Share

Bab 157: Peluk yang Tak Terlepas

Penulis: Rizki Adinda
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-07 09:57:26

Ia hampir melontarkan pertanyaan-pertanyaan itu—yang sudah sejak tadi menyesaki benaknya—namun suara Raka tiba-tiba memecah lamunannya.

“Mungkin malam ini dia akan terbangun lagi,” ujarnya tenang, namun ada kehati-hatian di balik nada suaranya.

“Apa sebaiknya Anda membawanya ke kamar tamu saja? Anda juga bisa beristirahat di sana.”

Cempaka, yang sejak tadi berdiri tak jauh dari pintu, ikut menambahkan dengan suara lembut, “Iya, Bu. Sekarang sudah malam. Ibu kan langsung ke sini dari tempat kerja bersama Pak Pradana, pasti lelah sekali. Lebih baik naik ke atas dan istirahat di kamar bersama Nona Elina.”

Kirana menoleh perlahan, matanya beralih ke arah tangga yang membentang menuju lantai dua. Gelap dan hening, lorong itu seolah menyimpan gema kenangan—sebuah masa lalu yang tak pernah benar-benar hilang.

Ada denyut perih yang diam-diam menyusup ke dadanya, tak kentara, tapi nyata.

Ia menggeleng pelan, nyaris tak terlihat. “Tidak perlu,” ucapny

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Mifta Nur Auliya
sampai bab berapa raka tau punya anak kembar,,jadi malas mau lanjutin baca lama banget alurnya pelan2 hihijihi
goodnovel comment avatar
Dyah Wiryastini
Perlu kesabaran membaca cerita ini. Alur nya sangat lambattt
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 207: Ikut Makan Malam Bersama

    Waktu berlarian seperti anak kecil yang tak sabar menjemput senja. Kekhawatiran masih bertengger di sudut pikiran Kirana, menggelayut seperti kabut tipis yang belum juga luruh.Tapi tugas memanggil—tugas yang tak bisa ditunda oleh keresahan hati. Dengan senyum tipis yang dipaksakan dan genggaman lembut pada pundak Elina, ia pamit meninggalkan rumah.Langkahnya mantap, meski pikirannya tertinggal beberapa langkah di belakang.Tak berselang lama, Raka ikut menyusul. Tak ada kata yang diucapkan, hanya udara pagi yang memisahkan mereka seperti dua pulau kecil di lautan luas.Sore menjingga turun perlahan di langit Dago Atas, mewarnai pucuk-pucuk pepohonan dengan semburat emas yang hangat.Cahaya senja merambat di sela-sela jendela laboratorium tempat Kirana bekerja, menyentuh meja-meja yang penuh dengan berkas dan botol reagen.Ia melihat jam dinding—jarum pendek sudah bersandar di angka lima.Tanpa pikir panjang, ia bergegas merapikan ba

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 206: Senyum Kecil Elina

    “Kelihatannya aku akan menitipkan Aidan dan Bayu lagi ke tanganmu,” ujar Kirana, senyumnya hangat seperti cahaya pagi yang menyelinap lewat jendela dapur.Rini menanggapi dengan anggukan dan ekspresi ramah yang sudah sangat dikenalnya sebagai wajah seorang guru yang menyayangi murid-muridnya.“Tentu saja! Mereka itu anak-anak yang sopan, penurut, dan selalu tahu waktu. Malah kadang bikin hari saya jadi lebih ringan.”Kirana mengangguk pelan, tapi matanya sejenak berpindah arah ke seorang gadis kecil yang berdiri tak jauh dari mereka—Elina, atau Ellie, begitu panggilannya di rumah.Wajah mungil itu tampak sedikit tertutup bayang, seperti langit cerah yang mendungnya belum sepenuhnya reda.“Oh iya, Ellie… belakangan ini dia agak berbeda,” ucap Kirana perlahan, suaranya nyaris menjadi bisikan.“Dia lebih banyak diam. Jarang bicara, bahkan dengan Aidan dan Bayu.”Ada jeda. Sejenak ia menatap tanah, seolah memilih-milih kata agar tak meluk

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 205: Senyap di Dago

    Kirana mengangguk cepat, nyaris seperti refleks. "Baik. Lagipula, menurutku Ellie juga sebaiknya tetap sekolah di sana. Dia butuh berinteraksi dengan anak-anak lain," ucapnya, berusaha terdengar mantap meski ada nada ragu yang menyelinap di ujung suaranya.Angin dingin dari sela-sela jendela yang belum tertutup rapat menyentuh lehernya, seperti mengingatkannya bahwa segala sesuatu bisa berubah dengan cepat.Membawa Ellie kembali ke lingkungan yang sudah dikenalnya mungkin bisa menjadi langkah awal untuk menyambung kembali sesuatu yang sempat terputus di dalam dirinya.Tapi tetap saja, Kirana melirik Raka, diam-diam berharap akan ada pertanyaan, semacam konfirmasi bahwa ini bukan keputusan sepihak.Namun pria itu hanya menatap lantai beberapa detik, seolah sedang mencari kata di antara kerikil pikirannya, lalu berkata datar, "Silakan. Lakukan saja apa yang menurutmu terbaik. Enggak perlu lapor aku soal itu."Suaranya tidak tinggi, tapi cukup tegas u

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 204: Cahaya Temaram

    Kedua anak laki-laki itu, Aidan dan Bayu, duduk bersila di lantai kamar, tangan mereka masing-masing menggenggam boneka kesayangan Elina.Mereka mencoba membuat adik kecil mereka tersenyum, namun wajah Elina tetap kosong, tatapannya menerawang menembus langit-langit kamar.Senyap yang terasa ganjil menyelimuti mereka—sunyi yang seharusnya tak hadir di dunia anak-anak.Kirana memperhatikan dari ambang pintu. Ia tahu, tidak ada yang lebih mereka inginkan selain melihat senyuman Elina kembali.Ia melangkah mendekat dan menunduk, mengusap kepala mereka perlahan."Butuh waktu bagi Ellie untuk pulih. Kita harus sabar, ya," bisiknya lembut, seperti suara angin sore yang menenangkan.Aidan mengangguk pelan, matanya berkaca-kaca tapi mencoba tegar. Bayu menggigit bibir bawahnya, menahan kecewa.Perlahan, mereka berdiri dan berjalan keluar, meninggalkan kamar dengan langkah yang berat, seperti membawa kesedihan yang tak sanggup mereka mengerti

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 203: Meninggalkan Zelina

    Kalau Raka bisa sekejam ini hanya karena mencurigai aku, bagaimana kalau aku benar-benar mengaku?Apa yang akan dia lakukan padaku nanti?Pikiran itu menggelegak di kepala Zelina, membuat jantungnya berpacu tak karuan. Panik mencengkeramnya lebih erat daripada tangan Raka di lehernya.Udara malam di Dago Atas yang biasanya sejuk, malam itu seolah membeku bersama napas Zelina yang makin tipis.Dinding-dinding rumah yang berdiri angkuh di atas perbukitan menjadi saksi ketegangan yang menggumpal pekat di ruang tamu itu.Cahaya lampu yang temaram memantulkan kilat kemarahan di mata Raka, dan wajah Zelina sudah membiru, seperti bunga yang layu karena direnggut dari tanahnya.Zayyan menerobos masuk, napasnya memburu. Ia terhenti di ambang pintu saat melihat pemandangan di depannya—Zelina tergencet oleh kemarahan lelaki itu, lehernya dicekik hingga wajahnya tak lagi menunjukkan kehidupan.Tanpa berpikir panjang, ia melesat ke depan.“

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 201: Jejak di Kulit Elina

    “Lihat sendiri saja!” suara Kirana terdengar tajam, sebelum telepon ditutup dengan bunyi klik yang dingin dan final.Raka menatap layar ponselnya, kosong sejenak. Nada suara Kirana barusan... ada sesuatu yang tak biasa di dalamnya—campuran amarah, gugup, dan kepedihan yang menempel seperti kabut tipis.Tanpa pikir panjang, ia bergegas. Mobilnya menderu melintasi jalanan menanjak menuju Lembang, meninggalkan denyut kota yang lambat-lambat larut dalam cahaya senja.Rumah Kirana berdiri anggun di antara pohon-pohon pinus, aroma tanah basah dan kayu pinus memenuhi udara.Rumah itu tenang, tapi malam ini keheningannya seolah menyimpan sesuatu yang retak.Di ruang tamu yang remang dengan lampu kuning temaram, Kirana duduk kaku di ujung sofa rotan. Di sampingnya, Elina kecil, tubuh mungilnya menyusut dalam balutan kaus lusuh dan celana pendek, menatap lantai tanpa suara.Di sudut ruangan, kipas angin berdengung pelan, berputar seperti enggan.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status