata barang bawaan Devan ke dalam mobil. Bu Dian juga membawakan berbagai macam bekal makanan. Supaya Devan tidak makan mie instan terus, katanya. Padahal di rumah tugasnya, ada asisten rumah tangga yang mengurus berbagai keperluan Devan.

Devan membeli nomor ponsel baru. Dia sudah membagikan nomor itu kepada kedua orang tuanya. Kata Devan, sinyal dari kartu yang dipakai saat itu kurang bagus selama dipakai di Jambi. Oleh karena itu, selama bertugas di sana, Devan menggunakan dua nomor telepon.

Dejan--saudara kembar Devan--tampak tidak terlalu peduli. Sejak pagi, dia asyik membaca berita di ruang tamu. Dia berlangganan koran digital sejak setahun belakangan. Baginya, membaca berita adalah salah satu amunisi dalam berbisnis. Dia biasa meluangkan waktu satu jam untuk menekuni tablet dan membaca tulisan-tulisan di rubrik ekonomi.

Pukul delapan pagi, Devan dan kedua orang tuanya berangkat ke bandara. Dejan tidak ikut serta karena ada rapat daring dengan klien dari Singapura. Lagipula pergi setahun bukanlah sesuatu yang perlu dibesar-besarkan. Dejan sudah lebih dulu melanglang buana sejak lulus kuliah.

Dejan mencari kegiatan lain sembari menunggu rapat yang dimulai pukul sepuluh. Dia menyiram berbagai macam tanaman hias yang tumbuh subur memenuhi pekarangan. Anggrek warna-warni juga mekar bersamaan. Sejenak Dejan teringat Malia. Mantan pacarnya yang keturunan Belanda itu sangat menyukai anggrek bulan.

Malia adalah cinta pertama sekaligus luka lama. Berbeda dengan Devan yang sejak dahulu sering gonta-ganti pasangan, Dejan cenderung setia dan tidak mudah memulai hubungan. Sayangnya, mereka harus putus karena tidak juga mendapatkan titik temu saat bicara tentang pernikahan. Selain perbedaan agama, Malia juga tidak bisa pindah mengikuti Dejan ke Indonesia.

Lamunan tentang Malia buyar ketika sebuah mobil hitam metalik menepi dan berhenti tepat di depan pagar. Seorang perempuan berjilbab hitam turun dari mobil sambil membawa kotak coklat berhias pita. Untuk sejenak, Dejan seperti tersihir oleh penampilannya yang bersahaja. Bajunya sopan tertutup dan cocok dengan warna kulitnya yang putih bersih.

Gadis itu tersenyum menampakkan deretan giginya yang rapi. Hidungnya seperti perosotan saat dilihat dari samping. Dia melambaikan tangan dan berseru senang ke arah Dejan.

"Assalamu'alaikum, Mas Devan!"

"Wa'alaikumsalam," jawab Dejan pelan.

Satu detik, dua detik, tiga detik ... Dejan merasa familier dengan wajah itu, tetapi dia hanya mematung karena tidak ingat namanya.

"Mas, kok, malah bengong!" Matanya yang bulat seperti boneka terus berkedip setiap kali dia berbicara.

Air yang keluar dari selang sudah luber entah ke mana. Dejan terpaku seolah-olah waktu sedang berhenti berputar. Senyum gadis itu tidak juga luntur meski Dejan seperti orang gagu karena tidak ada satu pun kata yang keluar dari bibirnya.

"Mas Devan enggak mau mempersilakan aku masuk, nih?" kata gadis itu lagi.

Dejan tergagap menjawab, "Kin ... Tan?"

Ya, dia baru ingat kalau sosok yang berdiri di hadapannya saat itu adalah Kintan! Dejan pernah melihat fotonya di kamar Devan saat hendak meminjam headset. Itulah kali pertama mereka bertatap muka.

Ternyata aslinya lebih cantik daripada di foto. Masalahnya, gadis itu menyangka dirinya adalah Devan. Karena Devan sudah berangkat ke Jambi, apakah Dejan harus berpura-pura menjadi kembarannya?

Comments (1)
goodnovel comment avatar
EstrianaTamsir
Devan sama Talita jadi ehem ehem nggak nih Thor? lagi seru kok dicut...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status