Share

#4 Madame

 -Lantai 11-

Ting!

Pintu lift terbuka, para penumpang yang berada di dalamnya mengantri untuk keluar. Yang pertama adalah dua orang pria dewasa bertubuh tegap dan kekar. Kemudian disusul oleh tiga orang wanita. Samala–yang di kiri, memiliki sorot mata tajam dan postur tubuh tegap sepeti dua pria sebelumnya, sedangkan Kimberly–yang di kanan, memiliki sorot mata yang sayu dan terlihat sangat feminim seperti wanita pada umumnya. Keempatnya sama-sama mengiringi satu orang wanita yang kini telah berjalan di depan dan di samping mereka.

Wanita tersebut mengenakan setelan blazer berwarna biru dongker yang dipadukan dengan kaus dan sepatu oxford hitam. Kalau bukan karena rambutnya yang telah memutih sebagian, orang-orang pasti akan sangat terkejut ketika mengetahui fakta bahwa usianya hampir menginjak kepala enam.

“Memindai Identity Chip.” Terdengar sebuah suara mesin yang khas dari speaker yang ada di langit-langit.

Tring!

“Memindai wajah.”

Nguungg…

Tring!

“Selamat datang Madam Haylee.”

Wuungg… Pintu kaca terbuka. Kelimanya berjalan menyusuri koridor untuk sampai di hadapan sebuah pintu. Monica Cluster, dua kata yang tertulis di papan digital yang berada di dinding sebelah kanan pintu.

Ceklek! Samala membukakan pintu. Haylee pun berjalan memasuki ruangan didampingi oleh dua asisten pribadi wanitanya, sementara dua asisten pribadi prianya berjaga di depan sebelah kiri dan kanan pintu.

“Siapa?” sahut Monica Cluster-si pemilik ruangan dari tempat tidurnya. Ia mengenakan seragam pasien dan terlihat sedang menyantap jeruk kesukaannya. Di atas meja yang tidak jauh, terdapat sekeranjang jeruk-jeruk lain yang siap untuk dikupas dan dimakan.

Dia ga takut kena asam lambung apa… batin Haylee tidak menghiraukan sahutan Monic.

“Sudah makan nasi?”

“Sudah, tenang saja. Nafsu makanku sudah kembali hari ini. Kau mau?” Monic menyodorkan jeruk yang sudah dikupasnya. Haylee menerimanya dan mulai ikut mengunyah.

“Baguslah. Kupikir ada yang salah sama operasinya, ternyata cuma kamu yang kebo aja! Tiga hari ga bangun-bangun, bikin orang takut tau ga…”

“Haha! Ya gimana ngga, obat biusnya kuat begitu.”

“Yasudah, coba liat, mana kaki barumu.”

Monica menarik selimut untuk memperlihatkan kaki kanannya. Dari jauh mungkin terlihat seperti kaki biasa, tapi inilah produk yang dikenal dengan sebutan AMAPOB.

BUAK! Haylee menghantam kaki besi tersebut dengan tangannya.

“Woi woi woi! Rusak nanti!” teriak Monic yang langsung menekuk kakinya. Memang tidak ada rasa sakit, hawa panas, maupun hawa dingin yang bisa dirasakan di kaki kanannya sekarang. Namun tetap saja, dia sangat tidak ingin kehilangan kakinya lagi.

“Tenang.. kujamin gabakal rusak..!” balas Haylee yang langsung memperhatikan AMAPOB tersebut dengan seksama.

Dasar nenek barbar! teriak Monic dalam hati.

“Jadi begini toh model yang terbaru… Wah… makin mirip kayak kaki asli ya… Sudah kau bawa jalan?”

“Sudah.”

“Coba, coba.”

“Ah, nantilah..!”

“Dasar..”

Setelah itu Haylee dan Monica hanya fokus pada layar televisi yang ada di depan mereka dengan tangan yang sibuk mengupas kulit jeruk. Dua asisten perempuan yang mendampingi Haylee berjaga di pinggir ruangan.

|

Tring!

“Hai hai! Kembali lagi bersama Cherry-!”

“Dan Choky..!”

“di acara… Show Us Your Room!” sambut dua orang yang muncul di layar televisi dengan riang dan semangat. Keduanya mengenakan pakaian dengan desain yang mirip. Yang membedakan hanyalah jenis pakaiannya. Cheery mengenakan dress mini berwarna merah dengan bulu-bulu putih di pinggirannya (Namun, hey, mengapa wajahnya terlihat familiar?), sedangkan Choky mengenakan setelan jas berwarna merah dengan kancing dan kumis palsu berwarna putih. Keduanya memakai kupluk bulu berwarna senada dan terlihat sedang duduk di dalam sebuah kendaraan otonom.

“Nah, sekarang kita ini ada dimana sih, Kak Cherry?”

“Wah..! Dimana ya, Kak Choky? Temen-temen tahu ga kita sekarang dimana?” Cherry mencondongkan tubuh atasnya ke depan sembari meletakkan telapak tangannya ke telinga.

Dengan mulut yang masih mengunyah jeruk, Haylee dan Monic yang sedang menyaksikan acara tersebut terdiam seribu bahasa dengan mata nanar. Terlebih ketika mereka melihat papan bertuliskan kata Quartus 6 di belakang kendaraan otonom yang sudah terparkir… yang tadi juga dengan jelas sempat dilirik oleh Cherry dan Choky.

“Betul sekali! Sekarang kita lagi ada di parkiran ruangan kuartus enam!”

“Wah..! Ini kedua kalinya kita ke komplek kuartus! Kali ini ruangannya punya siapa nih, Kak Cherry?”

“Masa kamu gatau sih Kak Choky? Kalau kamu suka makan Daging, pasti kamu kenal bangett sama beliau! Hayoo, siapa disini yang suka Daging..?!”

“Daging..??!! Aku suka banget! Terakhir kali aku sampai beli lima kaleng lho! Oh! Apa jangan-jangan pemilik ruangan ini itu pemimpin perusahaan Daging sekaligus [encipta produk Daging yang lagi viral itu?!”

“Iya benar, itu saya.” Seorang pria paruh baya berjalan ke tengah-tengah sorotan kamera. Choky terpaksa mundur dan berpindah posisi ke sebelah kanan. Kedua pembawa acara tersebut sangat terkejut dengan perubahan skenario yang mendadak ini.

“Y-ya, Yaahaa!! Teman-teman..! Ayo kita sambut Mister Osmus!”

Sang bintang acara melambai ke tiga buah kamera secara bergantian.

Fuh… untung kita punya Cherry disini… batin sutradara yang memantau dari belakang kamera merasa lega.

“Oke teman-teman, penasaran kan bagaimana ruangan dari pemimpin perusahaan yang paling terkenal saat ini? Cuss langsung aja kita masuk!” ajak Choky berjalan menuju pintu. Disusul Mister Osmus.

“Ayo ayo, silahkan..!”

“Oh iya, kita sudah dapat ijin lho yaa..! Jadi jangan ada hate comment kalau kita ini seenak jidatnya aja!” ujar Cherry ke arah kamera yang kedua sebelum masuk menyusul Choky dan Mister Osmus. Menyaksikan pembawa acara yang satu itu, Haylee dan Monic terkekeh.

Ceklek! Pintu setinggi empat meter itu dibuka, menampilkan ruangan bernuansa mewah yang sangat luas. Seluruh parabot-mulai dari permadani sampai lampu-lampu yang tergantung di langit-langit memiliki desain yang elegan dan tentunya terlihat sangat mahal.

“……”

“……”

“……”

Tidak ada satupun yang bersuara, hingga Choky tersadar dari lamunannya.

“W-wah..! Menakjubkan! Sungguh menakjubkan! Waahh… saya sampai tidak bisa berkata-kata..!”

“I-iya! Teman-teman-! Waah… ini sih the next level yaa..! Komplek Kuartus memang benar-benar beda..”

“Siapa yang memiliki ide untuk menata ruangannya agar menjadi bagus dan mewah seperti ini, mister?” tanya Choky pada Mister Osmus.

“Semua ide tentu saja berasal dari istri saya, hahaha!” jawab si narasumber dengan bangga. “Dari dulu dia sangat menyukai barang ala-ala wilayah barat sana, jadi saya biarkan dia merancang parabot sendiri lalu secara khusus bekerja sama dengan perusahaan furnitur untuk membuat furnitur-furnitur yang anda-anda sekalian lihat hari ini..!” jelasnya.

“Yaampun, ternyata Mister Osmus ini orangnya romantis bangett..! Nyonya Osmus sangatlah beruntung..!!” celetuk Cherry. “Nyonya Osmus sendiri juga sangat kreatif dan produktif… Mister Osmus juga sangat beruntung!” tambah Choky. Mendengar pujian-pujian untuknya dan istrinya itu, Mister Osmus hanya tertawa-tawa.

Pats! Kemudian televisi dimatikan.

“Ga jelas banget sih…” ucap Monic dingin dengan sebuah tampilan layar hologram yang telah muncul di dekat tangan kirinya.

“Kupikir kamu mau nonton, jadi aku diam saja~” balas Haylee. “Kimy, bersihkan kulit jeruknya.” lanjutnya. Asistennya yang berpakaian feminim pun berjalan menghampiri mereka untuk melaksanakan perintah.

“Ngomong-ngomong, tumben nenek satu itu lama hari ini. Jangan bilang kejebak macet. ” ujar Monica yang turun dari tempat tidurnya dan berjalan untuk mengisi botol airnya. Haylee yang melihat itu langsung mengamati pergerakan kaki kanan sahabatnya itu dengan seksama.

“Hmm… mobilitasnya lebih mulus.. sesuai prediksi… Tapi mungkin kita harus melakukan sesuatu dengan mur dan bautnya...”

“Yaa walau masih agak susah dikendalikan, tapi ini termasuk oke lah...” Monic memberi testimoni.

“Oke oke, matamu! Hahah! Oh iya, nenek satu itu ga mungkin kena macet la. Hari gini alesannya gara-gara macet? Boong banget.”

Ceklek!

“Ampun~ Julid banget si..!” sahut seorang lain yang baru datang. Mengenakan celana palazzo cream dengan kaus kasual berwarna senada dan rambut yang di cat merah agak terang, membuatnya persis seperti remaja perempuan gaul bila dilihat dari belakang. Dialah Sharon Brown, seorang perancang interior yang telah menekuni bidangnya sejak dua puluh tahun yang lalu. Sama seperti dua sahabat lainnya, meski usia mereka telah melewati usia pensiun, tapi ketiganya memutuskan untuk tetap produktif di bidangnya masing-masing.

“Hai nek, cucumu rewel ya?” ledek Monic.

“Biasalah… bangun-bangun nyari emaknya. Eh, ternyata emaknya udah nganclong pergi arisan bareng temen-temen geng sosialitahnya apalah itu. Dasar...  mentang-mentang anak orang kaya, anak sendiri ga diurus!” celoteh Sharon sinis.

“Sudah sudah.. udah tua jangan marah-marah…! Nanti cepet-”

“……”

“……”

“……”

Ketiganya terdiam, termasuk Haylee yang enggan melanjutkan kalimatnya. Tidak. Lebih tepatnya, dia tidak bisa melanjutkan kalimatnya. Tanpa mereka sadari, beberapa saat telah berlalu.

“A, ayo.” Monica membuka suara dan memimpin keduanya berjalan meninggalkan ruangan.

Didampingi empat orang asisten pribadi Haylee, ketiganya memasuki lift dengan destinasi lima lantai di atas mereka, lantai enam–Laboratorium Eksklusif.

Ting! Seperti yang sudah-sudah, yang pertama kali keluar dari dalam lift ialah dua orang asisten prianya. Namun kali ini, Samala dan Kimberly berjalan mendampingi tuan-tuannya dari arah belakang.

Lantai tersebut terbagi menjadi 3 ruangan. Hanya mereka yang diijinkan oleh presidenlah yang memiliki akses untuk memasuki lantai tersebut. Terlebih dengan ruangan yang akan dimasuki ketiganya ini.

“Memindai Identity Chip….”

Nguungg…

“Memindai wajah….”

Nguungg…

Tring! Pintu terbuka. Meninggalkan empat orang asistennya di depan lift, Haylee-Monica-Sharon berjalan memasuki ruangan yang terlihat agak gelap tersebut.

Memang dari luar terlihat gelap. Namun ketika kau berjalan lebih dalam, kau akan menyadari keberadaan lampu LED yang mengelilingi sepanjang ruangan, yang menyala 24 jam, dan memberikan warna keungu-unguan pada lantai dan dinding bagian bawah di sekitarnya. Tepat di tengah-tengah ruangan, berdiri sebuah tabung setinggi tiga meter. Karena berisi air, tabung tersebut terlihat seperti memancarkan sinar kebiru-biruan bila dilhat dari jauh. Bila dilihat dari dekat, kamu tidak akan bisa menghitung berapa banyak selang maupun kabel yang terhubung ke tabung tersebut. Sejarak lima meter dari tabung, berdiri sebuah podium yang setara dengan tinggi Haylee. Di atas podium tersebut terdapat dua tombol berwarna–merah dan hijau–di atasnya.

“Panggil Syaman Ilsa.” perintah Haylee kepada Samala melalui microphone yang tertanam di kalungnya.

“Baik, nyonya.” jawab Samala dari sisi lain.

Setelah microphone dimatikan, ia menghampiri dua yang lain ke tengah ruangan. Pandangan ketiganya terpaku pada sebuah tubuh manusia utuh yang berada di dalam tabung. Mata manusia itu terpejam dan rambut panjangnya melayang-layang mengikuti gelembung-gelembung oksigen yang muncul dari arah bawah.

““Kami datang,"

"Sonata."

----------

Bersambung...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status