共有

Penyihir Serigala
Penyihir Serigala
作者: yukidua

Chapter. 1

作者: yukidua
last update 最終更新日: 2023-05-25 05:57:57

"Aku tidak melakukannya," ucap seorang wanita bernama Ivy dengan rambut panjang yang terurai, sambil menangis. Penampilannya terlihat menyedihkan dengan pakaian yang sudah tercemar oleh darah. Wajahnya dipenuhi luka lebam, sementara tubuhnya dipegang oleh beberapa prajurit.

"Percayalah padaku, bagaimana mungkin kau berkata begitu, sedangkan ada yang melihatnya. Kau membunuhnya!" teriak seorang pria dengan penuh amarah di hadapannya.

"Kau harus mempercayai aku, aku tidak mungkin melakukannya!"

"Jangan berbohong Ivy, aku tahu betul bahwa kau tidak menyukai Maria dan sudah berusaha untuk membunuhnya sejak dahulu," ucap pria itu dengan nada tegas.

"A-aku..." ucap Ivy terbata-bata. Dengan tatapan tajam dari pria itu, beberapa prajurit yang memegangi tubuh Ivy membawanya ke lapangan. Di tengah lapangan terdapat panggung kecil yang digunakan sebagai tempat untuk menghukum semua pelaku kejahatan dengan menggunakan guillotine.

Guillotine merupakan sebuah alat untuk memancung seseorang yang dieksekusi hukuman mati dengan cepat dan manusiawi. Seseorang yang mendapatkannya akan tengkurap dan lehernya berada di antara dua balok kayu, di tengahnya terdapat lubang untuk menjatuhkan pisau tajam dari ketinggian tujuh meter.

Pemenggalan kepala tersebut akan berlangsung beberapa detik saja. Meskipun begitu, semua orang akan menonton pertunjukannya, seolah-olah hal itu adalah tontonan yang menyenangkan.

"Lepaskan aku! Aku bisa saja membunuh kalian!" teriak Ivy berusaha melepaskan diri. Namun, tetap tidak bisa. Dia begitu lemah sekarang. Untuk berdiri saja harus ditopang oleh orang lain.

Ivy berusaha menggunakan kekuatannya kembali. Dia terus berusaha membaca mantra dan mengeluarkan tenaga dalam. Hingga akhirnya, dia sadar sesuatu, ia tidak bisa mengeluarkan kekuatannya lagi.

"Apa yang kau lakukan padaku, Marius!" Ivy mengamuk, masih mencoba mengeluarkan kekuatannya.

“Aku hanya berusaha membuatmu tak menjadi gila, Ivy. Aku sudah menyegel kekuatanmu, jadi kau tak bisa menggunakannya lagi," ucap Marius.

Marius menatap Ivy datar. Tidak ada lagi tatapan memuja seperti dulu. Sekarang, hanya ada tatapan kebencian yang ia dapatkan.

"Kau harus mendapatkan hukuman yang setimpal, Ivy," ucap Marius.

"Tidak! Aku tidak bersalah, Marius! Bukan aku yang membunuhnya!" Ivy masih tetap tak ingin mengakuinya.

Marius tak menjawab, ia malah mendekati Ivy yang sudah tengkurap.

"Kau membuatku kecewa, Ivy. Aku tidak percaya jika kau bisa melakukan hal sekeji ini," ucap Marius.

"Kau harus percaya jika aku tak melakukannya, Marius, percayalah." Ivy memohon dengan air mata mengalir di pipinya.

"Bagaimana bisa aku percaya jika melihatmu melakukannya sendiri di depan mataku, katakan, Ivy, katakan bagaimana caranya!" Marius menarik rambut Ivy hingga dia harus mendongak.

"Sa-sakit," rintih Ivy.

"Aku ingin kau jujur dan mengaku, Ivy. Dengan begitu, aku akan mempertimbangkan hukumanmu sekarang." Marius menatap dalam-dalam mata Ivy.

Ivy hanya menggeleng. Dia tidak ingin mengakui kesalahan itu sampai kapan pun.

“Aku tidak bisa mengakui apa pun yang bukan kesalahanku," desis Ivy.

"Maaf, ini semua salahku. Kalau saja aku tak dekat denganmu saat itu - mungkin semua ini tidak akan terjadi." Marius menyentuh pipi wanita yang pernah ada dalam hatinya.

"Hahahaha. Cih. Aku tidak akan pernah mengakuinya, Marius."

Tiba-tiba saja wajah sedih Ivy berubah menjadi menyeramkan. Lebih menyerupai seorang pembunuh. Bahkan dengan beraninya, ia meludahi wajah sang raja.

"Sialan kau, Ivy!" geram Marius, sambil menambah cengkeraman di kepala wanita itu.

Ivy tetap menyeringai, meskipun kepalanya semakin terasa sakit. Bahkan dengan santainya, dia menatap sang raja.

Semua yang menonton merasakan hawa jahat dari sikap Ivy. Tiba-tiba saja, angin besar datang menghampiri tempat itu. Semua orang yang tadinya menonton, kini berlari menuju tempat aman. Mereka takut jika Ivy membalas dendam pada semuanya.

"Aku akan selalu ada di dekatmu sampai kapan pun, Marius. Camkan itu!"

Ivy seperti orang gila. Dia mengamuk ingin melepaskan diri. Tertawa dan menangis tersedu-sedu lalu tertawa kembali. Namun, para prajurit dengan kuat memegang tubuhnya. Sedangkan Marius berbalik arah dan kembali ke tempat semula. Dia menatap wanita itu dengan tatapan tanpa rasa kasihan. Dia merasa telah dihina di depan rakyatnya.

Sementara itu, Ivy mulai menangis dalam diam. Tatapannya sendu dan berharap jika Marius bisa menghentikan hukuman. Namun, itu sia-sia, Marius tetap pada pendiriannya.

"Pancung ia!" perintah Marius dingin dengan tatapan tajam.

Blash. Suara pisau jatuh dari ketinggian tujuh meter berbunyi bersamaan dengan seorang algojo yang melepaskan tali. Tali itu terhubung dengan pisau tajam. Kepala Ivy terlepas begitu saja dari lehernya. Darah mengalir deras di bekas potongan lehernya.

Semua orang terkejut melihat apa yang terjadi sekarang. Bukan karena pemancungan tersebut, melainkan kepala Ivy yang terus menggelinding menuju raja mereka dan berhenti tepat di kaki Marius.

Saat itu juga, angin semakin kencang. Langit menjadi gelap. Tiba-tiba saja mata Ivy terbuka dan wajahnya mengeluarkan senyuman menakutkan. Kepalanya melayang-layang. Dia menatap satu persatu orang-orang di sana. Semua orang merasakan rasa ngeri mendalam.

"Kalian tidak akan bisa membunuhku, hahahaha..." Ivy tertawa menyeramkan.

Suara tawa itu terdengar sampai ke sudut lapangan bersamaan dengan kepala yang memutari tempat tersebut. Siapa saja yang berada di dekat istana akan mendengarnya dan merinding seketika.

"Ingat, aku akan datang kembali padamu!" ancam Ivy sebelum tubuh dan kepalanya berubah menjadi abu.

Marius terdiam dan rakyatnya mulai berbisik-bisik. Ada yang takut jika omongan wanita penyihir tersebut benar, ada juga yang cuek seakan-akan itu hanyalah omong kosong belaka.

Sedangkan wanita yang dibicarakan menghilang begitu saja bersamaan dengan abunya yang tertiup angin. Entah kemana dirinya dibawa. Hingga ia sadar jika sekarang berada di gendongan seseorang. Seorang pria yang tak bisa ia lihat. Wajah pria itu sedikit silau karena membelakangi cahaya matahari.

"Kau siapa?" tanya Ivy lemah.

Namun, bukannya menjawab, pria itu hanya tersenyum lalu kembali melihat ke arah depan. Sedangkan Ivy tak terlalu memperdulikannya.

Satu yang ia tahu. Sekarang mereka sedang berada di sebuah hutan. Dia bisa merasakan aroma akar dan pohon yang mereka lewati. Lambat laun, matanya semakin berat. Tubuhnya terlalu lelah hingga rasanya ingin tertidur di pangkuan pria itu.

Terakhir, sebelum ia tertidur lelap, pria yang tak diketahui namanya itu sedang mengelus kepalanya. Pria itu mengatakan sesuatu yang samar-samar terdengar oleh telinga Ivy.

"Aku akan datang dan menjemputmu jika waktunya telah tiba. Selamat tidur dan mimpi indah."

Hanya itu yang tertangkap pendengarannya, selebihnya ia tidak tahu lagi apa yang terjadi. Semuanya ia serahkan pada semesta. Kejadian hari ini membuat dirinya harus benar-benar beristirahat.

Ia juga berjanji akan mencari pria itu dan mengucapkan terima kasih karena sudah menolongnya dari kematian.

Ia juga berjanji akan mencari pria itu dan mengucapkan terima kasih karena sudah menolongnya dari kematian. Sekarang dia hanya ingin pergi jauh-jauh dari kawasan ini. Tempat yang telah menorehkan luka dalam hatinya. Seseorang yang ia harapkan satu-satunya malah tidak mempercayainya, dan itu tidak akan bisa terlupakan oleh Ivy.

この本を無料で読み続ける
コードをスキャンしてアプリをダウンロード

最新チャプター

  • Penyihir Serigala   Chapter. 83

    "Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Daren.Ia menatap Elisa penuh rasa penasaran. Untuk apa gadis itu ada di taman terbengkalai sendirian? Ke mana orang lain? Apa dia berjalan ke sini sendiri?"Eh, kau mengagetkanku," sahut Elisa, sedikit terkejut.Ia langsung memasang wajah jutek, tapi tampaknya Daren tidak terlalu peka dengan sikapnya itu."Kenapa kau ada di sini? Siapa yang membawamu?" Daren bertanya lagi."Itu bukan urusanmu," balas Elisa ketus. Ia benar-benar tidak ingin berada satu tempat dengan pria itu."El, kau keterlaluan pada pasanganmu sendiri," tegur Ivy."Biarkan saja. Dia memang pantas menerimanya," jawab Elisa dingin.Ia menjauh dari Daren. Tak sudi berlama-lama di dekat pria yang membuat hidupnya porak-poranda. Karena Daren, ia sering terbaring di ruang tabib. Karena pria itu juga, nyawanya selalu terancam oleh para rogue."Hei," panggil Daren, mencoba mendekati.Ia tahu Elisa menghindarinya akhir-akhir ini. Ia ingin tahu alasan sebenarnya. Mengapa Elisa selalu perg

  • Penyihir Serigala   Chapter. 82

    Dua hari telah berlalu.Kini Elisa berada di sebuah lorong istana, sibuk mondar-mandir keluar masuk ruangan. Sejak pagi, ia fokus meracik ramuan untuk raja dan ratu—dua sosok paling penting di kerajaan ini. Setelah semuanya siap, ia menyerahkannya kepada pelayan yang akan mengantarkan ramuan itu.“Kia! Sudah siap belum?” teriak Elisa dari luar. Tak ada waktu untuk bersantai. Ia harus serius.Ramuan itu dibuat dari bahan herbal khusus untuk memulihkan tenaga sang raja dan ratu. Dari Kiana, ia mendengar bahwa kesehatan keduanya menurun drastis belakangan ini. Elisa menduga ada racun yang menggerogoti tubuh mereka, dan ia sudah lebih dulu memberi ramuan penawar berbahan dasar mandrake. Kini, ia hanya perlu menunggu reaksinya berkembang sepenuhnya.Setelah tugasnya selesai, Elisa berniat beristirahat di kamarnya yang lama. Namun, di tengah perjalanan, ia melihat seseorang yang sangat tidak ingin ia temui.“El, kemarilah,” panggil pria itu dengan senyum lebar.Dulu, senyum itu membuat jant

  • Penyihir Serigala   Chapter. 81

    “Kak, apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa kalau El bersamamu, selalu saja begini?” tanya Kiana dengan nada kesal.Daren hanya diam. Ia tak berniat menjawab, apalagi menanggapi pertanyaan adiknya itu. Tatapannya tertuju pada Elisa yang terbaring lemah di atas tempat tidur. Wajah yang tadi pucat kini mulai membaik—setidaknya tak lagi seperti mayat.“Bagaimana kondisinya? Apa lukanya sudah ditangani?” tanya Daren kepada para tabib yang berjaga di sisi ranjang.“Sudah, Alpha. Semua luka telah kami bersihkan dan balut. Dalam tiga hari, seharusnya ia sudah pulih,” jawab salah satu tabib.Kiana berdecak kesal melihat sikap kakaknya yang seolah mengabaikannya. Bahkan menatap pun tidak. Kalau saja dia bukan Daren—kakaknya sendiri—sudah dari tadi kepalanya dijitak.“Kalian boleh pergi,” ucap Daren tanpa mengalihkan pandangan dari Elisa.Perasaan lega perlahan muncul. Ia tahu, semua ini salahnya. Dan untuk itu, ia hanya ingin tinggal berdua dengan Elisa.“Kau juga pergi, Kia,” tambahnya pelan.K

  • Penyihir Serigala   Chapter 80

    Daren mengamati matenya dari balik pepohonan. Ada rasa bangga yang tak bisa ia sembunyikan ketika melihat Elisa menebas leher dua rogue dengan gerakan belatinya yang cepat dan mematikan. Kini, hanya tersisa dua musuh.“Ternyata kau cukup lincah untuk ukuran gadis muda,” ujar salah satu rogue sambil menyeringai.Sebenarnya mereka berniat kabur, namun melihat dua teman mereka mati membuat mereka enggan mundur. Harga diri mereka sebagai rogue tak membiarkan mereka lari dengan pengecut.“Jangan pernah meremehkanku!” teriak Elisa meski napasnya sudah tak beraturan.Tubuhnya lelah. Tenaganya terkuras. Membunuh dua rogue sebelumnya bukan perkara mudah, dan dua yang tersisa terlihat lebih tangguh dan berpengalaman.Elisa kembali mengangkat belatinya. Kedua rogue menyeringai, seolah tahu gadis itu hampir habis tenaga.Mereka mulai berpencar, mencoba mencari celah untuk menyerang. Elisa tetap siaga meski tubuhnya penuh luka. Cakaran dari serangan sebelumnya terasa menyengat.Tanpa sengaja, mata

  • Penyihir Serigala   Chapter. 79

    Aroma khas ikan bakar memenuhi udara, membuat perut keduanya bergemuruh lapar. Mereka sama-sama tak sabar untuk mencicipi hidangan itu.Elisa duduk di dekat perapian, matanya terus terpaku pada ikan yang tengah dipanggang. Air liur tak henti mengalir, dan matanya tak berkedip sejenak pun. Api- api perapian memanggilnya, mengeluarkan aroma khas ikan yang membuatnya semakin lapar.Melihat bahwa ikan-ikan tersebut telah matang, Daren segera mengambil satu dan menusukkannya dengan sebatang ranting pohon. "Silakan, cicipi," kata Daren saat menawarkan ikan tersebut kepada Elisa. Daren tahu Elisa tak bisa melepaskan pandangannya dari ikan yang telah matang. Aromanya yang menggoda membuatnya terus merasa haus.Setelah menawarkan ikan, Daren kembali ke tempat semula. Waktu sudah menjelang senja, dan udara menjadi semakin dingin setelah panas siang tadi. Angin pun semakin kencang, memaksa mereka untuk tetap berdekatan dengan api.Namun, Elisa masih belum menyentuh ikan yang ditawarkan oleh Dare

  • Penyihir Serigala   Chapter. 78

    "Wah ini indah sekali!" Elisa terlihat kagum dengan apa yang ada di depannya. Hingga dirinya tak tahu telah mendorong Daren sehingga pria itu menjauh darinya. Detik kemudian ia tersadar. Dirinya mulai melototkan matanya. Tersadar dengan apa yang telah dilakukan. Tidak hanya itu, ia juga memutarkan tubuhnya perlahan menghadap Daren. Pria itu menatapnya tak percaya. Matanya begitu tajam melihat gadis tersebut. Elisa hanya bisa cengengesan karena hal tersebut. Dia sebenarnya bingung dengan sikap pria itu. Apakah marah atau tidak?Sementara itu, Daren yang telah kembali pada tubuhnya kesal dengan Greg. Bisa-bisanya ingin berganti shift tanpa berbicara dengannya. Ia rasa wolfnya sedang marah saat ini."Kau marah?" tanya Elisa dengan polosnya. Daren terus menatap gadis itu. Dia sedikit bingung pada Elisa. Menurutnya gadis itu plin plan. Terkadang bersikap baik seolah-olah tak terjadi apa-apa. Terkadang bersikap layaknya seorang musuh. Saat memikirkannya, sebuah ide pun muncul dari pikiran D

続きを読む
無料で面白い小説を探して読んでみましょう
GoodNovel アプリで人気小説に無料で!お好きな本をダウンロードして、いつでもどこでも読みましょう!
アプリで無料で本を読む
コードをスキャンしてアプリで読む
DMCA.com Protection Status