"Aku tidak melakukannya," ucap seorang wanita bernama Ivy dengan rambut panjang yang terurai, sambil menangis. Penampilannya terlihat menyedihkan dengan pakaian yang sudah tercemar oleh darah. Wajahnya dipenuhi luka lebam, sementara tubuhnya dipegang oleh beberapa prajurit.
"Percayalah padaku, bagaimana mungkin kau berkata begitu, sedangkan ada yang melihatnya. Kau membunuhnya!" teriak seorang pria dengan penuh amarah di hadapannya.
"Kau harus mempercayai aku, aku tidak mungkin melakukannya!"
"Jangan berbohong Ivy, aku tahu betul bahwa kau tidak menyukai Maria dan sudah berusaha untuk membunuhnya sejak dahulu," ucap pria itu dengan nada tegas.
"A-aku..." ucap Ivy terbata-bata. Dengan tatapan tajam dari pria itu, beberapa prajurit yang memegangi tubuh Ivy membawanya ke lapangan. Di tengah lapangan terdapat panggung kecil yang digunakan sebagai tempat untuk menghukum semua pelaku kejahatan dengan menggunakan guillotine.
Guillotine merupakan sebuah alat untuk memancung seseorang yang dieksekusi hukuman mati dengan cepat dan manusiawi. Seseorang yang mendapatkannya akan tengkurap dan lehernya berada di antara dua balok kayu, di tengahnya terdapat lubang untuk menjatuhkan pisau tajam dari ketinggian tujuh meter.
Pemenggalan kepala tersebut akan berlangsung beberapa detik saja. Meskipun begitu, semua orang akan menonton pertunjukannya, seolah-olah hal itu adalah tontonan yang menyenangkan.
"Lepaskan aku! Aku bisa saja membunuh kalian!" teriak Ivy berusaha melepaskan diri. Namun, tetap tidak bisa. Dia begitu lemah sekarang. Untuk berdiri saja harus ditopang oleh orang lain.
Ivy berusaha menggunakan kekuatannya kembali. Dia terus berusaha membaca mantra dan mengeluarkan tenaga dalam. Hingga akhirnya, dia sadar sesuatu, ia tidak bisa mengeluarkan kekuatannya lagi.
"Apa yang kau lakukan padaku, Marius!" Ivy mengamuk, masih mencoba mengeluarkan kekuatannya.
“Aku hanya berusaha membuatmu tak menjadi gila, Ivy. Aku sudah menyegel kekuatanmu, jadi kau tak bisa menggunakannya lagi," ucap Marius.
Marius menatap Ivy datar. Tidak ada lagi tatapan memuja seperti dulu. Sekarang, hanya ada tatapan kebencian yang ia dapatkan.
"Kau harus mendapatkan hukuman yang setimpal, Ivy," ucap Marius.
"Tidak! Aku tidak bersalah, Marius! Bukan aku yang membunuhnya!" Ivy masih tetap tak ingin mengakuinya.
Marius tak menjawab, ia malah mendekati Ivy yang sudah tengkurap.
"Kau membuatku kecewa, Ivy. Aku tidak percaya jika kau bisa melakukan hal sekeji ini," ucap Marius.
"Kau harus percaya jika aku tak melakukannya, Marius, percayalah." Ivy memohon dengan air mata mengalir di pipinya.
"Bagaimana bisa aku percaya jika melihatmu melakukannya sendiri di depan mataku, katakan, Ivy, katakan bagaimana caranya!" Marius menarik rambut Ivy hingga dia harus mendongak.
"Sa-sakit," rintih Ivy.
"Aku ingin kau jujur dan mengaku, Ivy. Dengan begitu, aku akan mempertimbangkan hukumanmu sekarang." Marius menatap dalam-dalam mata Ivy.
Ivy hanya menggeleng. Dia tidak ingin mengakui kesalahan itu sampai kapan pun.
“Aku tidak bisa mengakui apa pun yang bukan kesalahanku," desis Ivy.
"Maaf, ini semua salahku. Kalau saja aku tak dekat denganmu saat itu - mungkin semua ini tidak akan terjadi." Marius menyentuh pipi wanita yang pernah ada dalam hatinya.
"Hahahaha. Cih. Aku tidak akan pernah mengakuinya, Marius."
Tiba-tiba saja wajah sedih Ivy berubah menjadi menyeramkan. Lebih menyerupai seorang pembunuh. Bahkan dengan beraninya, ia meludahi wajah sang raja.
"Sialan kau, Ivy!" geram Marius, sambil menambah cengkeraman di kepala wanita itu.
Ivy tetap menyeringai, meskipun kepalanya semakin terasa sakit. Bahkan dengan santainya, dia menatap sang raja.
Semua yang menonton merasakan hawa jahat dari sikap Ivy. Tiba-tiba saja, angin besar datang menghampiri tempat itu. Semua orang yang tadinya menonton, kini berlari menuju tempat aman. Mereka takut jika Ivy membalas dendam pada semuanya.
"Aku akan selalu ada di dekatmu sampai kapan pun, Marius. Camkan itu!"
Ivy seperti orang gila. Dia mengamuk ingin melepaskan diri. Tertawa dan menangis tersedu-sedu lalu tertawa kembali. Namun, para prajurit dengan kuat memegang tubuhnya. Sedangkan Marius berbalik arah dan kembali ke tempat semula. Dia menatap wanita itu dengan tatapan tanpa rasa kasihan. Dia merasa telah dihina di depan rakyatnya.
Sementara itu, Ivy mulai menangis dalam diam. Tatapannya sendu dan berharap jika Marius bisa menghentikan hukuman. Namun, itu sia-sia, Marius tetap pada pendiriannya.
"Pancung ia!" perintah Marius dingin dengan tatapan tajam.
Blash. Suara pisau jatuh dari ketinggian tujuh meter berbunyi bersamaan dengan seorang algojo yang melepaskan tali. Tali itu terhubung dengan pisau tajam. Kepala Ivy terlepas begitu saja dari lehernya. Darah mengalir deras di bekas potongan lehernya.
Semua orang terkejut melihat apa yang terjadi sekarang. Bukan karena pemancungan tersebut, melainkan kepala Ivy yang terus menggelinding menuju raja mereka dan berhenti tepat di kaki Marius.
Saat itu juga, angin semakin kencang. Langit menjadi gelap. Tiba-tiba saja mata Ivy terbuka dan wajahnya mengeluarkan senyuman menakutkan. Kepalanya melayang-layang. Dia menatap satu persatu orang-orang di sana. Semua orang merasakan rasa ngeri mendalam.
"Kalian tidak akan bisa membunuhku, hahahaha..." Ivy tertawa menyeramkan.
Suara tawa itu terdengar sampai ke sudut lapangan bersamaan dengan kepala yang memutari tempat tersebut. Siapa saja yang berada di dekat istana akan mendengarnya dan merinding seketika.
"Ingat, aku akan datang kembali padamu!" ancam Ivy sebelum tubuh dan kepalanya berubah menjadi abu.
Marius terdiam dan rakyatnya mulai berbisik-bisik. Ada yang takut jika omongan wanita penyihir tersebut benar, ada juga yang cuek seakan-akan itu hanyalah omong kosong belaka.
Sedangkan wanita yang dibicarakan menghilang begitu saja bersamaan dengan abunya yang tertiup angin. Entah kemana dirinya dibawa. Hingga ia sadar jika sekarang berada di gendongan seseorang. Seorang pria yang tak bisa ia lihat. Wajah pria itu sedikit silau karena membelakangi cahaya matahari.
"Kau siapa?" tanya Ivy lemah.
Namun, bukannya menjawab, pria itu hanya tersenyum lalu kembali melihat ke arah depan. Sedangkan Ivy tak terlalu memperdulikannya.
Satu yang ia tahu. Sekarang mereka sedang berada di sebuah hutan. Dia bisa merasakan aroma akar dan pohon yang mereka lewati. Lambat laun, matanya semakin berat. Tubuhnya terlalu lelah hingga rasanya ingin tertidur di pangkuan pria itu.Terakhir, sebelum ia tertidur lelap, pria yang tak diketahui namanya itu sedang mengelus kepalanya. Pria itu mengatakan sesuatu yang samar-samar terdengar oleh telinga Ivy.
"Aku akan datang dan menjemputmu jika waktunya telah tiba. Selamat tidur dan mimpi indah."
Hanya itu yang tertangkap pendengarannya, selebihnya ia tidak tahu lagi apa yang terjadi. Semuanya ia serahkan pada semesta. Kejadian hari ini membuat dirinya harus benar-benar beristirahat.
Ia juga berjanji akan mencari pria itu dan mengucapkan terima kasih karena sudah menolongnya dari kematian.
Ia juga berjanji akan mencari pria itu dan mengucapkan terima kasih karena sudah menolongnya dari kematian. Sekarang dia hanya ingin pergi jauh-jauh dari kawasan ini. Tempat yang telah menorehkan luka dalam hatinya. Seseorang yang ia harapkan satu-satunya malah tidak mempercayainya, dan itu tidak akan bisa terlupakan oleh Ivy.
'Aku bersumpah akan membalas semua yang kau lakukan padaku. Seluruh keturunan dan kaummu akan aku musnahkan!' Kalimat itu selalu terngiang di pikirannya. Sumpah itu membuat dirinya harus kembali ke dunia ini.Ivi bereinkarnasi menjadi seorang gadis yang sedikit lusuh bernama Elisa Oswald. Entah memang takdirnya atau hanya sebuah kebetulan belaka, dirinya terlahir kembali di pack tempat dirinya terbunuh secara tidak hormat. Sudah sekitar tiga minggu lebih ia berada di wilayah ini. Selama itu juga dirinya mencari informasi di pack terbesar. Terkadang ia akan pergi ke tengah kota untuk memantau situasi.Pack adalah sebuah wilayah kekuasaan yang dimiliki oleh kaum werewolf. Lotus pack adalah sebuah pack terbesar dari tiga pack di benua Marel. Bukan hanya itu, ini adalah pack terkuat. Semua pack takut dan tunduk pada kekuasaan Lotus pack. Informasi itulah yang didapatkannya beberapa minggu ini.Padahal dahulu, setau dirinya ada lima pack di benua Marel. Namun, mungkin karena peperangan dua
Hari ini, Elisa sedang berjalan-jalan ditengah kota Lotus pack. Kota tersebut terletak tak jauh dari istana. Suasana di kota tersebut begitu ramai. Banyak orang-orang membuat toko untuk menjual barang mereka. Mulai dari toko penempa besi sampai toko penjual hasil buruan pun ada.Tidak hanya itu, udara di kota ini juga begitu segar. Meskipun dikatakan kota, suasana dan udaranya masih asri. Itu dikarenakan kota tersebut dikelilingi oleh hutan di kawasan pack. Elisa berjalan-jalan melihat beberapa toko. Dia berencana mencari beberapa tanaman herbal untuk membuat ramuan dan berbagai obat untuk dirinya sendiri.Beberapa orang yang ditemuinya seminggu yang lalu mengatakan jika ada sebuah toko tanaman herbal terkenal di tengah kota. Toko tersebut berada di antara toko pakaian dan juga toko pedang. Di depannya terdapat kolam bunga teratai yang memanjang sepanjang tiga toko tersebut.Sebenarnya, jika tidak karena menolong gadis kemarin, hari ini ia akan tetap berada di gubuk miliknya. Ramuanny
Pagi-pagi, Elisa sudah berada di Rainforest. Sebenarnya, ia tidak berniat untuk datang, tapi mengingat wajah Kiana kemarin, akhirnya ia pun di sini sekarang. Dia melihat sekeliling, tetapi tidak ada tanda-tanda Kiana. Tidak ada jejak sama sekali. Elisa pun duduk bersandar di pohon besar sambil terus menunggu."Kau sudah datang, maaf aku ada sedikit kegiatan tadi," kata Kiana sambil berlari menghampiri Elisa."Tidak masalah. Kau adalah tuan putri," Elisa berdiri dan membersihkan pakaian yang terkena tanah."Apa kau sudah siap?" tanya Kiana lagi.Elisa bingung dan bertanya, "Untuk apa?""Hari ini kita akan mencari bahan-bahan untuk membuat ramuan. Ini aku sudah dapat apa saja yang dibutuhkan," Kiana menunjukkan secarik kertas dengan tulisan.Elisa mengambil dan membacanya. Dia tahu benar jika isinya tentang bahan-bahan yang diperlukan. Hanya saja, ada satu bahan yang tidak diketahui olehnya."Daun Autumn, aku tidak pernah tahu tanaman ini," ujar Elisa sambil mengembalikan kertas kepada
Seorang gadis berlari menjauhi perkelahian itu. Dia terlalu takut untuk membantu kedua gadis yang sedang membuat pertahanan diri. Tanpa menoleh lagi, dirinya berlari dan menghilang di antara semak-semak.Sementara itu, Elisa dan Kiana masih bertarung. Mereka mengeluarkan semua tenaga untuk melawan para Rogue. Satu Rogue sudah tewas di tangan Kiana. Entah sejak kapan gadis itu berganti shift dengan wolfnya.Sedangkan Elisa masih bertarung dengan salah satu Rogue menggunakan belatinya. Seandainya saja ia bisa berganti shift, sudah sejak tadi ia menggigit, memisahkan kepala dari badan para Rogue itu. Sayangnya, ia tidak bisa.Untung saja ia sudah melatih ilmu bela diri, jadi mudah baginya untuk menghindari gigitan para Rogue tersebut. Meskipun begitu, para Rogue tetap lebih kuat daripada dirinya."Mereka terlalu kuat, bagaimana ini?" wolf Kiana berbicara pada Elisa.Keduanya saling membantu satu sama lain. Jika Elisa tersudut, maka Kiana akan menerkam Rogue itu."Kau harus membunuh dua s
Seorang gadis cantik bersurai panjang memasuki sebuah ruangan. Ia memakai sebuah mahkota kecil di kepala, menandakan bahwa ia adalah seorang putri. Dengan langkah anggun, ia melangkah ke dalam ruangan di mana seseorang sedang tertidur.Ruangan itu luas dengan dominasi warna putih. Tidak banyak properti yang digunakan di dalamnya, hanya ada satu tempat tidur besar, dua lemari, meja, dan beberapa kursi. Meskipun begitu, ruangan tersebut terlihat elegan. Vas bunga menambah kecantikan ruangan tersebut, tetapi sang putri tidak bisa mengalihkan perhatiannya dari ranjang di hadapannya. Salah satu tabib terkenal sudah berada di sana.Seorang gadis bersurai panjang dengan rambut coklat sedang tertidur. Tidak diketahui kapan ia akan bangun. Tubuhnya terlihat pucat, dan luka di pergelangan tangannya belum sembuh sama sekali. Meskipun telah ada beberapa tabib yang mencoba mengobatinya."Putri Kiana, Alpha Daren," sapa tabib tersebut.Kiana tersenyum membalas sapaan tabib itu, sementara Daren teta
Kiana tergesa-gesa di Lorong Istana. Dia sedikit berlari setelah mendengar berita hari ini. Elisa sudah bangun dari tidurnya. Itulah yang didengarnya dari tabib baru-baru ini. Padahal belum ada sejam dirinya meninggalkan gadis itu.Sebenarnya bukan hanya itu, ada yang lebih mengejutkan lagi. Maka dari itu ia ingin melihat dengan matanya sendiri. Ia tidak bisa mempercayai tabib itu tanpa adanya bukti."Tidak mungkin!" ucap Kiana saat sudah berada di sana. Kedua tangannya refleks menutup mulut setelah melihat apa yang ada di hadapannya sekarang. Ia benar-benar tidak bisa mempercayainya.Seorang gadis telah duduk dan tersenyum manis padanya. Padahal baru beberapa jam yang lalu, ia melihat Elisa masih terbaring lemah. Bahkan wajahnya begitu pucat. Namun, sekarang sepertinya berbalik arah. Wajah gadis itu sudah cerah kembali. Tak hanya itu, apa yang dikatakan tabib tadi benar adanya. Luka di tubuh Elisa telah hilang tak berbekas.Apa yang terjadi sebenarnya? Bagaimana mungkin luka sebesar
Di dalam sudah ada tiga orang yang menatap kedatangan Elisa dan juga Kiana. Dua orang tersenyum ramah pada dirinya. Sedangkan satu yang lain, menatapnya tajam. Seakan-akan Elisa hanyalah sampah baginya."Gadis ini yang menyelamatkanmu Kia?" tanya wanita yang duduk disebelah seorang pria. Wanita itu begitu cantik dan juga terlihat masih muda. Dia memakai gaun yang begitu indah. Ditambah sebuah mahkota cantik bertengger di kepala wanita tersebut. Siapa lagi kalau bukan sang ratu. Wajahnya hampir sama dengan Kiana."lya ratu," ucap Kiana memberi hormat padanya."Salam hormat raja dan ratu," sapa Elisa ketika sudah di depan mereka. Dia merasa begitu familiar dengan tempat itu. Tempat yang tidak pernah diubah sama sekali. Bahkan perabotan yang ada di dalam masih sama. Saat dirinya masih berada di dalam istana Ratusan tahun yang lalu."Kau sangat cantik El," puji wanita bergaun panjang turun dari singgasananya. Elisa hanya bisa tersenyum malu. Dia tidak menyangka akan bertemu dengan ratu se
"Aku Alpha Daren Gregson dari Lotus pack akan-.""Stop!" teriak ratu. Dirinya melepaskan pelukan raja dan tanpa basa-basi menarik pedang yang berada di pinggang suaminya, menempelkannya pada lehernya sendiri. Matanya menatap sang putra tajam."Ibu!" teriak Kiana melihat ratu yang begitu menakutkan. Gadis itu berlari mendekati sang ratu."Jangan ada yang mendekat!" Teriakan ratu membuat Kiana berhenti saat itu juga. Kepalanya menggeleng pelan, berharap ibunya tak melakukan hal aneh."Ibu, Kiana mohon jangan lakukan itu," pinta Kiana mulai terisak. Namun, ibunya tak menghiraukan Kiana. Bahkan kini, pedang itu semakin mendekat ke lehernya."Jika kau mengeluarkan kata itu, maka ibu akan memutuskan leher ini sekarang juga!" ancam ratu, membuat raja bergidik.Tidak hanya itu, putrinya juga merasa takut. Meskipun ia tahu ratu hanya mengancam, tapi tetap saja dirinya takut jika ibunya berbuat nekat."Daren, jika leher ibumu sedikit saja tergores, ayah akan membunuhmu!" geram raja pada putrany