Share

Bab 7. Rasa Iba dan Sisa Cinta

Hari ini, Mars King sedang mengendarai mobilnya menuju Estrela sendirian utnuk mengikuti sebuah konsorsium meeting yang melibatkan King Enterprise. Caleb sudah kembali ke LA sementara untuk mengurus King Enterprise di kantor pusatnya. Sedangkan Mars sedang di New York untuk mengurus beberapa proyek bersama Arjoona, Aidan dan Jayden yang tergabung dalam satu asosiasi pengusaha yang sama.

Sebenarnya ia sudah sedikit terlambat karena Vanylla sedikit uring-uringan di rumah. Istrinya itu masih berusaha untuk segera hamil dan Mars mulai stress karena Vanylla yang terus memaksakan dirinya. Sambil menghela napas dan sesekali membunyikan klakson karena mobil di depannya tak bergerak, Mars tak sengaja menoleh ke samping kanan. Musim gugur akan berganti musim dingin sekarang. Beberapa gelandangan terlihat membakar beberapa barang di dalam drum untuk menghangatkan diri.

Di sanalah Mars melihat Malikha Swan yang terlihat cukup lusuh dan sedang menghangatkan diri.

"Apa yang dilakukannya di sana?" Mars mengernyitkan kening dan berpikir.

"Apa dia kehilangan tempat tinggal sampai harus tinggal di luar?" Mars masih terus bergumam dan ia kemudian teringat sesuatu. Ia ingat Aidan pernah bercerita tentang sebuah apartemen yang ia rubuhkan karena akan menjadi lahan untuk pembangunan hotel baru. Ternyata bangunan yang dikatakan Aidan beberapa hari lalu dihancurkannya adalah apartemen Malikha.

“Apa ada hubungannya?” Mars masih terus bicara sendiri dan ia menatap kemudi lalu menoleh lagi ke samping menatap Malikha yang tengah kedinginan.

"Ini pasti perbuatan Aidan," gumam Mars lagi sambil menggeram kesal. Setelah mobil di depannya bergerak, Mars melajukan kembali mobilnya menuju Estrela tempat sebuah rapat akan diikuti olehnya dan Aidan. Tiba di Estrela, Mars tak membuang waktu untuk mencari Aidan. Ketika ia menemukan temannya itu, Aidan ditarik paksa keluar oleh Mars ke dalam mobilnya.

“Ada apa ini?” tanya Aidan dengan keheranan.

“Ikut aku!” Mars masih menarik dan memaksa.

“Tapi rapatnya sebentar lagi Mars!” Mars tak peduli dan tetap memasukkan Aidan ke mobilnya lalu melaju dengan kencang.

Mars memaksa Aidan untuk melihat keadaan Malikha yang sudah tidur di jalanan berhari-hari karena tindakan kekanak-kanakannya.

"Aku tidak akan minta maaf. Harusnya dia yang minta maaf padaku!" balas Aidan ketus pada Mars yang menyuruhnya minta maaf.

"Kenapa dia yang minta maaf padamu?" tanya Mars dengan dagu terangkat.

"Karena dia menamparku!" sahut Aidan dengan nada sengit.

"Kalo aku jadi dia, kamu tidak akan sekedar menerima tamparan dariku tapi juga pukulan di kepala!" balas Mars lalu membuka pintu mobil dan turun. Aidan mendengus kesal melihat sikap Mars. Bagaimana bisa seorang sahabat tidak mendukung sahabatnya yang lain. Mars berjalan ke arah Aidan dan menaikkan pintu mobil menyuruhnya turun.

"Turun!"

"Kamu sahabatku atau bukan!" hardik Aidan masih sengit mendebat.

"Tentu saja aku sahabatmu tapi aku tidak mau membiarkan sahabatku berperilaku barbar sepertimu. Ayo turun dan minta maaf!" hardik Mars membalas seperti seorang Kakak sedang memarahi Adik kembarnya yang keras kepala.

"Aidan, jangan sampai aku menyeretmu keluar!" Aidan yang kesal lalu keluar dari mobil Mars dan Mars menurunkan pintu itu lalu menarik pergelangan tangan Aidan bersamanya.

"Kamu mau bawa aku kemana?" tanya Aidan sedikit panik saat Mars menarik tangannya.

"Minta maaf pada Malikha." Aidan menarik kembali tangannya dan menghalangi Mars.

"Tunggu ... kamu tidak serius kan?"

"Tentu saja aku serius!" Mars jadi makin kesal.

"Oke ... oke, aku akan minta maaf. Tapi ..." Aidan menoleh ke belakang memastikan Malikha masih jauh dari mereka.

"Jangan beritahukan padanya siapa aku." Aidan berbisik di akhir kalimat. Mars memandang Aidan dengan kening mengernyit.

"Memangnya kenapa? Dia tidak mengenalmu ya?"

"Dia tidak perlu mengenalku," sahut Aidan cepat. Mars terdiam beberapa saat lalu menengok ke arah belakang Aidan sebelum kemudian memandang Aidan lagi.

"Baiklah, tapi jika kamu menganggunya lagi. Aku akan beritahukan rahasiamu padanya." Mars berjalan lagi tapi tangan Aidan mencekalnya sekali lagi.

"Rahasia apa?"

"Kalau dia adalah cinta monyetmu dulu," ujar Mars dengan nada mengejek. Aidan langsung cemberut dan manyun dengan wajahnya yang imut. Mars jadi tak tahan dan malah mencubit pipinya.

"Kalau aku gay, aku pasti sudah jatuh cinta padamu," tambah Mars menggoda sambil mencubit gemas. Aidan jadi bergidik ngeri mendengar Mars bicara seperti itu. Mars lalu berjalan melewati Aidan tanpa merasa bersalah menuju tempat Malikha sedang menghangatkan diri. Malikha yang tiba-tiba melihat dua orang pria menghampirinya lalu bangun dan mundur beberapa langkah. Ia terlihat kedinginan dan ketakutan.

"Hai," sapa Mars dengan senyuman. Malikha tak menjawab, ia tidak bisa percaya siapapun karena beberapa hari lalu ia dirampok dan itu menghabiskan seluruh uangnya.

"Jangan takut aku tidak akan menyakitimu." Aidan membalikkan setengah tubuhnya menyamping agar tak perlu melihat Malikha. Entah mengapa ia malah jadi gugup dan tak berani memandang Malikha sama sekali.

"Aku membawa seseorang yang ingin minta maaf padamu." Tangan Mars lalu merangkul dan membalikkan tubuh Aidan yang ingin kabur pelan-pelan. Malikha terkejut karena itu adalah pria yang sama yang telah membuat hidupnya terlantar beberapa bulan ini.

"Kamu ..."

"Ya, dia akan minta maaf. Benarkan Aidan?" tanya Mars pada Aidan yang terus membuang wajahnya ke arah lain.

"Aidan ..." tegur Mars sedikit agak keras.

"Iya, aku minta maaf," sahut Aidan sekenanya. Ia masih membuang muka dan tak mau melihat.

"Hei, dia tidak mendengarmu. Kamu minta maaf untuk apa? Lakukan yang benar!" Mars memerintah seenaknya. Jika saja Mars lebih muda setahun seperti Bryan, Aidan pasti sudah memukul kepala Mars. Tapi mereka sebaya dan Mars bukan orang yang menyenangkan jika sudah mengambek. Sambil mendengus kesal, Aidan terpaksa mendekat dan meminta maaf.

"Maaf, aku sudah membuatmu kehilangan pekerjaan dan ... kehilangan apartemen," ujar Aidan menatap sekilas pada Malikha. Mars menyikut lengan Aidan agar ia menjulurkan tangannya untuk berjabat tangan. Aidan mendelik pada Mars tapi delikan Mars lebih menyeramkan. Aidan terpaksa mengalah dan menjulurkan tangannya setelah membuka sarung tangan.

Malikha tidak mengerti mengapa sekarang pria itu malah meminta maaf padanya. Ia sendiri tak mengerti apa salahnya. Tapi Malikha tak ingin menyimpan dendam, ia menjulurkan tangannya yang dingin tak terbungkus apapun.

Tangan Aidan yang hangat akhirnya menggenggam sejenak jemari Malikha yang sangat dingin. Ada sedikit rasa kasihan di sudut hati Aidan yang terus ditepisnya setelah melihat keadaan Malikha.

"Aku memaafkanmu," jawab Malikha dengan suara lembut dan sedikit bergetar. Rasa lapar dan kedinginan membuat tubuh Malikha makin dingin dan Aidan menyadarinya. Setelah melepaskan jabat tangan itu, Aidan tak memakai lagi sebelah sarung tangan yang dilepasnya.

"Sekarang berikan haknya," ujar Mars membuyarkan lamunan Aidan yang kini malah terus menatap Malikha.

"Tidak usah. Lagi pula aku hanya penyewa di apartemen itu. Apartemen itu bukan milikku, aku tidak berhak atas ganti rugi apapun," potong Malikha lalu tersenyum tipis. Aidan sempat tertegun sejenak sebelum kemudian menoleh pada Mars yang menyerahkan semuanya pada Aidan. Aidan lalu mengambil dompet dan mengeluarkan $700 lalu menyodorkannya pada Malikha. Malikha tertegun dan tak mengerti itu untuk apa.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Angga Nurirawan
jalan ceritanya bagus
goodnovel comment avatar
Mario Uja
seruh..Keren..jalan ceritanya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status