Share

Bulan madu?

Malam kedua mereka, Tara dan Neo menginap di rumah Tara. Neo harus menekan habis-habisan rasa canggungnya ketika memasuki rumah itu. Tara memiliki seorang kakak perempuan yang sudah menikah, Tari Aurora yang sudah menikah dengan seorang pilot. Saat ini Tari sedang hamil besar dan suaminya sedang berada di luar kota sehingga Tari sengaja menginap di rumah orangtuanya. Selain untuk berjaga-jaga, Tari juga sengaja tinggal di sana untuk bertemu adik iparnya sekaligus menggoda Tara. Malam ini mereka akan makan malam bersama.

“Jadi kalian akan bulan madu ke mana?” tanya Tari di meja makan saat makan malam berlangsung.

“Bali,” jawab Tara,

“Raja Ampat,” sebut Neo bersamaan. Keduanya saling pandang, Tara yakin tempat itu Bali,  destinasi wisata bulan madu yang neneknya pesankan untuk mereka. Neo menyuruh Tara untuk diam dengan menyenggol kakinya di bawa meja.

“Yang bener kemana nih?” tanya mama Dewi melihat kepada Tara dan Neo bergantian.

“Raja Ampat, Tante eeh Mama, engh … Raja Ampat,” jawab Neo kikuk yang membuat senyum Tari terkulum. Tari menyenggol siku adiknya untuk menggodanya.

“Kalian belum kompak yaa? Emang kemarin malam kalian ngapain aja?” bisik Tari di bahu Tara.

“Iiisshh … Kak Tari, aku main gaple semalaman sama Neo,” jawab Tara asal. Tari terkikik mendengar jawaban adiknya yang dengan raut kesal itu.

“Setelah bulan madu kalian nanti akan tinggal di mana?” Giliran papa Irwan yang bertanya. Tara menatap ragu ke arah Neo, mereka belum membahas sejauh itu.

“Saya akan membawa Tara tinggal di rumah saya, Pa, tempatnya berseberangan dengan café yang saya kelola sekarang. Lokasinya juga tidak jauh dari kantor Tara, jadi saya harap Tara menyukainya.” Neo menatap Tara yang mendadak terlihat sedih. Tara tidak menyangka hari di mana dia bermanja-manja kepada mama dan papanya sudah selesai, kini dia harus tinggal bersama laki-laki yang disebut suami, suami yang bahkan belum dikenalnya dengan baik.

“Udah … Jangan sedih gitu, aku juga pernah merasakan kesedihan yang kamu rasakan, paling gak Neo punya pekerjaan tetap di darat, suamiku tuh selalu berada di udara. Kau akan baik-baik saja bersama Neo,” sahut Tari menghibur adiknya. Dia juga tahu pernikahan Tara dinilai mendadak dan membuat adiknya itu terkejut dengan keputusan mama papanya tanpa memberi kesempatan Tara untuk menolaknya.

Bagi keluarga besar papa Irwan, Nyonya Atikah adalah simbol dewi penolong  bagi  keluarga besar mereka. Ketika orangtua papa Irwan mengalami kebangkrutan, nyonya Atikah tanpa segan membantu mereka hingga bisa bangkit kembali, papa Irwan disekolahkan hingga selesai menjadi sarjana. Ketika papa Irwan mengalami kesulitan mengelola perusahaan peninggalan orangtuanya lagi-lagi nyonya Atikah membantunya. Hingga pada suatu hari nyonya Atikah memanggil papa Irwan dan mama Dewi untuk datang ke rumah mereka dan meminta agar Tara dinikahkan dengan Neo. Papa Irwan tidak menolak sama sekali dan menganggapnya rezeki yang besar atas pernikahan itu.

Makan malam sudah selesai, Tara naik ke kamarnya sementara Neo masih di ruang tengah bersama papa dan mama mertuanya. Tari menyusul adiknya yang terlihat sedang berkemas untuk bulan madu mereka. Tari membantu melipat pakaian adiknya dan menaruhnya dalam koper Tara.

“Bisa jadi apa yang kamu tidak suka saat ini malah yang terbaik untukmu, belum tentu apa yang kamu suka itu yang terbaik,” ucap Tari berusaha menghibur adiknya, Tara menoleh sesaat dan menghela napas panjangnya.

“Kak Tari siih enak nikah sama orang yang Kak Tari cinta, lhaa aku? Boro-boro cinta, tiap ngomong aja dia nyakitin terus. Tara benci sama dia, Kak, benciiii banget,” keluh Tara yang membuang dirinya di atas ranjang.

“Jangan terlalu benci ntar kamu yang repot kalo udah suka,” goda Tari. Adiknya mencebik lalu berbalik melihat kepada kakaknya,

“Kakak gak tahu sih gimana dia, di depan orang-orang dia jaim banget, di depanku dia itu laki-laki paling bawel, nyebelin!” gerutu Tara, “dan sekarang aku harus tinggal sama dia? Papa sama mama kejam banget, ini cara mereka menyingkirkan aku dari rumah?” ucap Tara yang mulai terisak.

“Huussh … Menyingkirkan apa? Jangan ngaco deh kalo ngomong, papa sama mama niatnya baik, ingin memperkuat silaturahmi dengan nenek Atikah. Kamu tahu sendiri kalo nenek Atikah itu sosok yang paling disegani dalam keluarga besar kita. Jangan anggap ini beban atau kesialan, bagaimanapun pernikahan itu jalan untuk membuka keberkahan,” pesan Tari bijak. Tara pun berhenti menangis, dipeluknya kakaknya dengan penuh kasih sayang, tiba-tiba Tara melepas pelukan kakaknya karena merasakan sesuatu.

“Heey … Bayimu bergerak, dia bergerak, Kak!” seru Tari sambil menempelkan telapak tangannya di perut Tari.

“Hu ummh, dia sudah mulai aktif bergerak, kelak kau akan merasakan sensasinya juga,” tukas Tari. Tara tersenyum lebar menikmati keajaiban di dalam perut kakaknya itu lalu keduanya kembali mengemas pakaian Tara. Tari meninggalkan kamar Tara ketika melihat Neo ada di ambang pintu.

“Apa persiapan kamu sudah beres?” tanya Neo melihat dua koper milik Tara di sudut kamar. Tara hanya mengangguk pelan, dia mengatur bantal untuk mereka tidur bersama di ranjang Tara. Tara hanya menggumam pelan.

“Kenapa kamu bilang kita akan ke Raja Ampat sementara aku melihat tujuan kita ke Bali?” tanya Tara penasaran. Dia membersihkan wajahnya dengan kapas dan pembersih wajah.

“Aku ingin ke Raja Ampat jadi aku mengubah tujuan kita, di sana juga tidak kalah bagusnya, kamu pasti akan  suka,” jawab Neo pelan. Dia sudah naik ke tempat tidurnya dan mulai menutup mata, malam ini gencatan senjata berlangsung hingga Neo menahan diri bersama Tara yang menyebalkan baginya. Tara menoleh karena masih ingin mengoceh, tetapi dilihatnya Neo sudah tertidur akhirnya Tara terdiam. Perempuan itu naik ke tempat tidur dan menaruh bantal guling di tengah-tengah mereka.

Neo membiarkan Tara menikmati pemandangan di sekitar resort dan terkagum-kagum dengan pemandangan di sana. Mereka baru saja tiba di Raja Ampat sesuai dengan rencana Neo, syukurnya nyonya Atikah tidak banyak bertanya ketika Neo memutuskan mengubah tujuan wisata bulan madu mereka.

“Jack, aku sudah tiba, di mana target kita?” Neo menelpon seorang laki-laki yang bernama Jack.

“Target menginap tidak jauh dari cottage yang kamu tempati sekarang, kamu hanya perlu mengintai target yang akan mengadakan pertemuan dengan kliennya. Kemungkinan besar mereka akan bertemu di restoran di ujung sana tetapi hati-hati jangan sampai mereka curiga, pengawalnya banyak,” terang laki-laki bernama Jack di seberang ponselnya.

“Kau tenang saja, aku datang kemari untuk berbulan madu, tidak akan ada yang curiga,” jawab Neo. Dia memandangi Tara yang berjalan-jalan di pantai sambil memotret dengan ponselnya.

“Ya … Aku harap begitu,  kau tidak akan mengacaukan pekerjaanku, Kurcaci kecil,” gumam Neo.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status