Kacau lah rencana kita bersenang-senang, kenapa mesti bertemu mereka padahal disini cukup jauh dengan rumah mereka."Syifa, sini sama Ayah,""Syifa sama Uncle saja, Yah. Ayah sudah sama anak yang lain," Bang Akram mendekati Syifa dengan tangan masih menggenggam Lulu."Dengerin ayah bicara, Sayang. Ayah sama Lulu karena dia adik kecil yang kasihan tidak punya ayah, lucu kan Lulu. Coba sini kenalan,""Iya, Ayah. Syifa sudah paham, ayah kasihan sama Lulu karena tidak punya ayah. Tapi ayah sudah membuat Syifa dan adik-adik tidak mendapatkan kasih sayang seperti Lulu. Lucu kan? Lulu sekarang punya Ayah, sedangkan kami kehilangan Ayah. Kaya orang-orang bilang, aku pernah mendengar ibu-ibu bicara gini. 'Jeng suamiku menikah lagi alasannya menolong janda, tapi malah sekarang menelantarkan aku menjadi janda' haha ... lucu kan? Orang dewasa ternyata punya banyak cara. Katanya sayang, katanya cinta," air mata Syifa bercucuran, aku tak percaya kata-kata seperti itu keluar dari mulut anak gadisku.
"Astaghfirullah, Indah. Aku tidak mengerti dengan ucapan kamu. Kamu begitu pedulinya dengan ucapan tetangga. Berhentilah bersikap konyol, Indah. Hidupmu tidak akan bahagia jika caramu menjalaninya seperti ini," "Mas, aku tidak peduli. Mau motor baru tapi tidak dengan menjual mobil kamu. Aku nggak mau di hina terus menerus oleh tetanggaku. Aku bosan hidup dalam kekurangan, Mas!" Akram semakin mengepalkan tangannya. Ia sangat kesusahan mengontrol emosinya jika berurusan dengan Indah, tapi percuma juga berdebat dengan Indah yang pemikirannya selalu egois, selalu mementingkan apa kata orang lain. Akram keluar dari kamarnya membiarkan istrinya meraung dengan tangis pilunya, berjalan gontai dan tiduran di sofa usang milik mertuanya. Akram sangat malu dengan tetangganya, bersama Fitri tak pernah sekalipun bertengkar konyol seperti ini. Dia meratapi penyesalan poligami dengan cara salah, imbasnya sangat banyak. Syifa gadis cerdas, penurut sudah mendapat bentakan darinya. Netra Akram tak sang
"Masuk, Pak Akram. Silahkan duduk," "Terimakasih," Pak Handoko berjalan menuju sofa tempat duduk tamu. "Pak, sudah hampir empat bulan ini saya perhatikan kinerja kamu semakin menurun, sebelum membuat peringatan saya ingin tau apa alasan kamu sehingga sering tak masuk, dan ijin pulang cepat, mohon maaf saya melihat Pak Akram jauh berbeda dengan sebelumnya. Sesuai peraturan harusnya Pak Akram sudah dapat SP, tapi saya masih menimbang mengingat pertemanan ku dengan mertua Pak Akram. Memang tidak boleh mencampuradukan urusan pribadi dan perusahaan, namun aku tak tega jika bertindak tanpa bertanya terlebih dahulu. Pak Akram kinerjamu sangat bagus dulu, bahkan menjadi karyawan teladan kami," ucap Pak Handoko panjang lebar. Aku malu hendak menjawab. "Pak Handoko, terimakasih atas pengertian Bapak. Mohon maaf akhir-akhir ini saya lagi kurang fokus,""Tidak masalah, yang terpenting kedepannya kamu bisa memperbaiki diri. Mertua kamu adalah sahabat baikku, maka kamu sudah seperti anakku. Jad
Akram bangkit bergegas menemui tamu, matanya tertegun melihat siapa yang datang. "Apa kabarnya, Akram. Baru dua hari tidak bertemu tampang kamu berubah sekali. Memalukan sekali istri sampai dua malah tampilan semakin semrawut, nanti sebelum pulang pangkas rambut dulu supaya agak mending,""Kak, jangan meledek. Efek lapar mungkin jadi kelihatannya lesu," ucap Akram kikuk, Farid bukan orang pertama yang menegur penampilannya. "Aku serius bicaranya, jangan sampai orang lain menegur. Nanti habis ini kamu ngaca deh. Biar nggak penasaran dikira aku hanya berniat mengejek kamu. Aku benar-benar peduli sama kamu. Aku kesini mau menyampaikan kalau Fitri barusan aku antar pulang, memilih ketemu karena ada urusan juga dengan Pak Handoko jadi sekalian jalan,""Terimakasih, Kak Farid. Aku lanjut bekerja dulu,""Ngaca dulu, biar kamu yakin omonganku karena peduli bukan mengejek," ucap Farid serius.Meskipun aslinya Farid kesal dengan dengan Akram namun melihat penampilan Akram yang seperti itu rasa
Kedua bocah kecil itu hanya saling pandang tanpa menghiraukan kehadiran Ayahnya. Biarpun anak kecil tetap punya perasaan, Syifa masih belum bisa melupakan kejadian yang baru satu hari berlalu sementara Daffa mendukung penuh aksi yang dilakukan Kakaknya. Meski mendapat penolakan Akram tidak menyerah begitu saja, dia hendak mengambil alih Hilda namun balita itu tidak mau lepas dari Kakeknya. Akram sangat malu dengan dirinya sendiri, ternyata mereka bisa bahagia tanpa dirinya, Hilda ada sosok penggantinya namun dia yang tak mendapat ganti. "Akram, yang sabar. Mereka kecewa karena sering tidak melihat ayahnya pulang," kata Ibu. Batin Akram mengatakan bukan itu penyebabnya Bu, anak-anak kecewa karena kemarin aku membentak Syifa."Iya, Bu. Mereka masih marah denganku, tidak apa mereka punya hak untuk itu. Aku memaklumi, Bu," ujar Akram.Fitri mendekati keluarganya yang sedang berkumpul membawa minuman beserta kudapan. Celoteh mereka membuat semua bahagia, Akram merasa asing ditengah anak-a
Aku terdiam beberapa saat untuk menyusun puzzle kalimat yang tepat, namun ini diluar hati nurani, aku menjawab karena sebuah tanggungjawab."Pak, untuk saat ini aku akan bertahan. Demi sebuah tanggungjawab setelah ikrar ijab qobul yang aku ucapkan, Pak," ucap Akram tegas."Jika itu keputusanmu tidak apa-apa, tapi jangan pernah membawa dia dihadapan Bapak dan Ibu. Bagi kami menantuku hanya Fitri, aku tidak akan tahan menghadapi wanita konyol seperti dirinya, apalagi setelah kehadirannya membuat cucu-cucu ku tersiksa,"Aku tak bisa berkata apa-apa jika Bapak sudah seperti itu. Kata-kata Bapak merupakan sebuah ultimatum, akupun tidak akan membawa Indah saat ini sebelum sifatnya berubah. "Ibu juga tidak setuju jika kamu membawa istri barumu, ibu tidak tegar seperti Fitri. Ibu tidak sanggup membayangkan dia berada di tengah-tengah kita. Melihat Syifa rasanya hati Ibu sangat iba, Ya Allah betapa malang nasib cucuku," Ibu mulai terisak. "Maaf, Bu. Jangan seperti ini, aku ingin anak-anakku m
"Kenapa? Abang sudah tidak tahan, Sayang. Ketika berdekatan denganmu rasanya sulit sekali menahan, pleace jangan kamu membenciku sehingga tidak lagi mau melayani Abang," ucap Akram dengan tatapan memohon. "Bukan itu, Bang. Tapi, ... ," Belum selesai bicara bibir Fitri sudah dibungkam dengan ciuman Akram. Fitri mendorong dada suaminya, "Bang, maaf ... aku lagi dapat," dengan tatapan bersalah dan memeluk suaminya. "Nggak apa, Sayang. Kenapa nggak bilang heh?" ucap Akram menahan kesal. Bukan salah istrinya, dia yang salah tidak memberi kesempatan istrinya bicara. "Sayang, tidurlah. Abang ingin tidur memelukmu," Akram mengancingkan kembali piyama itu menarik selimut agar menutupi keduanya lalu memeluk pinggang istrinya. Kepalanya terasa pusing akibat dari gagal pelepasan. Karena merasa bersalah Fitri berbalik menghadap suaminya, mulai melayani dengan cara lain. Ia khawatir suaminya menggunakan cara onani. Mengingat onani sendiri menurut sebagian besar ulama mengatakan haram hukumnya
"Akram, ikutilah kata hatimu. Kembali bekerja, itu dipikir setelah pekerjaan selesai, jangan sampai berpengaruh terhadap hasil kerja kita, bisa-bisa potong gaji akibat lalai," ucap Ihsan serius menasihati sahabatnya."Hem ..., "Jam istirahat dia mendapatkan pesan dari kedua istrinya, dia lebih memilih membuka pesan Fitri mengingat waktunya hari ini buat Fitri. [Bang, motor pesanan Abang sudah sampai barusan. Papa juga mengirim mobil ke rumah, maaf jika Papa tidak ijin sama Abang dulu. Itu bukan mobil Papa, tapi mobilku. Jadi Papa pikir nggak perlu ijin katanya] Ia memilih Honda All New CB 150R untuk menjadi alat transportasi kedepannya yang harganya dibawah 30 juta.Fitri pernah cerita punya mobil tapi tidak bertanya lebih lanjut karena itu bukan wewenang suami mengusik milik istrinya. Apalagi dia tau kalau Fitri anak kesayangan orang tuanya. Mungkin selama ini tidak membawa mobil ke rumah untuk menghargai suaminya. Sementara sekarang? Apa yang mesti dihargai, bahkan Akram selalu me