Ya Allah ... kenapa aku harus mengalami hal ini?
Nindi, adik iparku itu semakin bersemangat mengerjaiku. Aku sudah menuruti keinginannya untuk meminta maaf, tapi dia seolah masih kurang puas.Nindi beranjak dari posisinya. "Mbak Naima. Aku tidak akan memaafkanmu sebelum kamu berlutut di kakiku!" ucap Nindi lagi yang membuatku semakin geram. Sungguh! Sikap gadis remaja ini padaku sama persis seperti ibunya.Mendengar permintaannya kali ini membuatku tak habis pikir. Aku yang semakin emosi memilih diam. Sudah berkali kuladeni sikap kasarnya, namun dia sama sekali tidak menghargaiku."Naima! Cepat lakukan perintah Nindi!" Ibu mertua kembali ikut campur. Tangan kananya menarik kasar lenganku dan memaksaku untuk berlutut di hadapan putrinya."Ibu!" Aku memekik. Ini sungguh di luar dugaanku. Bisa-bisanya kedua wanita ini semakin bersikap semau mereka padaku.Ibu mertua berhasil mendudukkan tubuhku di bawah kaki anaknya. "Cepat, minta maaflah sekarang!" titahnya lagi dengan sorot mata tajam menatapku. "Awas kamu kalau mengadu pada Ilham. Ingat, aku bisa mengusirmu dari sini, kapan pun."Bersamaan dengan itu, suara langkah kaki terdengar mendekat ke arah kami dan seketika mampu membuat kami terdiam."Ada apa ini?" Mas Ilham menatap penasaran dengan apa yang dilihatnya.Ibu menarik kasar tubuhku yang masih dalam keadaan bersimpuh di bawah kaki Nindi. Wanita itu mengedipkan mata memberi kode padaku agar aku diam dan segera berdiri."Bu? Kenapa ibu diam? Nindi juga. Sebenarnya ini, ada apa?" tanya Mas Ilham lagi semakin penasaran.Kulirik dua wanita yang sejak tadi merundungku itu tampak saling lembar pandang kebingungan. Sebenarnya aku sangat berharap Mas Ilham sempat mendengarkan perdebatan kami, tapi sepertinya tidak.Ibu mertua melangkah menghampiri putranya. "Tidak ada apa-apa, Ham," jawabnya dengan senyum keterpaksaan. "Kamu pasti capek, kan baru pulang kerja," jawab ibu mertua sembari tersenyum lagi dimanis-maniskan.Pandangan wanita itu kini beralih padaku. "Naima, cepat buatkan minuman dingin buat suamimu," titahnya padaku yang langsung kuturuti. Sebenarnya, walaupin tanpa disuruh Aku juga pasti menyiapkannya minum. Ish! Aku kesal sekali.Mas Ilham tampak diam menatapku sembari meniup napas dalam-dalam. Ya Allah ... aku benar-benar ingin menceritakan semua padanya, tapi ....Sabar Naima, sabar ....Dengan langkah pelan aku menuju dapur. Membuka lemari pendingin dan langsung meraih sebotol air dingin yang akan kujadikan air es teh untuk Mas Ilham. Kembali membalik badan, aku berniat mencari toples gua."Heh! Mbak! Awas ya kalau sampai mengadu pada Mas Ilham," ancam Nindi padaku, yang seketika membuatku terhenyak. Ternyata, gadis berkuncir itu mengekor dan entah sejak kapan sudah berdiri tepat di belakangku."Kenapa? Takut??" Aku sengaja menyulut emosinya. Karena kelakuan gadis manja ini semakin hari semakin mirip ibunya membuatku berani bersikap kasar. Sebenarnya aku bukan wanita bar-bar. Tapi, jika setiap hari aku mendapat perlakuan seperti ini, mau tidak mau, ya harus kulawan."Mbak berani, ya!" ancamnya lagi dengan tangan kiri meraih lenganku."Aw! Sakit, Nin," pekikku langsung mengusap lenganku yang kena cubit oleh gadis tomboy itu. Tidak kusangka, ternyata Nindi berani main tangan juga.Sabar, Naima.Sabar ...."Makanya kamu jangan macam-macam, Mbak!" ancamnya sekali lagi sambil menunjukkan jari telunjuk tepat di wajahku. Gadis ini benar-benar seperti ibunya!Selesai membuatkan minuman dingin, aku segera mengantar ke hadapan Mas Ilham yang masih duduk di sofa ruang tamu keluarga. Pria itu masih bersama dengan ibunya. Entah apa yang dibahas. Tapi, begitu aku masuk, pembicaraan mereka terhenti. Membuatku bertanya-tanya, apa mungkin ada yang mereka sembunyikan dariku?"Wah, seger, nih!" Mas Ilham meraih teh es yang kubuat dan langsung menghabiskannya."Alhamdulillah kalau suka, Mas. Mau lag ....""Kalau mau, ibu bisa buatkan lagi, Ham. Teh es buatan Ibu lebih manis, dan pastinya jauh lebih seger." Ibu mertua menyambar kalimatku yang belum selesai. Wanita itu melirik sinis ke arahku.Mas Ilham tersenyum kecil menatap sang ibu. "Ah, tidak perlu, Bu. Ini juga sudah cukup." Pria itu beralih menatapku. "Terima kasih ya, Dek. Mas suka teh esnya. Seger," ucapnya padaku yang otomatis membuat hati ibu kandungnya kembali berasap."Teh es mah, di mana-mana ya begitu rasanya. Kalau nggak kurang manis ya kemanisan!" celetuk wanita tua itu lagi menyindirku. Entah kenapa semakin hari, kebenciannya padaku semakin kentara. Apa mungkin sebenarnya dia telah menyesal menjadikanku mantu?Untung saja Mas Ilham tidak begitu menanggapi celotehan ibunya. Mungkin, ia sudah hapal dengan tingkah ibunya yang super banyak omong itu. Astaghfirullah, maafkan hamba sudah membicarakan keburukan mertua sendiri."Ayo masuk, Dek," ajak Mas Ilham. Pria itu meraih tanganku, dan mengajakku masuk kamar. Aku menurut, kami berjalan beriringan melewati ibu mertua yang masih mematung sambil menyilangkan kedua tangannya di dada."Mas," panggilku pada pria yang masih memakai kemeja kerja itu.Mas Ilham menoleh ke arahku seraya berjalan mendekat. "Ada apa, Dek?"Aku ingin sekali memberitahunya tentang apa yang dilakukan ibu dan adik perempuannya padaku. Namun, aku urung. Mengingat Mas Ilham yang sangat berbakti pada ibunya membuatku menutup rapat mulutku kembali."Ada apa??" tanya Mas Ilham lagi. Saat ini posisinya sudah berada tepat di hadapanku. Kami saling berhadapan.Entah kenapa, Mas Ilham tiba-tiba memelukku dengan sangat lembut. "Kamu harus sabar ya, Dek. Aku tahu ini pasti berat untukmu."POV Author"Jadi, kamu suaminya Naima??" Ratih, mantan mertua Naima itu sangat terkejut. Dia begitu kagum melihat pria yang berdiri di hadapannya. Dalam pikirannya, ia tak pernah mebayangkan bahwa menantu yang disia-siakannya sekarang mendapat suami super sempurna.Ratih tahu jika Hakim adalah pria kaya, tetapi ia sama sekalian tidak tahu jika pria itu juga masih sangat muda dan tampan. Bagaimana mungkin, seorang janda rendahan dipersunting pria istimewa ini?Namun, rasa kagum itu tak mungkin ia tampakkan. Tidak mungkin ia memuji Hakim sementara hatinya begitu membenci Naima. "Iya, saya suami dari Naima." Hakim menjawab dengan kalimat penuh penekanan. Sementara tu, hatinya masih menerka-nerka siapa dia orang wanita yang sedang merundung istrinya. Perdebatan pun terjadi, hingga Hakim akhirnya tahu bahwa wanita itu adalah ibu dari Ilham, mantan suami Naima. Dan wanita muda yang berdiri di sampingnya adalah Melissa, istri kedua Ilham saat ini. "Dari mana kamu tahu tentang Ilham? Pasti
"Apa aku nggak salah dengar, Dek?" Aku begitu terkejut mendengar pengakuan dari Naima. Bagaimana mungkin pria yang sudah merugikan perusahaanku adalah mantan dari istriku sendiri.Apa mungkin ... pria itu sengaja melakukan ini padaku? Karena dia tahu aku adalah suami mantan istrinya? Ah, entahlah .... "Mas, kamu jangan marah ya? Aku nggak pernah berniat merahasiakan ini." Naima kembali berucap dengan mata nanar menatapku. Bagaimana mungkin aku akan marah padanya, sementara dia adalah kucing manis yang selalu diam di rumah. Maksudku, dia adalah istri sempurna bagiku terlepas dari sikap buruk mantan suaminya. Dengan penuh cinta aku membelai bahunya. "Siapa yang marah, Dek? Mas nggak marah kok. Cuman agak kaget aja." "Iya, Mas. Aku juga baru tahu kalau perusahaan tempat Mas Ilham bekerja jadi partner kerjamu waktu dia datang ke sini," terang Naima lagu dengan penuh kesungguhan. "Iya, Dek. Mas paham." Aku kembali menyahut. "Tapi, apa kamu tahu bagaimana sifat asli mantan suamimu itu?
Apa yang terjadi?"Maaf, Pak Haris. Apa maksud Bapak?" Aku sangat terkejut dengan file yang sedang kupegang.Pemuda yang usianya kurasa masih di bawahku itu tersenyum simpul. "Itu adalah rekapan dari semua biaya proyek yang sedang kita garap. Lihatlah lagi dengan teliti. Di sini tidak terlihat adanya kecurangan atau penggelapan dana yang dilakukan Saudara Ilham yang notabene adalah karyawan saya. Jadi, saya harap Anda menarik kembali ucapan dan tuduhan Bapak pada Saudara Ilham!""Apa??" Aku sangat terkejut. Bisa-bisanya Ilham memanipulasi lagi data yang sudah kami dapat sehingga membuatnya terbebas dari kesalahan. Aku sangat marah hingga tak sengaja aku berdiri seketika dan menarik kerah karyawan licik itu. "Jangan kamu pikir setelah membuat file baru kamu akan aman, hah! Aku punya bukti bahwa semua ini sudah kamu rencanakan dari awal. Dasar manusia licik!" "Tenang, Pak. Tenang ...." Romi berusaha menarik lenganku, tetapi tanganku sangat kuat mencengkeram kerah Ilham, membuat pria
Pagi-pagi sekali aku sudah bersiap. Sesuai rencana, aku dan Romi akan ke perusahaan tempat Ilham bekerja. Di mana perusahaan itu saat ini sedang bekerja sama dengan kami.Aku sangat berharap proyek yang kami garap ini berakhir dengan hasil yang memuaskan. Sayang seribu kali sayang, bukannya untung aku malah buntung. Karena keserakahan satu orang membuat hasil yang akan kami dapat sangat tidak sesuai. Bidang perusahaan yang sedang kurintis adalah tentang properti. Di mana aku bekerja sama dengan berbagai perusahaan kontraktor untuk membangun perumahan yang siap huni. Dengan penuh harap aku memulai kerja sama dengan perusahaan besar yang cukup terkenal milik seorang pemuda bernama Haris. Awalnya, proyek terlihat berjalan dengan baik. Aku juga sering memantau langsung ke lapangan. Akan tetapi, karena kesibukan dan aku selalu ingin menemani Naima di rumah, itu menjadikanku tidak bisa mengontrol langsung proyek yang sedang berjalan. Hanya Romi yang kutugaskan sesekali untuk mengontrol
Aku begitu terkejut mendapati kabar dari sekretarisku. Pikiranku yang panas karena Intan seketika terasa semakin mau pecah. Bagaimana mungkin, file penting tentang proyek baru kami dicuri oleh seseorang. Untung saja kami memasang beberapa CCTV di berbagai titik di perusahaan, sehingga membuat Romi, sekretaris sekaligus orang kepercayaanku bisa dengan cepat melacak dan menemukan pencurinya. "Bapak harus segera ke kantor. Ini saya sudah mengkonfirmasi pencurinya. Jika Bapak mau, kita bisa melaporkan hal ini langsung ke kantor polisi," ucap Romi memberikan saran. Ia juga begitu geram dengan ulah Ilham.Sudahlah menggunakan uang proyek yang sedang berjalan, kini malah mencuri data penting yang kami simpan. Aku sudah bisa memastikan motif pria itu melakukan hal ini, tetapi aku juga ingin mendengar pengakuannya sendiri nanti. "Baiklah, nanti kita bicarakan di kantor. Ini saya masih di rumah ibu. Saya mau antar istri pulang dulu, baru setelah itu langsung ke kantor. Kamu tunggu saja di san
"Intan, ada apa? Kenapa kamu menangis?" Aku memeluk tubuh adik ipar dengan penuh kekhawatiran. Padahal di ruang tamu saat ini, kekasihnya sedang melamar, tetapi kenapa dia malah menangis di sini? "Ada apa, Intan? Kenapa kamu menangis?" Sekali lagi aku bertanya. Hubunganku dengan Intan terbilang cukup dekat. Selain karena umur kami yang tidak terlalu jauh, Intan adalah wanita supel yang selalu bisa membuatku tersenyum.Gadis itu masih belum mau menjawab. Dia malah kembali membenamkan wajah ke bantal, hingga suara tangis histeris terdengar."Ada apa ini?" Tiba-tiba pintu terbuka. Mas Hakim sudah Berdiri tegap di ambang pintu. Mungkin suamiku mendengar tangisan adiknya, sehingga membuatnya bergegas untuk memastikan. "Dek, ada apa ini? Kenapa Intan menangis?" tanyanya padaku yang langsung kutanggapi dengan gelengan kepala. "Aku juga nggak tahu, Mas. Tadi pas aku masuk, Intan sudah nangis begini."Mas Hakim bergerak mendekati adiknya. "Kamu kenapa, Intan? Di luar sana, kekasihmu seda