Share

Bertemu Kembali

Penulis: Von Hsu
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-29 09:00:00

POV Angela

Aku segera menepis pikiran konyol yang sempat terlintas. Tidak mungkin ini ada hubungan dengan Aaron Carter. Hanya mendengar nama Carter saja sudah membuat tubuhku tegang. Aku pasti sudah kehilangan akal kalau mengaitkan semua ini padanya. 

Aku tak bertanya lebih jauh. "Baiklah, kalau begitu. Saya akan pergi."

Aku berbalik, bersiap meninggalkan tempat itu. Tapi langkahku terhenti. 

Di kejauhan, di antara deretan pohon anggur, seseorang berdiri menyamping. Sosok tinggi dengan setelan yang terlihat mahal, tangan di saku celana, postur tubuh yang begitu familiar...

Jantungku mencelos. 

Perlahan, pria itu menoleh. Dan saat wajahnya terlihat jelas, napasku tercekat. 

Aaron Carter.

Mataku membelalak. Jantungku berdetak lebih cepat saat kesadaranku menangkap siapa yang berdiri di sana. 

Tidak salah lagi. Itu dia. Aaron. 

Aku menahan napas saat dia tiba-tiba melangkah ke arah kami. Semakin dekat dia, semakin sulit untuk mengabaikannya. Aku menatapnya, wajah yang sudah kukenal selama bertahun-tahun. 

Dia selalu tampan, tapi sekarang... dia jauh lebih berbahaya. Setelan jas itu melekat sempurna pada tubuhnya yang tegap, posturnya memancarkan wibawa yang tenang, dan cara dia membawa dirinya dengan kepercayaan diri yang tampak alami, membuatnya terlihat semakin mengintimidasi.

Jari-jariku sedikit gemetar. Aku tidak ingin dia mendekat. 

Tapi kemudian aku menyadari sesuatu. Aaron bahkan tidak melihatku. Dia berjalan melewatiku tanpa sedikit pun melirik. 

Dia tidak datang untukku. Dia menuju pria yang entah sejak kapan berdiri di sampingku.

Pria itu tampaknya berusia empat puluhan, mengenakan setelan yang pas dengan sentuhan elegan yang kasual, rapi tapi tidak terlalu formal. 

"Mr. Whitmore," sapa Aaron, suaranya rendah dan tegas. 

Mr. Whitmore menjabat tangan Aaron dengan anggukan. "Mr. Carter. Maaf membuat Anda menunggu. Saya pikir Anda langsung menuju ruang pertemuan."

"Aku ingin melihat kebun anggurnya dulu," jawab Aaron, matanya menyapu pemandangan hamparan kebun anggur yang membentang di hadapan kami. 

Mr. Whitmore mengangguk. "Solace Winery berkembang pesat, tapi ekspansi ke pasar internasional membutuhkan strategi yang lebih matang. Kami butuh mitra distribusi yang tepat, dan aku ingin memastikan Carter Holdings masih tertarik."

Aaron memasukkan tangannya ke dalam saku. "Tergantung pada kesepakatannya, Mr. Whitmore."

Mr. Whitmore tertawa kecil. "Kalau begitu, mari kita bahas di dalam."

Saat itu juga, Mr. Whitmore melirik ke arahku, alisnya sedikit berkerut. Saat itulah aku sadar, aku masih berdiri di sana, diam, mengamati mereka. 

"Maaf, saya tidak bermaksud mengganggu," kataku cepat. "Silakan lanjutkan. Saya akan pergi sekarang."

Namun sebelum aku sempat melangkah, suara Mr. Whitmore menghentikanku. 

“Kau terlihat familiar.”

Aku menegang. Seharusnya aku sudah pergi. Aku tidak tahu apa yang kupikirkan sedari tadi, berdiri di sini seperti orang bodoh. Dan sekarang, aku terjebak. 

Dia menatapku beberapa detik, lalu ekspresinya berubah. "Aku yakin pernah melihatmu di film yang baru-baru ini kutonton."

Aku menarik napas dalam, memaksakan senyum tipis meskipun tubuhku menjerit ingin segera pergi. "Ya, benar. Saya Angela Jones. Saya baru memulai karir di dunia film."

Senyum lebar muncul di wajahnya. "Ah, jadi benar. Kau memang seorang artis."

Aku mengangguk sambil tersenyum. 

Dia mengulurkan tangan, "Jonathan Whitmore. Senang bertemu denganmu, Miss Jones."

Aku menyambut uluran tangannya. "Panggil Angela saja. Senang bertemu juga, Mr. Whitmore."

Dia mengangguk sebelum kembali menoleh ke Aaron. "Jadi, kalian saling kenal?"

Darahku seakan berhenti mengalir. 

Sebelum aku sempat membuka mulut, suara Aaron terdengar. Datar dan dingin.

"Aku tidak mengenalnya. Dia hanya mengembalikan ponselku."

Kata-katanya menghantamku seperti pukulan telak. Tidak seharusnya mengejutkanku... tapi tetap saja terasa menyesakkan. 

Aku memaksakan senyum. "Ya. Hanya itu."

Tanganku refleks mengeratkan genggaman pada tali tas di bahuku. 

"Kalau begitu, aku pamit dulu."

Aku tidak menunggu lagi. Dengan langkah cepat, aku meninggalkan mereka, masuk ke mobil, dan menyalakan mesin. 

Aku menarik napas panjang. 

Tolong... biarkan ini menjadi terakhir kalinya aku melihat Aaron. 

Sekilas, aku melirik ke luar jendela. Aaron dan Mr. Whitmore terlihat berjalan menuju sebuah bangunan, mungkin ruang pertemuan. Aaron... Dia bahkan tidak menganggap aku pantas untuk dikenali. 

Dengan desahan berat, aku meraih ponselku. Puluhan panggilan tak terjawab dan pesan memenuhi layar. Mataku langsung tertuju pada pesan Beth. 

Angela, kau di mana?!

Kita perlu bicara. Angkat teleponmu. 

Edward baru saja mengonfirmasi rumor bahwa kau dan dia memang memiliki hubungan spesial. Apa itu benar?!

Perutku mencelos. 

Apa?!

Beth melampirkan beberapa tangkapan layar artikel berita. Judulnya membuat darahku membeku. 

"Edward Kane secara terbuka mengakui bahwa dia memiliki hubungan spesial dengan Angela Jones. Jadi benar kalau Angela Jones memanfaatkan Edward Kane demi peran utama?"

Astaga... 

Apa-apaan ini?

Bagaimana bisa dia mengatakan sesuatu seperti itu, padahal hubungan kami murni profesional?

Tidak. Aku harus kembali ke L.A. sekarang juga dan menyelesaikan kekacauan ini sebelum semuanya semakin di luar kendali.

Dalam perjalanan kembali, aku mencoba menelepon Edward Kane beberapa kali untuk meminta penjelasan. Tapi, tidak ada jawaban. 

Sial.

Frustasi, aku melempar ponsel ke kursi penumpang dan menekan pedal gas lebih dalam. 

Langit mulai meredup saat aku menyusuri jalan menuju Los Angeles. Perbukitan hijau dan kebun anggur di kejauhan kini berselimut senja. Jalanan cukup sepi, hanya sesekali ada mobil yang melintas dari arah berlawanan. 

Aku mencoba fokus ke jalan, tapi pikiranku terus berputar pada semua masalahku. Aku nyaris tidak sadar saat ponselku berdering. 

Edward Kane?

Aku melambatkan mobil dan menepi sebelum mengangkatnya. "Halo?"

Tidak ada suara.

Beberapa detik hening, lalu... 

"Angela."

Rahangku mengeras ketika mendengar suara yang tak asing itu. "Mr. Kane, apa yang Anda katakan ke media barusan menghancurkan reputasi saya. Apa maksud Anda melakukan itu?"

Dia terdengar menghela napas sebelum menjawab. "Aku minta maaf. Aku tidak punya pilihan."

"Tidak punya pilihan?" Aku mencengkeram ponsel lebih erat. "Satu kalimat Anda membuat semua orang menganggap saya wanita murahan yang menjual diri demi peran. Dan Anda bilang tidak punya pilihan?"

"Seseorang mengancamku. Orang itu tahu sesuatu tentangku dan memerintahku untuk mengatakan ini ke media. Aku benar-benar tidak punya pilihan."

Napasku tersengal mendengar pengakuannya. "Siapa?"

Hening. 

"Mr. Kane." Kali ini nadaku lebih dingin. "Saya bertanya, siapa yang menyuruh Anda mengatakan itu?"

"Aku tidak bisa memberitahumu," suaranya nyaris berbisik. "Dia orang yang berkuasa. Aku tidak bisa melawannya."

Jantungku berdegup tak beraturan. Otakku berputar cepat. 

Berkuasa?

Aku menarik napas pelan, mencoba menenangkan diriku yang hampir meledak.

"Anda menyeret saya ke dalam skandal, dan sekarang Anda bilang tidak bisa memberitahu siapa dalangnya?"

Dia terdiam beberapa saat, lalu terdengar gumaman pelan. "Angela... aku menyesal. Tapi aku terpaksa melakukan ini."

Lalu dia bertanya hal yang membuat darahku terasa membeku. 

"Apa kau punya musuh yang menyimpan dendam padamu?" 

Dendam?

Mataku menyipit. Satu nama langsung terlintas di benakku. 

Aaron.

Mungkinkah dia? Baru-baru ini dalam wawancara, dia juga mengungkit tentang dendam padaku. 

Cengkeramanku pada setir semakin menguat. Aku memutuskan panggilan tanpa sepatah kata pun. 

Perasaan tidak enak merayap ke dadaku. Aku memutar setir. Aku harus bicara dengan Aaron sekarang juga. 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Perangkap Dendam Tuan Miliarder   Jadi Ini Balas Dendammu?

    Akhirnya, aku kembali ke winery itu. Aku berhenti di area parkir, menyalakan mesin mobil, dan duduk menunggu. Lampu-lampu di winery mulai redup, hanya beberapa mobil yang masih terparkir.Aku mengetuk-ngetukkan jemariku ke kemudi, mencoba mengusir kegelisahan yang semakin menggerogoti dadaku. Jam terus berlalu. Tapi aku tidak pergi. Kini, langit telah berubah menjadi gelap pekat.Lalu, akhirnya aku melihat Aaron, asistennya, dan Mr. Whitmore berjalan menuju tempat parkir.Aku membuka pintu mobil dan turun, menutupnya dengan sekali hentakan. Aaron baru saja hendak berjalan menuju mobilnya ketika aku melangkah cepat ke arahnya."Kita perlu bicara," kataku.Aaron berhenti melangkah. Sekilas, tatapannya mengarah padaku sebelum beralih ke asistennya. “Pergilah dengan Mr. Whitmore. Aku akan menyusul."Asistennya hanya mengangguk tanpa pertanyaan, lalu pergi, meninggalkan kami berdua di tengah parkiran yang sepi.

  • Perangkap Dendam Tuan Miliarder   Bertemu Kembali

    POV AngelaAku segera menepis pikiran konyol yang sempat terlintas. Tidak mungkin ini ada hubungan dengan Aaron Carter. Hanya mendengar nama Carter saja sudah membuat tubuhku tegang. Aku pasti sudah kehilangan akal kalau mengaitkan semua ini padanya.Aku tak bertanya lebih jauh. "Baiklah, kalau begitu. Saya akan pergi."Aku berbalik, bersiap meninggalkan tempat itu. Tapi langkahku terhenti.Di kejauhan, di antara deretan pohon anggur, seseorang berdiri menyamping. Sosok tinggi dengan setelan yang terlihat mahal, tangan di saku celana, postur tubuh yang begitu familiar...Jantungku mencelos.Perlahan, pria itu menoleh. Dan saat wajahnya terlihat jelas, napasku tercekat.Aaron Carter.Mataku membelalak. Jantungku berdetak lebih cepat saat kesadaranku menangkap siapa yang berdiri di sana.Tidak salah lagi. Itu dia. Aaron.Aku menahan napas saat dia tiba-tiba melangkah ke arah kami.

  • Perangkap Dendam Tuan Miliarder   Mimpi Buruk

    Tanganku bergerak untuk menyingkap selimut, dan saat itu aku menyadari sesuatu yang membuat dadaku mencelos. Aku tidak mengenakan pakaianku semalam. Sebaliknya, aku mengenakan sebuah kemeja pria yang terasa terlalu besar untuk tubuhku."Sial... apa yang terjadi semalam?" aku merutuk, panik mulai merayap pikiranku. Aku mencoba mengingat. Potongan-potongan kejadian semalam berkelebat di kepalaku, tapi semuanya kabur.Tiba-tiba, suara air dari kamar mandi terdengar samar. Tubuhku menegang. Ada orang lain di sini.Jantungku berdetak kencang. Aku harus keluar dari sini. Sekarang juga.Aku mencari pakaianku dengan panik, dan akhirnya menemukannya tergeletak di lantai dekat sofa, bercampur dengan syal dan kacamataku. Dengan cepat, aku memungutnya, tetapi saat tanganku meraih pakaian yang kupakai semalam, aku langsung mencium bau sedikit asam dan menyengat.Aku mengeryit.Semua kejadian tadi malam masih buram. Aku hanya bisa

  • Perangkap Dendam Tuan Miliarder   Melarikan Diri

    Angela POVSepuluh Tahun KemudianDeburan ombak di Santa Barbara mengisi kesunyian sore. Aku duduk di kursi santai di tepi pantai, mengenakan kacamata hitam, topi lebar, dan syal yang menutupi sebagian wajahku. Aku tidak ingin siapa pun mengenali sosokku, tidak sekarang, tidak di tempat ini. Angin laut menyentuh wajahku, tetapi tidak dapat mengusir resah yang terus menggerogoti pikiranku.Tablet di pangkuanku menyala, memperlihatkan berita yang terus menghantuiku. Judul besar itu terpampang jelas di layar: "Pendatang Baru Angela Jones Mendapatkan Peran Utama Berkat Hubungan Spesial dengan Sutradara Edward Kane."Mataku terpaku pada foto-foto yang menyertai artikel tersebut. Foto itu diambil di sebuah restoran, memperlihatkan Edward Kane mencodongkan tubuhnya ke arahku. Tapi framing yang licik membuatnya tampak seperti kami sedang berciuman. "Kedekatan Angela Jones dan Edward Kane memunculkan spekulasi : apakah peran utama di film debutnya murni kare

  • Perangkap Dendam Tuan Miliarder   Kehancuran

    POV Angela"Angela," suara Aaron terdengar rendah, namun menusuk. "Apa maksud semua ini?"Aku membeku, napasku tercekat. "Aaron," bisikku lirih. Aku berusaha menenangkan diri, tapi suara detak jantungku yang begitu kencang membuat semuanya semakin sulit. Lututku terasa lemas, hampir menyerah menopang tubuhku.Rahasia yang selama ini kukubur begitu dalam, kini terbongkar. Aku tidak pernah menyangka semuanya akan terungkap seperti ini. Aku sudah cukup melukai Aaron, dan jika dia mengetahui kebenaran tentang taruhan itu... aku akan menghancurkannya sepenuhnya. Evelyn menyeringai lebar, senyumannya lebih terlihat seperti ejekan. "Menarik sekali," katanya, matanya berpindah ke teman-temannya sejenak, lalu kembali menatapku. "Biar kutebak. Aaron belum tahu tentang taruhan kita?"Aku memelototi Evelyn, mulutku terbuka seakan ingin membalas, tapi tak ada satu kata pun yang keluar. Pikiranku berputar liar, mencoba menemukan cara untuk menghentikan mimpi buruk ini. "Aaron," Evelyn memulai. "A

  • Perangkap Dendam Tuan Miliarder   Pengkhianatan dan Kepalsuan

    POV AngelaSeorang suster keluar dari ruang ICU. "Apakah Anda keluarga dari Mrs. Jones?"Aku segera berdiri dan mendekat. "Ya, saya putrinya. Bagaimana kondisinya?" tanyaku, cemas. "Saat ini, Dr. Smith sedang menyelesaikan catatan pasca-operasinya," jawabnya. "Dia akan menemui Anda di ruangannya sebentar lagi. Mari saya antar ke sana."Aku mengangguk dan mengikuti suster itu ke ruang dokter. "Selamat sore, Miss Jones," sapa Dr. Smith saat dia melangkah masuk ke ruangannya."Sore, Dokter," jawabku cepat. "Bagaimana keadaan Mom? Apakah operasinya berjalan lancar?""Operasi berjalan dengan lancar. Kami berhasil membuka penyumbatan di arteri utama, dan aliran darah ke jantungnya kini sudah stabil," jawab Dr. Smith, memberikan sedikit senyuman yang menenangkan. Aku menghela napas lega, meskipun kekhawatiranku belum sepenuhnya hilang. "Apakah dia akan baik-baik saja?""Masih perlu dipantau, tapi jika tak ada komplikasi, pemulihannya bisa baik. Kami akan terus memonitor selama 24 hingga 4

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status