Share

Bab 98: Mata yang Tak Ingin Melihat

Author: Rizki Adinda
last update Last Updated: 2025-06-25 09:09:07
Di pojok ruangan yang remang, cahaya matahari sore tersaring tirai tipis, mengguratkan bayangan kelabu di dinding.

Aroma lembut kapur tulis yang tersisa dari pagi tadi masih menggantung di udara, tercampur samar dengan bau kayu dari lantai tua yang mulai mengelupas.

Di sanalah Elina duduk meringkuk, menyatu dengan bayangan, memeluk dirinya seperti hendak melindungi diri dari dunia yang tak lagi bisa ia percaya.

Tubuh mungilnya bergetar pelan, seiring isak yang tertahan. Air mata jatuh perlahan, membasahi pipinya hingga ke dagu, lalu hilang dalam lipatan baju tidurnya yang lusuh.

Mata Elina kosong, seperti jendela yang kacanya diburamkan kabut — memantulkan cahaya, tapi tak menampilkan apa pun di baliknya.

Di sisi kanannya, dua boneka asing teronggok tanpa arti. Bukan milik Elina. Tidak pernah ia peluk, tidak pernah ia beri nama.

Mereka hadir di sana tanpa permisi — benda-benda asing yang justru memperkuat rasa keterasingannya.

Begitu matanya menangkap keberadaan mereka, Elina mundur se
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sasi Amandhari
raka jgn keras kepala,turunkan egono kasian ellina,,duh thorr kpn raka x kirana berdamai slg membuka diri satu sm lain agar mslhnya selesai kasian anak* mereka
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 495: Masa Kamu Tega?

    Raka terkekeh pendek, tawa yang terdengar bukan seperti canda, melainkan gesekan besi dengan batu. Ada getir di sana, dingin yang berusaha ia sembunyikan di balik suara ringan.Cahaya lampu gantung berpendar ke wajahnya, menegaskan garis tegas rahang yang menegang. Ekspresi wajahnya datar, tapi sorot mata itu—ada ironi, ada luka yang tak pernah benar-benar padam.“Tindakanmu juga cukup merepotkan bagiku, Nona Alesha.”Kirana menegang seketika. Tubuhnya tergerak setengah langkah mundur, seolah setiap kata Raka adalah duri yang menusuk terlalu dekat.“Raka Pradana!” suaranya pecah, meninggi tanpa bisa ia tahan. “Kamu tahu maksudku!”Ruangan yang semula tenang seperti tertarik masuk ke dalam bayangan. Padahal matahari siang masih menembus tirai, tapi suasananya berubah pekat, seakan sinarnya tak sanggup mengusir dingin di antara mereka.Raka menundukkan kepala, rahangnya semakin keras menonjol. Sekejap

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 494: Apa yang Kamu Inginkan?

    Tatapan Raka tajam, dingin, seolah bilah es baru saja menembus dada seseorang tanpa suara. Sorot matanya pekat, menahan letupan emosi yang tak menemukan jalan keluar.Zayyan, yang barusan masuk sambil menenteng vas berisi mawar merah segar, langsung merasakan hawa berbahaya itu. Gerakannya cepat berubah kikuk. Ia menunduk, meletakkan vas di pojok ruangan dengan hati-hati, lalu melangkah pergi pelan, seperti pencuri yang takut membangunkan rumah.Kesunyian kembali menguasai ruang kerja. Hanya detik jam dinding yang terdengar, berpadu dengan aroma bunga yang menebar, memenuhi ruangan yang kini mirip rumah kaca mungil—dinding-dindingnya seakan sesak oleh kelopak merah.Seminggu penuh, Raka menuruti saran Bara tanpa absen. Kirim bunga setiap hari, katanya. Tak peduli ditolak, teruskan saja. Hati perempuan itu pasti luluh.Namun hati Kirana masih keras, sama seperti di awal. Raka menatap rangkaian bunga yang memenuhi sudut-sudut ruangan

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 493: Tolong Kembalikan Bunga Itu

    Memberi bunga bukanlah kebiasaan Raka. Bahkan, kata “bunga” nyaris tidak pernah menyinggung kehidupannya—tidak dalam percakapan, tidak pula dalam tindakannya.Namun pagi itu, dunia seolah menolak aturan lamanya. Raka justru mengirimkan buket mawar segar, dan Kirana menjadi satu-satunya penerima.Sekilas, seharusnya tak ada yang istimewa dari setangkai bunga. Tapi ketika tangannya menyentuh gulungan kertas pembungkus yang masih dingin oleh embun pagi, waktu di sekitar Kirana serasa berhenti.Bukan kali pertama. Kemarin ia sudah menolak satu buket serupa, dengan ukuran lebih sederhana. Tapi hari ini, bunga yang mampir jauh lebih besar, warnanya lebih mencolok, aromanya menusuk dada, menusir sisa kantuk yang sempat ia simpan setelah malam panjang.Yang membuatnya sesak bukan sekadar mawar yang merekah. Melainkan tubuhnya sendiri—jantung yang mendadak berdebar, jemari yang kaku, dan tarikan napas yang tak sempat teratur.Tak ada

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 492: Aku Tak Akan Pernah Menerima

    Langit Bandung pagi itu tampak berat, seperti menahan sesuatu yang enggan ia lepaskan. Awan kelabu menggantung rendah, menutup jalan bagi cahaya matahari yang masih berusaha menembusnya. Udara menyisakan aroma tanah basah, lembap, bercampur wangi samar dedaunan yang terguyur hujan subuh.Jalanan kecil di depan taman kanak-kanak masih licin, memantulkan cahaya lampu kendaraan yang sesekali melintas.Lisa berdiri di depan gerbang, jaketnya tertutup rapat, kedua tangannya merapat ke tubuh untuk menahan dingin yang merambat. Tatapannya mengikuti anak-anak berseragam warna-warni yang berlari masuk, langkah-langkah kecil mereka berpadu dengan tawa riang, riuh seperti kicau burung pagi.Di sisinya, Raka berdiri tegap, wajahnya serius, mata terfokus hanya pada satu sosok mungil yang baru saja menghilang di balik pintu kelas. Lisa sempat melirik, mencoba membaca ekspresi pria itu. Namun wajah Raka tetap dingin, sulit diterka.Ada sesuatu yang bergerak di balik tat

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 491: Kamu Pantas Menerima Akibatnya

    Angin malam merayap masuk dari celah jendela mobil yang terbuka sedikit. Dingin yang dibawanya menempel di kulit, menambah ketegangan yang sejak tadi tak kunjung pecah di dalam kabin. Lampu jalan berkelebat, berganti dengan bayangan pepohonan, seolah ikut menyaksikan percakapan yang tertahan.Bara bersandar santai, namun matanya tak pernah benar-benar rileks. Dari sudut bibirnya meluncur kalimat yang terdengar biasa, tapi nadanya menyimpan beban.“...mendekati perempuan itu sama saja kayak menutup proyek bisnis,” ujarnya datar, tapi menohok. “Jangan berputar-putar. Langsung tunjukkan niatmu. Biar dia tahu ke mana arahmu. Kalau setengah hati, kamu bakal kehilangan segalanya.”Raka hanya diam, pandangannya lurus ke depan. Bara menepuk bahunya ringan, tapi ketukan kecil itu bagai palu yang menghantam batin. Sentuhan itu menyalakan bara yang disembunyikan dalam dada sahabatnya.“Kalau kamu suka, akui. Jangan jadikan Elina tameng.

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 490: Ayo Kita Jujur

    "Taruh saja dulu bunganya, nanti saya yang bawa ke atas untuk Pak Pradana," ucap Zayyan, suaranya tenang tapi membawa ketegasan yang tak bisa ditolak.Ucapan itu membuat ruang resepsionis seketika senyap. Hanya terdengar dengung pendingin ruangan yang bekerja terlalu rajin, bercampur bau tajam pembersih lantai yang menusuk hidung.Resepsionis mengangguk patuh, sementara si kurir masih ragu. Pemuda itu menggenggam erat buket di tangannya, jemarinya sedikit gemetar. Jaket lusuhnya berbau lembap, dan sepatunya—yang warnanya tak lagi jelas antara cokelat dan hitam—seperti sudah lama menunggu giliran diganti.“Tapi pelanggan kami bersikeras bunga ini harus saya serahkan langsung,” suaranya meluncur, terdengar lebih gugup ketimbang meyakinkan.Zayyan menatapnya sebentar, lalu tersenyum tipis, sopan, tapi jelas menutup ruang tawar-menawar. “Tenang saja. Saya asistennya langsung. Bunganya pasti sampai ke tangan beliau.”

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status