Semua ucapan Alex seketika tergambar di otak Reza, ia paham maksud Alex. "Tapi Naya gak pernah cerita," ucap Alex. "Dia yang gak mau cerita atau kamu yang gak mau dengerin dia?" ucap Alex membalikkan ucapan Reza membuat Reza seketika mematung, dirinya memang tidak pernah mau mendengarkan Naya dulu.
"Sudahlah Lex, saya pusing," ucap Reza tiba-tiba sambil memijit pelipisnya, terlalu banyak beban di pikirannya. "Gak bisa Reza, kamu harus tau yang sebenar-benarnya biar kamu gak nyalahin Naya terus. Lihat aja setelah ini kita kembali ke pabrik, saya akan pecat tiga orang langsung. Saya udah cek cctv tadi," tegas Alex membuat Reza mengangguk. "Saya tuh bingung mau nyalahin Mama Lex, soalnya dari awal saya datang Mama baik sama saya Lex, jadinya bingung mau gimana," "Nah itu, kebingungan kamu itu yang buat rumah tangga kamu hancur," tegas Alex. "Sekarang kamu pengen sama Naya, tapi kamu gak bisa adil, ya sama aja Za, percuma Naya itu perempuan dan perempuan itu sangat perasaan, masa sakit hatinya di tahan terus demi memperhankan kamu. Gak banget sih Za, saat dia berusaha mempertahankan rumah tangga kalian, kamu malah yang menghancurkannya," lanjut Alex menyadarkan Reza. "Iya sih, saya yang salah terlalu menyalahkan Naya," jawab Reza sambil menghela nafas panjang. "Sekarang gini deh Reza, ini terakhir banget ya saya bilangin coba tegas dan selidiki bener gak Ibu kamu itu cuma manfaatin kamu doang, jujur nih ya kalo ngikutin hati, saya juga pengen hajar kamu, sama yang kayak Silvi lakuin tadi. Tapi balik lagi saya tahu kamu juga korban disini, makanya saya bilang tegas, cari bukti, kalo mau masih menginginkan Naya ya, kalo gak ya udah buat saya juga gak apa-apa," lanjut Alex dengan santainya membuat Reza langsung melotot. "Gak usah nambah beban pikiran saya Lex," ujar Reza membuat Alex tersenyum miring. Lama mereka di kafe tersebut lalu akhirnya keduanya memilih untuk kembali ke pabrik. Sampai di pabrik Alex langsung memanggil Wawan ke ruangannya. "Pak Alex manggil saya?" tanya Wawan yang baru saja sampai di ambang pintu. "Iya Wan, saya mau minta tolong sama kamu buat surat pemecatan atau pemberhentian Dean, Aidil sama Vio," ucap Alex membuat Wawan bingung, karena selama pabrik ini berdiri Alex tidak pernah memecat karyawan. "Serius, Pak?" tanya Wawan yang dibalas anggukan oleh Alex. "Serius, kalo suratnya udah jadi panggil tiga orang itu kesini," jawab Alex yang dibalas anggukan oleh Wawan. "Baik Pak, kalo begitu saya permisi dulu," jawab Wawan lalu ia berbalik, tiba-tiba saja jantungnya deg-degan, ternyata Alex diam-diam memperhatikan karyawan. 'Duh jangan sampe aku di pecat ya Allah, makan apa anak dan istriku di rumah,' ucap Wawan dalam hati lalu ia buru-buru mengerjakan tugas yang di suruh Alex. Hampir setengah jam Alex dan Reza menunggu di dalam ruangan, akhirnya Wawan dan ketiga karyawan tersebut datang. "Masuk," suruh Alex. "Kalian tahu kenapa saya ngumpulin kalian bertiga disini?" tanya Alex membuat ketiganya langsung menggeleng. "Oke baik kalo gitu, sekarang kalian perhatikan foto ini baik-baik, apa kalian mengenalnya?" tanya Alex sambil berjalan di hadapan mereka menunjukkan ponselnya. Ya di situ terpampang jelas foto Neni dan Nova yang ia minta sama Reza. Dengan cepat mereka menggeleng membuat Alex langsung melipat kedua tangannya. "Kalian yakin tidak mengenal dua orang ini?" tanya Alex lagi membuat mereka langsung panas dingin. "Apa kalian tahu dua Minggu belakang ini sering terjadi kekacauan di pabrik ini yang anehnya lagi penyebab kekacauan itu bukan karyawan pabrik, tapi orang dari luar. Kalo secara logika masuk kesini gak mudah karena ada security di depan sana, makanya saya bingung kenapa dua orang ini bisa masuk ke dalam pabrik dan membuat onar. Apa kalian tau bagaimana cara mereka masuk kesini dan gak hanya sekali?" introgasi Alex membuat ketiganya langsung menunduk lalu menggeleng. "Oke ya sudah kalo kalian tidak tau, gak apa-apa wajar kok namanya manusia bisa lupa. Tapi kalian juga harus ingat kalo pabrik ini punya cctv, nah dari hasil yang saya lihat. Yang membantu dua orang ini masuk kesini ya kalian bertiga, satu di bagian security ada yang di bagian pengemasan dan satu lagi di bagian produksi, saya juga gak tahu mungkin mata saya kali salah melihat kalian yang terekam cctv, silahkan dicek ulang lagi setelah ini," Ketiga karyawan tersebut semakin menunduk, mareka tidak berani menjawab ucapan Alex. "Nah untuk demi kelangsungan dan kemanan pabrik, saya akan mengeluarkan kalian bertiga dari pabrik ini. Terima kasih selama ini kalian udah bekerja dengan baik dan terima kasih juga untuk komitmen kalian," lanjut Alex membuat ketiganya langsung kaget bukan main. Deg! "Ta–tapi Pak," ucap salah satu karyawan. "Iya, ada yang ingin di sanggah?" tanya Alex membuat Vio langsung ciut kemudian ia menggeleng. "Kalian boleh keluar, untuk gaji kalian jangan khawatir akan segera di berikan," lanjut Alex kemudian ia melihat ke arah Wawan membuat Wawan langsung paham dan keluar untuk mengambil gaji tiga orang tersebut. "Kalian boleh keluar, tunggu di depan ruangan Wawan, dia lagi ngurus gaji kalian ke bendahara," lanjut Alex. "P–pak, maafin kami ya," ucap Vio lirih yang dibalas anggukan oleh Alex. "Permisi," lanjut Vio lalu mereka keluar dengan perasaan hancur. Malam hari, Reza baru sampai di rumah, semua perkataan Alex tadi siang masih terekam jelas di memorinya. Baru sampai di ambang pintu ia sudah berpapasan dengan Nova. Setetika Reza malas untuk melihat bahkan menanggapi Nova. "Baru pulang, Pak?" tanya Nova yang dibalas deheman oleh Reza lalu ia masuk ke dalam, namun anehnya Nova malah mengikutinya. "Kamu ngapain ngikutin saya?" tanya Reza datar membuat Nova langsung berhenti lalu tersenyum. "Pak besok ke pesta yuk, aku di undang nih sama temen aku, katanya bawa partner sedangkan aku belum punya partner," ajak Nova membuat Reza langsung bingung."Kamu ngajak saya?" tanya Reza memastikan dengan cepat Nova mengangguk sambil tersenyum. "Bisa gak, gak usah sok ramah sama saya, saya gak bakalan mau!" tegas Reza membuat Nova langsung kaget. "Kok Bapak ngegas sih? Kan saya ngajaknya baik-baik, saya salah mulu deh di depan Mata Bapak," cecar Nova membuat Reza langsung terpancing emosi. "Ya kerena kamu emang salah. Yang nyuruh kamu ngomongin saya duluan siapa? Yang nyuruh kamu tinggal disini siapa? Cuma kamu sendiri yang sok-sokan dengan pedenya tinggal disini, kalo saya gak ngizinin," ucapan Reza dengan pedasnya membuat Nova langsung sakit hati. "Bapak hina saya?" tanya Nova. "Saya gak pernah hina kamu, tapi kamu yang menghinakan diri kamu di depan saya," ucap Reza membalikkan omongan Nova. "Pak Reza tega banget sih," ujar Nova dengan raut wajah sedihnya membuat Reza langsung memicingkan matanya. "Kalo saya gak tega, gak mungkin saya memecat kamu di kantor hingga kamu akhir-akhirnya mohon-mohon sama Mama saya untuk tinggal disini," lanjut Reza dengan santainya membuat Nova hampir saja menangis. "Reza!" bentak Neni membuat keduanya langsung menoleh, tapi kali ini Reza sudah sangat pusing. "Apa Ma? Mama mau nyalahin Reza padahal udah jelas-jelas dia yang salah," jawab Reza sambil menunjuk Nova. "Reza! Jangan seperti itu, Nova dari awal baik sama kamu, kenapa kamu selalu tidak suka," ujar Neni membuat Reza mangut-mangut. "Gimana ya Ma, ternyata aku telah membuang berlian demi mencari besi berkarat," jawab Reza membuat Neni dan Nova langsung melotot. Plak! Tiba-tiba saja Nova menampar Reza membuat Neni kaget, tapi Reza malah tersenyum miring melihat Nova dan Neni secara bergantian. "Keterlaluan kamu Pak, aku lakuin semua ini demi kamu, aku suka sama kamu!" bentak Neni membuat Reza menatap tajam Nova. "Kamu suka samaku atau suka sama hartaku?" tanya Reza to the point, kali ini Neni yang malah kaget mendengarnya. "Reza kok ngomong gitu sih," ucap Neni, tapi tidak di hiraukan oleh Reza. "Angkat kaki dari rumah ini," ucap Reza datar tapi mampu membuat Nova mematung. Deg! "Reza!" lagi-lagi Neni kesal dengan Reza. "Mama pilih sekarang, aku yang pergi atau dia yang pergi," ujar Reza membuat Neni langsung gelagapan. "Pilih Ma," kekeh Reza membuat Neni bingung. "Reza kok ngomong gitu sih main usir aja," lanjut Neni membuat Reza mangangguk. "Ok, aku yang pergi," ucap Reza pelan lalu ia masuk ke kamar, tapi mampu membuat Neni seketika panik. "Reza dengerin Mama dulu, jangan gitu Nak," panggil Neni, tapi tidak di hiraukan oleh Reza ia mengambil koper saat ia membuka lemari seketika ia teringat dengan Naya, tepatnya saat gadis itu menyusun pakaian ke dalam koper. 'Kamu bener Nay, aku laki-laki tidak adil dan sekarang karena ketidakadilanku maka aku merasakan apa yang kamu rasakan dulu, maafin aku Nay," ucap Reza dalam hati sambil memasukkan pakaiannya ke dalam koper persis seperti yang Naya lakukan sebelum pergi. Tok! Tok! Tok! mereka terus berusaha menggedor pintu kamar Reza namun Reza tidak menghiraukannya. "Reza, buka pintunya. kamu jangan ceroboh Reza dengerin mama dulu," ujar Neni namun Reza malah semakin yakin untuk pergi."Mama mau nikah?" tanya Reza menggoda Neni membuat Neni langsung memukul tangan anaknya itu pelan. "Gak lah cukup melihat anak-anak Mama bahagia itu udah lebih dari cukup." jawab Neni membuat Reza terkekeh geli. "Gak apa-apa Ma kalo mau nikah juga, direstuin kok." "Gak usah kurang ajar Reza ..." "Hahah ... Beneran Ma." goda Reza. "Sana urusin istri kamu yang lagi hamil gak usah aneh-aneh kamu tuh yang jangan sampai tergoda oleh wanita manapun." omel Neni membuat Reza tersenyum lalu mengangguk. "Siap Bunda Ratu, Naya tidak akan tergantikan." Jawab Reza. Malam hari setelah semuanya pulang, Neni ke kamar bersama Zahra, ia sudah terbiasa tidur dengan cucunya tersebut. "Kak." panggil Naya bagitu melihat Reza sibuk dengan komputernya. "Hum ... kenapa?" tanya Reza sambil melihat Naya seperti anak kecil ingin meminta sesuatu. "Sini sayang." ucap Reza lalu menarik Naya duduk di pangkuannya. "Mau apa cantik?" tanya Reza sambil menciumi pipi istrinya tersebut. "Em ... peng
Dua bulan kemudian Naya mual-mual membuat Reza dan keluarganya bahagia. "Za apa gak kecepatan Zahra punya adik?" tanya Alex saat berkunjung ke rumah Reza. "Gak dong, Zahra udah genap dua tahun nanti adeknya lahir Zahra masuk tiga tahun, yang kecepatan punya adek itu Syakila." jawab Reza dengan santainya membuat Alex melotot. "Silvi gak hamil ya," "Ya iya maksudnya yang kecepatan punya adek itu Syakila kalo misalnya Silvi hamil." "Iya-iya biasa aja kali, o iya Tante Neni berapa lama umroh?" tanya Alex sambil menyeruput kopi. "Dua bulanan semoga pulang dengan selamat." jawab Reza yang diamini oleh Alex. "Gak nyangka ya sekian banyak drama yang terjadi beberapa tahun yang lalu akhirnya kita semuanya bisa tenang menjalani hari, apalagi saya setelah Indri menikah rasanya lega banget." terang Alex membuat Reza mangut-mangut. "Ya begitulah jika tuhan sudah berkehendak yang jahat bisa jadi baik dan yang baik bisa jadi jahat," jawab Reza yang dibalas anggukan oleh Alex. "Tante
Hampir 30 menit Rifki menunggu Indri, tapi Indri belum keluar-keluar juga membuat Rifki greget. Tok! Tok! Tok! "Indri." "Iya ..." "Keluar saya gak nyuruh kamu lama-lama di dalam." ucap Rifki dengan nada tegas membuat Indri langsung memejamkan matanya. 'Lex ... Kamu tega banget sama aku, kamu gak kasian apa lihat aku.' ucapnya dalam hati lalu ia perlahan membuka pintu. Ceklek! Deg! Rifki langsung menelan salivanya dengan susah payah begitu melihat Indri hanya memakai handuk sepaha. "Aku lupa bawa baju ganti." ucapnya membuat Rifki mengalihkan pandangannya sekilas. "Iya, ayo sholat dulu." ajak Rifki lalu mereka melakukan sholat berjamaah. Setelah selesai sholat, Indri membuka mukenahnya lalu ia berjalan ke dekat lemari hendak mengambil baju. Saat ia berjinjit tiba-tiba ia kaget melihat tangan Rifki melingkar di perutnya. "Ri--rifki-- "Aku kangen banget sama kamu." ucap Rifki dengan napas berat membuat Indri merinding. "Aku mau pake baju dulu." lanjut Indri y
[Bukannya gak menghargai atau gimana ya Indri, punten ini mah maaf ... Dari kemaren-kemaren bukannya kamu udah tunangan bahan denger-denger gosipnya udah mau nikah kok sekarang baru mau lagi?] tanya Alex blak-blakan. [Kemaren itu aku kabur Lex dan sekarang dipaksa pulang sama Ayah dan beneran mau dinikahin besok, hiks ...] Silvi yang melihat itu pura-pura tidak mendengar ia fokus pada Syakila. "Kita keluar yuk sayang." ucap Silvi sambil menciumi pipi putrinya itu lalu ia melangkah hendak keluar. Baru dua langkah tiba-tiba tangannya dicekal oleh Alex membuat Silvi berhenti lalu mendongak. Cup! Tiba-tiba ada Alex mengecup bibirnya membuat Silvi mematung. [Sekarang gini, ikuti apa yang disarankan orang tuamu karena orang tua biasanya tau apa yang terbaik untuk anaknya.] jawab Alex yang masih setia memegang tangan Silvi. [Tapi le-- [Udah jangan ngeluh terus kehidupan ini gak gitu-gitu aja, sama halnya kayak saya dan Silvi sudah jadi orang tua dan ya ... Udah otw anak ke d
"Iya Om." jawab Nova membuat laki-laki itu panik bukan main. "Anak siapa?" "Ya anak Om lah sama teman-teman Om itu." jawab Nova yang dibalas gelengan oleh laki-laki paruh baya itu. "Gak mungkin saya gak pernah ngeluarin di dalam kamu bohong, pasti itu kerjaan kamu sama laki-laki lain." tuduh laki-laki itu membuat Nova melotot. "Om! Ini anak Om Budi saya gak pernah sama siapa-siapa semenjak di booking sama Om!" bantah Nova. "Ok kalo itu benar ulahku sekarang gugurkan saja, saya kasih uang." suruh Budi membuat Nova menyunggingkan senyum. "Iya Om, aku minta 50 juta Om harus tanggung jawab ini." ujar Nova membuat Budi mau tidak mau mengangguk. "Tapi ini kamu harus benar-benar menggugurkan anak itu karena jika tidak saya tidak mau tanggung jawab lagi mau gimanapun juga." ancam Budi membuat Nov. "Iya Om aman nanti aku gugurin, Om mau gak?" goda Nova membuat Budi tersenyum miring. "Tanpa kamu suruh pun aku akan tetap mengambil alih itu." jawab Budi lalu mendorong Nova ke ran
Sore hari setelah Alex dan Silvi pulang. Reza sedang berdiri di dekat jendela kamar sambil bersedekap dada. Ceklek! Naya yang baru saja masuk langsung mengunci pintu lalu mendekati suaminya itu. 'Kak Reza kenapa lagi ya? Jangan bilang dia lupa Ingatan lagi.' ucap Naya dalam hati lalu memberanikan diri memegang tangan Reza. "Kak ..." "Hum." Reza kaget lalu menoleh ke samping, detik kemudian bibirnya tersenyum manis. "Kakak mikirin apa?" tanya Naya, Reza langsung membawa Naya berdiri di depannya menghadapi jendela. Lalu Reza memeluk istrinya itu dari belakang menyandarkan kepalanya di bahu Naya membuat Naya sedikit kaget, ia menoleh kesamping bertepatan dengan wajah Reza di dekatnya. Cup! "Zahra mana sayang? tanya Reza membuat Naya tersenyum lalu ia mencium kembali pipi suaminya itu. "Zahara dibawa jalan-jalan sama Nurul, Rey sama Mama." jawab Naya. "Oh mereka jalan-jalan, kamu kenapa gak ikut?" tanya Reza. "Mau sama Kakak aja." jawab Naya pelan membuat Reza terse