Share

Melarikan Diri

Author: Von Hsu
last update Last Updated: 2025-09-27 09:00:00

Angela POV

Sepuluh Tahun Kemudian

Deburan ombak di Santa Barbara mengisi kesunyian sore. Aku duduk di kursi santai di tepi pantai, mengenakan kacamata hitam, topi lebar, dan syal yang menutupi sebagian wajahku. Aku tidak ingin siapa pun mengenali sosokku, tidak sekarang, tidak di tempat ini. Angin laut menyentuh wajahku, tetapi tidak dapat mengusir resah yang terus menggerogoti pikiranku. 

Tablet di pangkuanku menyala, memperlihatkan berita yang terus menghantuiku. Judul besar itu terpampang jelas di layar: "Pendatang Baru Angela Jones Mendapatkan Peran Utama Berkat Hubungan Spesial dengan Sutradara Edward Kane."

Mataku terpaku pada foto-foto yang menyertai artikel tersebut. Foto itu diambil di sebuah restoran, memperlihatkan Edward Kane mencodongkan tubuhnya ke arahku. Tapi framing yang licik membuatnya tampak seperti kami sedang berciuman. "Kedekatan Angela Jones dan Edward Kane memunculkan spekulasi : apakah peran utama di film debutnya murni karena bakat, atau hasil hubungan terlarang?"

Aku menghela napas berat. Kepalaku terasa berdenyut hebat. Sinar matahari yang mulai tenggelam tampak indah tetapi tidak cukup menenangkan segala beban yang kurasakan. 

Ini bukan sekadar gosip biasa. Ini fitnah yang bisa mematikan langkah karirku, yang bahkan belum sempat benar-benar dimulai. 

Aku mematikan ponsel yang kubawa bersamaku sejak pagi tadi. Beth, manajer sekaligus satu-satunya orang yang percaya padaku di agensi kecil itu, pasti kalang kabut mencariku.

Tapi aku tidak ingin menjawab apapun untuk saat ini. Penjelasan tidak akan berguna. Foto itu cukup bagi mereka untuk membentuk opini. 

Angin laut berhembus lebih dingin, membawa pikiranku kembali ke masa lalu, ke masa ketika segalanya terasa lebih sederhana dan sempurna untukku. Aku memejamkan mata dan hampir bisa mendengar suara lembut Mom yang sudah pergi meninggalkanku untuk selamanya. "Angela, hidup ini terlalu singkat. Berbahagialah dan kejar mimpimu. Tapi jangan pernah kehilangan dirimu sendiri."

Setelah operasi besar, Mom memang sempat membaik. Tapi tidak ada yang tahu kalau waktu yang dia miliki tidak akan panjang. 

Sekarang, aku berhasil mendapat peran utama, impian yang selama ini kami bicarakan, tapi semuanya terasa tak berarti setelah skandal ini muncul. Aku merasa takut bahwa aku akan kehilangan segalanya yang sudah kuperjuangkan. 

Aku bukan siapa-siapa di industri ini. Baru satu proyek besar, itupun langsung diwarnai skandal. Dicap sebagai perebut suami orang, wanita simpanan, pendatang baru yang "naik lewat ranjang." Tak ada yang tahu betapa keras aku bekerja untuk lolos dari audisi, betapa keras Beth melobi agar namaku dipertimbangkan. Dan sekarang semuanya runtuh begitu saja. 

Seolah itu belum cukup, wajah Aaron kembali menghantui pikiranku. Wawancaranya yang kutonton beberapa waktu lalu masih terngiang jelas di telingaku. Saat itu, dia duduk dengan setelan yang sempurna, tatapannya terlihat tajam dan penuh percaya diri. 

Wartawan yang duduk di hadapannya bertanya, "Tuan Carter, Anda kini dikenal sebagai salah satu pengusaha muda paling berpengaruh. Apa yang memotivasi Anda hingga mencapai titik ini?"

Aku mengingat senyuman tipis yang terukir di bibirnya, "Dendam," jawabnya dengan tenang, tetapi kata itu terasa seperti bom yang meledak di pikiranku. 

Dia melanjutkan dengan suara datar namun tajam, "Ketika seseorang menghancurkan hidupmu, kau punya dua pilihan. Menerima kekalahan dan terpuruk, atau membangun dirimu kembali untuk menghancurkan mereka. Saya memilih pilihan kedua."

Dia tidak menyebut namaku, tapi aku tahu dia berbicara tentangku. Aku adalah luka yang membuatnya membangun kerajaan bisnisnya. Aku adalah alasan dia menjadi sekuat sekarang. 

Aku menggenggam botol air mineral di tanganku lebih erat. Tanganku gemetar. Semua rasa bersalah yang selama ini kubendung kembali mengalir deras. Aku adalah bagian dari kehancurannya dulu. Dan sekarang, ketika aku akhirnya meraih sesuatu, bahkan itu terasa seperti kutukan. 

Apakah dia benar-benar akan menghancurkanku suatu hari nanti?

Aku meneguk air dari botolku, berharap cairan dingin itu bisa menenangkan kekacauan dalam diriku. Tapi tidak ada yang berubah. Itu tidak cukup memadamkan segala perasaan yang bercampur aduk di hatiku. Aku ingin mencari sesuatu yang bisa membuatku melupakan, setidaknya untuk sementara. 

Saat matahari tenggelam sepenuhnya, aku berdiri dari kursi santai dengan langkah yang terasa berat. Aku meninggalkan pantai, berjalan kembali menuju hotel yang berjarak dekat dari sini. Tidak ada yang mengenaliku di tempat ini, dan itu satu-satunya hal baik yang tersisa hari ini.

Setibanya di kamar hotel, aku meletakkan tablet dan ponselku di meja. Aku menghela napas panjang sebelum akhirnya melangkah ke kamar mandi. Air hangat dari pancuran mengalir melalui rambut dan tubuhku. Untuk sesaat, air itu seperti menyapu semua pikiranku yang kacau.

Namun setelah keluar dari kamar mandi, pikiranku masih sama kacaunya. Aku tahu apa yang kubutuhkan untuk benar-benar melupakan. Sesuatu yang kuat, yang bisa membuatku mati rasa. 

Aku akhirnya melangkah menuju bar kecil yang berada di lantai bawah hotel. Tempat itu remang, dipenuhi suara obrolan, tawa, dan dentingan gelas. Aku duduk di sudut, wajahku masih tertutup syal dan kacamata gelap. 

Seorang bartender menghampiriku. "Apa yang bisa saya buatkan untuk Anda malam ini?"

"Sesuatu yang kuat," jawabku.

Dia mengangguk kecil, lalu menyiapkan pesananku. Aku mengamati saat dia menuangkan cairan ke dalam gelas, lalu mendorongnya ke arahku. "Ini dia."

Aku memandang cairan di dalamnya. Saat tegukan pertama, tenggorokanku terasa terbakar. Tapi sensasi itu seperti obat bagi kekacauan pikiranku. 

Minuman pertama habis, dan aku memesan lagi dan lagi. Setiap tegukan terasa membakar, tetapi anehnya, aku merasa lebih ringan.

Beberapa jam berlalu, aku sudah tidak tahu berapa gelas yang habis kuteguk. Kepalaku mulai terasa berat, dan suara-suara di sekitar bar terdengar seperti dengung jauh yang tidak lagi kupahami. Aku tidak ingat lagi apa yang kukatakan atau bagaimana aku tertawa sendirian di meja.

Ketika akhirnya aku bangkit dari kursiku, langkahku terhuyung. Aku memegang meja untuk menjaga keseimbangan, lalu mulai berjalan kembali. Ketika berada di luar bar, aku merasakan tubuhku seperti menabrak seseorang.

"M-maaf..." gumamku, kata-kataku terdengar kacau, hampir tidak jelas. Aku tidak tahu siapa yang kutabrak. Aku bahkan tidak berani menatap wajahnya. 

Tiba-tiba, perutku terasa tidak enak, seperti ada sesuatu yang mendesak ingin keluar. Sebelum aku bisa menahan diri, aku akhirnya memuntahkan isi perutku, langsung mengenai orang itu.

"Sial!" aku mendengar samar-samar suara pria yang mengumpat tapi kakiku semakin melemah untuk menopang tubuhku, dan pandanganku mulai buram. Tubuhku jatuh ke lantai, dan aku tidak ingat apa-apa lagi setelah itu. 

***

Aku terbangun keesokan paginya dengan kepala yang berdenyut hebat. Perlahan aku membuka mata, menyadari aku berada di tempat tidur. 

Aku duduk perlahan, memegangi kepalaku, berusaha menahan rasa pusing yang tak kunjung reda. Selimut tebal membungkus tubuhku, terasa hangat, tetapi tidak mengurangi rasa cemas yang tiba-tiba menyelimuti diriku. Aku menatap sekeliling ruangan. Ini tampak seperti kamar hotel, tapi ini bukan kamarku.

"Apa yang terjadi?" gumamku.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Perangkap Dendam Tuan Miliarder   Jadi Ini Balas Dendammu?

    Akhirnya, aku kembali ke winery itu. Aku berhenti di area parkir, menyalakan mesin mobil, dan duduk menunggu. Lampu-lampu di winery mulai redup, hanya beberapa mobil yang masih terparkir.Aku mengetuk-ngetukkan jemariku ke kemudi, mencoba mengusir kegelisahan yang semakin menggerogoti dadaku. Jam terus berlalu. Tapi aku tidak pergi. Kini, langit telah berubah menjadi gelap pekat.Lalu, akhirnya aku melihat Aaron, asistennya, dan Mr. Whitmore berjalan menuju tempat parkir.Aku membuka pintu mobil dan turun, menutupnya dengan sekali hentakan. Aaron baru saja hendak berjalan menuju mobilnya ketika aku melangkah cepat ke arahnya."Kita perlu bicara," kataku.Aaron berhenti melangkah. Sekilas, tatapannya mengarah padaku sebelum beralih ke asistennya. “Pergilah dengan Mr. Whitmore. Aku akan menyusul."Asistennya hanya mengangguk tanpa pertanyaan, lalu pergi, meninggalkan kami berdua di tengah parkiran yang sepi.

  • Perangkap Dendam Tuan Miliarder   Bertemu Kembali

    POV AngelaAku segera menepis pikiran konyol yang sempat terlintas. Tidak mungkin ini ada hubungan dengan Aaron Carter. Hanya mendengar nama Carter saja sudah membuat tubuhku tegang. Aku pasti sudah kehilangan akal kalau mengaitkan semua ini padanya.Aku tak bertanya lebih jauh. "Baiklah, kalau begitu. Saya akan pergi."Aku berbalik, bersiap meninggalkan tempat itu. Tapi langkahku terhenti.Di kejauhan, di antara deretan pohon anggur, seseorang berdiri menyamping. Sosok tinggi dengan setelan yang terlihat mahal, tangan di saku celana, postur tubuh yang begitu familiar...Jantungku mencelos.Perlahan, pria itu menoleh. Dan saat wajahnya terlihat jelas, napasku tercekat.Aaron Carter.Mataku membelalak. Jantungku berdetak lebih cepat saat kesadaranku menangkap siapa yang berdiri di sana.Tidak salah lagi. Itu dia. Aaron.Aku menahan napas saat dia tiba-tiba melangkah ke arah kami.

  • Perangkap Dendam Tuan Miliarder   Mimpi Buruk

    Tanganku bergerak untuk menyingkap selimut, dan saat itu aku menyadari sesuatu yang membuat dadaku mencelos. Aku tidak mengenakan pakaianku semalam. Sebaliknya, aku mengenakan sebuah kemeja pria yang terasa terlalu besar untuk tubuhku."Sial... apa yang terjadi semalam?" aku merutuk, panik mulai merayap pikiranku. Aku mencoba mengingat. Potongan-potongan kejadian semalam berkelebat di kepalaku, tapi semuanya kabur.Tiba-tiba, suara air dari kamar mandi terdengar samar. Tubuhku menegang. Ada orang lain di sini.Jantungku berdetak kencang. Aku harus keluar dari sini. Sekarang juga.Aku mencari pakaianku dengan panik, dan akhirnya menemukannya tergeletak di lantai dekat sofa, bercampur dengan syal dan kacamataku. Dengan cepat, aku memungutnya, tetapi saat tanganku meraih pakaian yang kupakai semalam, aku langsung mencium bau sedikit asam dan menyengat.Aku mengeryit.Semua kejadian tadi malam masih buram. Aku hanya bisa

  • Perangkap Dendam Tuan Miliarder   Melarikan Diri

    Angela POVSepuluh Tahun KemudianDeburan ombak di Santa Barbara mengisi kesunyian sore. Aku duduk di kursi santai di tepi pantai, mengenakan kacamata hitam, topi lebar, dan syal yang menutupi sebagian wajahku. Aku tidak ingin siapa pun mengenali sosokku, tidak sekarang, tidak di tempat ini. Angin laut menyentuh wajahku, tetapi tidak dapat mengusir resah yang terus menggerogoti pikiranku.Tablet di pangkuanku menyala, memperlihatkan berita yang terus menghantuiku. Judul besar itu terpampang jelas di layar: "Pendatang Baru Angela Jones Mendapatkan Peran Utama Berkat Hubungan Spesial dengan Sutradara Edward Kane."Mataku terpaku pada foto-foto yang menyertai artikel tersebut. Foto itu diambil di sebuah restoran, memperlihatkan Edward Kane mencodongkan tubuhnya ke arahku. Tapi framing yang licik membuatnya tampak seperti kami sedang berciuman. "Kedekatan Angela Jones dan Edward Kane memunculkan spekulasi : apakah peran utama di film debutnya murni kare

  • Perangkap Dendam Tuan Miliarder   Kehancuran

    POV Angela"Angela," suara Aaron terdengar rendah, namun menusuk. "Apa maksud semua ini?"Aku membeku, napasku tercekat. "Aaron," bisikku lirih. Aku berusaha menenangkan diri, tapi suara detak jantungku yang begitu kencang membuat semuanya semakin sulit. Lututku terasa lemas, hampir menyerah menopang tubuhku.Rahasia yang selama ini kukubur begitu dalam, kini terbongkar. Aku tidak pernah menyangka semuanya akan terungkap seperti ini. Aku sudah cukup melukai Aaron, dan jika dia mengetahui kebenaran tentang taruhan itu... aku akan menghancurkannya sepenuhnya. Evelyn menyeringai lebar, senyumannya lebih terlihat seperti ejekan. "Menarik sekali," katanya, matanya berpindah ke teman-temannya sejenak, lalu kembali menatapku. "Biar kutebak. Aaron belum tahu tentang taruhan kita?"Aku memelototi Evelyn, mulutku terbuka seakan ingin membalas, tapi tak ada satu kata pun yang keluar. Pikiranku berputar liar, mencoba menemukan cara untuk menghentikan mimpi buruk ini. "Aaron," Evelyn memulai. "A

  • Perangkap Dendam Tuan Miliarder   Pengkhianatan dan Kepalsuan

    POV AngelaSeorang suster keluar dari ruang ICU. "Apakah Anda keluarga dari Mrs. Jones?"Aku segera berdiri dan mendekat. "Ya, saya putrinya. Bagaimana kondisinya?" tanyaku, cemas. "Saat ini, Dr. Smith sedang menyelesaikan catatan pasca-operasinya," jawabnya. "Dia akan menemui Anda di ruangannya sebentar lagi. Mari saya antar ke sana."Aku mengangguk dan mengikuti suster itu ke ruang dokter. "Selamat sore, Miss Jones," sapa Dr. Smith saat dia melangkah masuk ke ruangannya."Sore, Dokter," jawabku cepat. "Bagaimana keadaan Mom? Apakah operasinya berjalan lancar?""Operasi berjalan dengan lancar. Kami berhasil membuka penyumbatan di arteri utama, dan aliran darah ke jantungnya kini sudah stabil," jawab Dr. Smith, memberikan sedikit senyuman yang menenangkan. Aku menghela napas lega, meskipun kekhawatiranku belum sepenuhnya hilang. "Apakah dia akan baik-baik saja?""Masih perlu dipantau, tapi jika tak ada komplikasi, pemulihannya bisa baik. Kami akan terus memonitor selama 24 hingga 4

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status