Share

#3 Ampersand

Tap.. tap.. tap..

Daritadi dia ga merespon apa-apa… ucap Dan dalam hati sambil melirik ke arah kanannya beberapa kali. Membawa Lizo yang masih tidak sadarkan diri, Dan dan Visera telah sampai di lorong penghubung Primus dengan Secundus.

Dia terlihat seperti sudah tahu cara untuk menghentikan Kak Goden tadi itu. Aku yakin tadi itu… dia mengetahui sesuatu.. dia pasti mengetahui sesuatu! Apa… dia pernah ketemu AMAH yang menggila seperti Kak Goden tadi?

Dan melirik kanan-nya lagi.

Kalau dipikir, aku masih tidak tahu apapun tentangnya...

Tentang perempuan ini...

yang tiba-tiba muncul hari itu entah darimana.

|

Tingtung tingtung tingtung..!

“Kak..! Kak..!” teriak Dan di depan pintu ruangan J3.

Dododok!

Ceklek..

“Kau mau menghancurkan bel dan pintuku?” Seorang wanita dewasa yang mengenakan piyama muncul dari balik pintu.

“M-maaf kak, tapi.. ada…”

“Ck, apa..?”

“Ada orang sekarat di rumahku!”

“Hmm.. hah? Apa?!”

Wanita yang dipanggil ‘kakak’ itu menyambar salah satu tas miliknya dan langsung berlari terburu-buru bersama Dan menuju ruangan H7 tanpa sempat mengganti selopnya.

Brak!

Drap drap drap…!

“Astaga..!” serunya ketika menemukan seorang perempuan remaja yang sudah tergeletak tak sadarkan diri dengan pergelangan yang bersimbah darah.

“Ambilkan handuk bersih! Yang tebal!”

“I, iya!”

“Lap atau keset juga!”

“I-ini…!”

Dan menuruti setiap perintah sementara sang kakak menyiapkan peralatan medis pribadi miliknya.

“Oke, ayo kita mulai.”

.

.

Tic.

Tac.

Tic.

Tac.

Dua puluh menit sudah berlalu.

“Kakak yakin bisa..?”

“Aku memang dikeluarkan dari akademi kesehatan, tapi bukan karena aku bodoh, bocah! Lagian, kenapa kau menghadap tembok?” jawab sang kakak yang sedang menjahit kulit lengan kanan bawah perempuan itu.

“Itu...”

“Hah? Oh-! Haha! Ternyata bocah besar ini takut melihat darah, ya?”

Dan mengangguk.

“Ohya, siapkan satu setel baju bersih untuknya.”

“Baju...ku?”

“Memang ada baju lain selain punyamu disini?”

“A-ada, lah!”

“Yasudah, cepat ambil!”

“I-iya!”

Dan segera melesat ke kamar lain dan keluar membawa satu setel baju bersih tepat ketika sang kakak telah selesai membalut lengan perempuan itu.

“Pink..??”

“Ini punya ibuku!”

“Oh… Oke, oke. Dipinjam dulu ya…”

Setelah membasuh tangannya, sang kakak menatap Dan.

“Kenapa masih disitu? Aku mau mengganti pakaiannya.”

“A-ah, oke..!”

Dan segera berlari ke dapur.

.

Krriett…

Sebaiknya kubuatkan apa ya… gumamnya mengamati satu per satu toples makanan yang berjejer di lemari dapur. Diturunkannya dua toples yang masing-masing berisi selai dan kacang. Kemudian, ketika hendak memanggang beberapa roti, matanya menemukan tempat penyimpan pisau yang kehilangan satu dari empat anggotanya. Satu hal yang kini ia tahu pasti, perempuan itu tidak terluka karena diserang.

“Oy.. Dan! Bantu pindahin dia ke kasur atau ke sofa yok!” teriak sang kakak.

“Ya kak..!”

Dan berlari kembali ke kamar tengah dan menggendong perempuan itu. Dengan bantuan sang kakak, perempuan itu berhasil mereka baringkan di atas tempat tidur.

“Ini kan kamar orangtuamu… gapapa..?”

“Cuma ini yang ga ditempati. Lagipula mereka kan..”

“Yasudah. Kau, bersihkan lantainya ya! Aku ke ruanganku dulu sebentar, mo ambil obat.”

“Oke, makasih Kak Megan.”

Blam!

.

.

Seet.. Set..

Dengan tekun Dan membersihkan noda darah yang telah mengering di lantai.

Padahal pintunya kan memakai pemindai sidik jari… Bagaimana dia bisa masuk? Lalu dia berjalan ke dapur dan mengambil salah satu pisau… Apa dia mencoba bunh diri? Tidak, tidak.. yang terluka bukan pergelangan tangannya… Jadi, apa tujuannya menyayat lengannya?

Berbagai pikiran berkecamuk dalam kepalanya. Disaat itulah matanya menangkap pantulan cahaya samar dari lantai. Ia segera merendahkan tubuhnya dan meraba-raba lantai sekitaran situ. Ditemukannyalah sebuah keping emas yang ukurannya kecil, sangat kecil. Suatu keajaiban bila matanya bisa melihat dari jarak dua puluh senti tadi.

Ceklek, blam!

“Gimana? Aman?” Megan kembali dengan beberapa bawaan di tangannya. Entah kenapa, bahkan dirinya sendiri juga tidak tahu, Dan menyembunyikan keping tersebut ke dalam sakunya.

“Aman, kak! Kayaknya…” jawab Dan lanjut membersihkan lantai.

“Ini, aku lupa sebutan umumnya apa, tapi kami menyebutnya beta vulgaris. Kasih ke dia. Mo di jus kek, makan langsung kek, terserah.” jelas Megan yang meletakkan sekeranjang kecil buah-buahan merah yang berbentuk bulat dan kecil di meja dapur.

“Yaudah, makanin langsung aja…”

“Haha! Terserah!” seru Megan masuk ke kamar tidur untuk memeriksa kondisi perempuan itu.

“Hm? Kali ini sepertinya seumuran denganmu Dan, mukanya juga cakep-”

“Jangan ngomong sembarangan deh, kak!”

Melihat adik tetangganya yang salah tingkah itu membuat Megan terpingkal-pingkal. Tiba-tiba terdengar suara batuk dari sampingnya.

“Eh, Dan! Air minum, minum!”

Dengan cepat Dan membawakan segelas air mineral. Megan membantu mendudukkan perempuan tersebut untuk minum.

“Ukhh!” Perempuan itu merasakan nyeri dan pegal yang hebat di lengan kanannya. Saat itu, barulah Megan dan Dan bisa melihat dengan jelas rupa dari perempuan tersebut. Rambutnya berwarna hitam agak panjang dan kulitnya kuning langsat, penampilan yang cukup umum di dalam bunker tersebut. Namun, bola matanya yang berwarna amber itu sangat cukup untuk memberi kesan yang khas.

“Nih, minum dulu.” Megan menyodorkan gelasnya. Dan dalam sekejap, segelas air yang penuh itu telah habis.

“Terima kasih.”

“Tidak perlu sungkan!” Megan mengoper gelasnya ke Dan.

“Nah jadi… Namamu siapa? Umurmu? Dari blok berapa? Orangtuamu siapa? Berapa bersaudara? Lalu-”

Sangking antusiasnya Megan bertanya, perempuan itu pun sampai kebingungan.

Sepertinya aku tahu kenapa dia dikeluarkan dari akademi.. batin Dan.

“Kakak ini kayak sedang menginterogasi saja.. Perkenalkan namaku Dan, kakak yang cerewet ini… panggil saja Kak Megan.”

“Namaku.. Visera..”

“Aja?” timpal Megan. Visera mengangguk. Percakapan terhenti dan suasana menjadi canggung.

“A, ah! Kamu pasti lapar! Ahaha..! Aku ambilkan roti dulu ya..?” Dan segera pergi ke dapur dan kembali dengan membawa dua potong roti isi dan dua buah bit pemberian Megan.

“Ini, silahkan…!”

“Makasih.”

Kemudian, menggunakan tangan kirinya, Visera memakan semuanya dengan lahap.

“Hoaahmm.. sepertinya masalah sudah selesai sekarang, kutinggal ya?” ucap Megan berdiri dan berjalan meninggalkan ruangan.

“Makasih kak! Maaf, sudah mengganggu jam tidurnya..” balas Dan menyusul Megan menuju pintu.

“Baguslah kalau kau sadar! Jangan lupa besok imbalanku seperti biasa ya, Tuan yangterlalumurahhati!” seru Megan.

Ceklek, blam!

 “Maaf kalau tadi Kak Megan membuatmu kurang  nyaman…” Dan kembali menghampiri Visera.

“Tidak. Justru saya yang sangat berterima kasih pada kalian.”

“Sudah dibilang jangan formal begitu…”

Kemudian percakapan terhenti lagi.

“Ka, kalau gitu.. istirahatlah! Anggap aja rumah sendiri. Kalau butuh sesuatu, gedor saja kamar seberang!” Dan berdiri dan membereskan peralatan makan.

Tiba-tiba Dan teringat akan sesuatu yang ada di sakunya.

“Oh iya, ini.. milikmu?”

Seketika melihat sebuah keping mikro itu, Visera langsung menyambarnya.

“Ah, rupanya benar itu punyamu..”

“Sudah berapa lama?”

“Hm? Apa?”

“Sudah berapa lama aku pingsan?”

“Hm… aku tak ingat pastinya… tapi yang pasti belum sampai dua jam..?”

Kemudian, kira-kira dua puluh menit kemudian, keduanya terlihat sedang menyusuri jalanan.

“Bentar, kau mau kemana?! Kau masih terluka!” Dan menyergap Visera yang buru-buru ke pintu depan.

“Aku… aku harus… ke tempat itu…”

“Kemana? Sepenting itukah?”

Visera mengangguk.

“Yasudah, ayo, aku ikut.”

Begitulah keduanya bisa sampai di jalanan yang terus menurun itu. Karena sudah melewati batas waktu malam hari, jalanan menjadi tidak seramai biasanya.

Lorong ini… hanya menuju ke ruangan itu… Masa-! batin Dan mulai menduga-duga.

[Kawah Pemurnian], nama dari ruangan yang dikunjungi mereka. Suhu di lantai itu jauh lebih panas dari lantai-lantai sebelumnya. Di ujung ruangan terdapat dua terowongan. Satu terowongan berukuran besar, dan yang satu lagi memiliki diamater yang sangat pas untuk dimasuki seorang manusia dewasa. Siapapun yang bisa melihat dan mendengar, dapat mengetahui fungsi dari ruangan tersebut. Tanpa membuang waktunya, Visera langsung menuju terowongan yang lebih kecil.

Hiii!! Masa sih..?! Beneran??!!

“T-tunggu Visera! Kamu yakin? Pikirkan masa depanmu! Umurmu masih muda! K-kalau ada masalah, ceritakan saja, jangan dipendam sendiri! Jangan menyerah Visera!” ujar Dan terburu-buru dengan panik.

“Ha?” ucap Visera. Ia mengeluarkan keping mikro miliknya tersebut dan langsung melemparnya jauh ke dalam terowongan.

“Aku sudah selesai.”

“O-oh.. Oke..” Dan menjadi malu dengan perkataannya barusan lantaran salah paham..

Kemudian tanpa adanya perbincangan, keduanya kembali ke primus, ruangan H7.

|

Waktu itu kami masih canggung sekali ya..

Krek!

Mendengar suara itu, keduanya refleks berhenti berjalan.

“Kau dengar suara itu?” tanya Dan.

“Dengar.”

“Jangan bilang…”

Keduanya menatap Lizo dengan penuh cemas.

***

Ceklek!

Drap drap drap…!

Begitu sampai, Megan langsung menghampiri dan memeriksa keadaan Lizo. Tidak ada yang berani membuka suara selama sepuluh menit itu, sampai Megan kemudian berdiri, lalu duduk bersandar di sofa dengan menyilangkan tangannya.

“Ceritakan.”

Dan pun menjelaskan kejadian di ruangan F6 tersebut dari awal.

“AMAH ya…” gumam Megan menatap Lizo yang masih belum sadarkan diri.

“T-tadi pas di tunnel kami kayak dengar suara tulang patah. Apa leher Lizo..” Visera angkat suara.

“Tidak, lehernya tidak patah.” jawab Megan. “Tapi… ada bekas injeksi. Apa yang disuntikkan ke lehernya tadi? Kalian lihat tidak?”

“Sun..tikan..?” Keduanya saling bertatapan.

“Pas aku di dekatnya tadi, tidak ada suntikan sama sekali. Kedua tangan AMAH itu juga terus mencengkram leher Lizo,” jelas Visera.

“Masa sangking cepatnya dia menyuntik leher Lizo sampai-sampai tidak bisa dilihat mata..?” Dan menerka-nerka.

“Tidak mungkin. Dari omongan Visera, kemungkinan besar suntikannya berasal dari tangan AMAH itu.”

“Memangnya ada fitur seperti itu di AMAH? Aku tidak pernah dengar tuh!”

“Kesampingkan itu dulu, Dan. Sekarang bagaimana dengan Lizo kak?”

“Yaa, bagaimana gimana? Aku butuh alat yang lebih canggih untuk memeriksanya!”

“Jadi kita harus ke lantai medis?”

“Benar sekali. Untung saja aku ada kenalan senior yang sudah bekerja disana! Ayo, bersiap, anak-anak!”

Begitulah.

Megan langsung menelpon senior. Tidak sampai setengah jam, sebuah ambulan datang tepat di depan ruangan mereka. Ketiganya pun berangkat menuju lantai medis, sementara Visera tetap tinggal di ruangan H7 tersebut.

***

Tap.. Tap.. Tap…

Di sebuah koridor, seorang pria terlihat berjalan menuju suatu ruangan.

“Memindai Identity Chip.”

Terdengar sebuah suara mesin yang khas.

Nguuunngg…

“Memindai sidik jari.”

Nguuunngg…

“Memindai retina.”

Nguuunngg…

“Pemindaian berhasil. Silahkan masuk.” Pintu besi yang ada di hadapannya bergeser otomatis ke kiri dan kanan.

Di tengah-tengah ruangan, terlihat seorang pria lain yang sedang bersandar di atas sebuah kursi. Tangan kirinya memegang sebuah gelas kaca yang berisi cairan dengan warna kebiru-biruan.

“Lapor, tuan.” ucap pria yang baru memasuki ruangan.

“Hmm.”

“Kami berhasil melacak keberadaan Nona Kecil Anomen barusan.”

“Lalu?”

“Tapi informasi yang kami dapat hanyalah keberadaannya tiga minggu yang lalu.”

“Oh..? Coba jelaskan.”

“Bulan empat tanggal sembilan, Nona Kecil Anomen berada di Lantai Anomen dari pukul 00.00 sampai dengan pukul 20.18. Kemudian sinyal menghilang dan muncul kembali di bulan empat tanggal sepuluh dari pukul 01.48 selama dua menit sebelum menghilang lagi. Setelah itu, tidak ada sinyal sama sekali sampai sekarang.”

“Dimana dia jam 01.48 itu?”

“Lantai ke seratus empat puluh enam. Kawah Pemurnian.”

Tak!

Diletakkannya gelas kaca tersebut ke atas meja.

“Tuan, apakah dia..”

“Tidak. Ayah dan anak itu sama-sama pintar memanipulasi data. Jangan pernah tertipu! Kalau asumsiku benar…”

“Jadi, apa perintah selanjutnya, tuan?”

“Perketat sistem pemindaian identitas. Bawa mereka yang tidak terdeteksi untuk diperiksa di kantor pusat…!” perintah sang tuan yang bergeming di tempat duduknya.

“…Kita lihat, apa yang bisa dilakukan anak itu tanpa Identity Chip-nya sekarang.”

---------------------

Bersambung...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status