Share

Bertemu Lagi Tanpa Mengenalinya

Jonas terbangun lebih dahulu. Sekalipun enggan melepaskan partner kencan butanya tadi malam, dia sadar bahwa mereka harus berpisah tanpa ada kontak secara langsung. Ketika dirinya bangkit dari ranjang, tubuh polos di sampingnya turut bergerak. Maka dia pun berkata, "Selamat pagi, Honey. Terima kasih untuk pelayananmu semalam. Waktunya kita berpisah. Aku akan mengenakan pakaian lalu keluar duluan, tunggulah sebentar, okay?" 

Dengan mata yang masih mengenakan kain penutup mata, Audrey mengangguk paham lalu menjawab, "Sama-sama, Sir. Hati-hati di jalan!" Tak ada kata-kata rayuan atau semacamnya yang diberikan oleh Audrey. Dia bersikap profesional seperti wanita bayaran yang menjajakan tubuhnya ke klien.

"Hmm ... okay!" gumam Jonas sembari mengenakan kembali pakaiannya yang kusut teronggok di bawah tempat tidur. Dia menatap Audrey lekat-lekat seolah penasaran secantik apa wanita itu tanpa kain hitam yang menutupi matanya. Namun, Jonas sudah berjanji kepada Harry Thompson untuk tidak saling membuka identitas dalam kencan buta ini.

"Aku pergi sekarang, Miss. Sampai jumpa!" pamit Jonas lalu bergegas melenggang keluar dari kamar 1212 itu dan menutup rapat kembali pintunya.

Setelah kepergian kliennya, Audrey langsung mencopot kain penutup mata lalu kalang kabut berlarian ke kamar mandi. Dia masih harus berangkat ke kantor pagi ini sekalipun jelas sudah terlambat dari jadwal. 

"Ohh Gosh, kuharap Fimela tak akan mengamuk mengetahui bahwa aku telat masuk kerja!" cicit Audrey sembari membasuh dirinya di bawah shower dan menyabuni kulit dengan cepat. 

Perusahaan tempatnya bekerja berlokasi di komplek sentral bisnis yang hanya di perempatan selanjutnya dari executive club milik Harry Thompson, dekat. Sebetulnya dia bisa berjalan kaki dari situ, tetapi pasti akan membuat Audrey berkeringat.

Audrey segera mengenakan pakaian miliknya yang tersimpan di tas lalu buru-buru meninggalkan kamar tempat kencan butanya tadi malam. Dia segera menekan tombol lift turun dengan jantung berdetak kencang. Jam tangannya menunjukkan bahwa sejam lebih dia terlambat ke kantor.

Beruntung di loker pegawai kantor dia menyimpan sepasang baju kerja, jadi Audrey memutuskan segera memanggil taksi di trotoar depan Majestic Executive Club. 

"Sir, tolong antarkan saya ke Benneton Prime Building!" sebut Audrey seusai duduk di bangku belakang taksi berwarna kuning.

"Baiklah, Miss. Itu dekat saja di depan sana!" sahut pengemudi taksi yang berusia lanjut dengan rambut kelabu beruban.

Perjalanan singkat taksi itu berakhir dan Audrey seperti melayang saking cepatnya berlari memasuki gedung pencakar langit tempat kerjanya selama setahun belakangan. Penampilannya masih berantakan dan tak layak masuk kerja. Namun, Audrey bertekad akan memperbaikinya di toilet nanti.

Seusai berganti pakaian kantor seadanya dari loker, Audrey membedaki wajahnya dan memoles lipstik, tak lupa dia menyemprotkan parfum favorit yang selalu dibawa dalam tasnya. Audrey langsung meninggalkan toilet dan berjalan cepat-cepat menuju ke kubikel meja kerjanya.

"BRAAKK!" 

Setumpuk map dokumen mendarat kasar di hadapan Audrey. Tatapan matanya segera naik ke atas dan bertemu dengan wajah bermake-up tebal Fimela Lawson, penyelianya di kantor yang nampak menyeramkan, alis wanita itu tertaut sengit.

"Kau datang terlambat, hmm, Audrey?! Dasar pemalas. Cepat kerjakan laporan pesanan klien perusahaan kita ini dan serahkan ke mejaku hari ini juga!" seru Fimela sembari bersedekap otoriter.

"T–tentu, Ma'am!" sahut Audrey terbata-bata lalu segera meraih map teratas di tumpukan tinggi dokumen di meja kerjanya. 

"Lain kali datanglah sesuai jadwal masuk kantor, kalau kau tak ingin dipecat. Ini bukan perusahaan nenekmu, Audrey, jadi jangan berpikir bisa kerja seenak perutmu, paham?!" cecar Fimela sinis lalu melenggang kembali ke ruang kantornya yang nyaman.

Sesuai perintah atasannya, Audrey mengerjakan laporan pesanan klien yang telah berlangganan di perusahaan manufaktur makanan dan minuman kaleng berbagai produk brand ternama di Amerika Serikat itu. Grup konglomerasi Benneton memang menjadi penguasa bisnis tersebut.

Jelang tengah hari, karena kandung kemihnya butuh dikosongkan, Audrey bangkit dari kubikel kerjanya dan beranjak menuju ke toilet. Dia melangkah terbirit-birit hingga tak sempat mengerem ketika pintu ruang meeting top managemen terbuka dan sesosok pria tinggi kekar keluar dari sana tanpa melihat dirinya.

"BRUKK!"

File kertas HVS putih yang dibawa pria itu berhamburan di udara. Jantung Audrey mencelos seiring wajahnya yang pucat pasi. Dia tak tahu siapa pria muda yang baru saja ditabraknya. Audrey terjatuh menimpa pria tadi di lantai.

"Astaga, Mister Benneton!" seru sekretaris Jonas terkejut bercampur panik. Rahangnya sampai terperangah menatap kejadian barusan.

"Ma—maaf ... tolong maafkan saya, Sir. Saya tidak sengaja dan terburu-buru tadi! Apa Anda baik-baik saja?" cicit Audrey luar biasa panik. Dia takut dipecat karena nampaknya pria yang ditabrak barusan hingga tertindih tubuhnya, tak lain adalah big boss di tempat kerjanya.

Namun, Jonas jauh lebih terkejut ketika menghirup aroma parfum wanita yang menabraknya di depan pintu ruang meeting. Vanilla dan rosemary berpadu bergamot segar yang sulit terlupakan. 

Memang Jonas tak melihat keseluruhan detail wajah wanita penghibur semalam, tetapi cukup yakin itu dia, wanita yang sedang membantunya berdiri dari lantai. Matanya memperhatikan bibir yang ranum dan tak hentinya mengucapkan kata-kata penyesalan karena telah menabraknya.

"Siapa namamu, Miss?" potong Jonas dengan tangan memegang lengan Audrey agar tidak kabur dari hadapannya.

Bulu mata lentik Audrey bergetar cepat seiring kedipan paniknya. "Saya Audrey ... Audrey Newman, Sir. Tolong ampuni saya!" jawabnya mengiba. Setelah itu dia segera memunguti kertas-kertas yang berserakan di lantai dan menyerahkannya ke tangan Jonas.

Jonas malahan tertawa renyah menerima kertas dokumen tersebut sembari menatap wajah Audrey. 'Ohh ... ternyata memang sangat cantik tanpa penutup mata. Biru cemerlang seperti permata bernilai tinggi, aku suka!' batin pria itu tak melepaskan pandangannya sedetik pun dari wajah Audrey yang mulai merona.

"AUDREY! Berani-beraninya kau membuat masalah dengan Mister Benneton!" teriak Fimela kalap seraya menghampiri kerumunan orang di depan ruang meeting.

Alis Jonas berkerut tak senang mendengar suara berisik wanita bagian pemasaran itu membentak Audrey. Dia menghela napas melemparkan tatapan dinginnya seraya menegur, "Jangan berlebihan, Miss Beans! Nona Audrey tidak sengaja menabrakku tadi."

Namun, wanita berambut pirang pucat lurus sepinggang itu memojokkan Audrey dengan suara sinis, "Pasti ini akal bulus perempuan murahan itu, Sir. Dia ingin Anda memperhatikannya saja, jangan terayu oleh siasat busuknya!"

"Kukatakan, hentikan argumen tak berguna ini. Bubar semuanya!" seru Jonas tak suka mendengar perundungan yang dilontarkan kepada Audrey. Sungguh merusak euforianya karena telah menemukan teman kencan butanya tadi malam di kantornya sendiri.

Karena terlalu tegang, Audrey sampai melupakan bahwa tadi dia sesak kencing. Dia pun bergegas melanjutkan perjalanannya ke toilet wanita. Sementara Jonas menatap kepergian Audrey menjauh darinya dengan kilatan misterius di matanya. 

"Trevor, ikutlah ke ruanganku. Ada yang ingin kuperintahkan kepadamu!" ujar Jonas lalu melangkah menuju lift untuk naik ke lantai teratas Benneton Prime Building bersama sekretarisnya.

Sekembali dari toilet, Audrey duduk kembali ke kubikel kerja untuk melanjutkan tugas dari atasannya yang harus diserahkan hari ini juga. Sebagian rekan-rekannya malahan sudah bersiap-siap untuk istirahat makan siang. 

"Audrey, kamu tak ikut lunch bersama kami?" tanya Rita Bright menghampiri kubikel rekannya yang masih sibuk itu.

"Fimela minta semua selesai sore nanti, Rita. Kalian makan siang duluan saja. Aku akan memesan layanan pesan antar burger saja!" jawab Audrey dengan senyum tipis.

"Dasar wanita diktator!" desis Rita mengomentari atasan mereka itu. Memang Audrey selalu ditindas oleh Fimela Beans yang konon kabarnya tak menyukai kecantikannya tersaingi di departemen pemasaran. "Baiklah, aku pergi sekarang. Nanti kutraktir kau segelas kopi, Kawan!" pamit Rita Bright seraya melambaikan tangannya ke arah Audrey.

Belum lama Audrey menenggelamkan diri dalam pekerjaannya, sebuah suara deheman pria terdengar di depan kubikel kerjanya. Dia menaikkan pandangannya dan terkejut ketika melihat sosok pria tersebut.

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Nurjanna Nurjanna
lanjut bagus cetita nya
goodnovel comment avatar
Nurjanna Nurjanna
luar biasa
goodnovel comment avatar
Paulina Nurhadiati Petrus
shit dunia sempit kali bah ternyata si jonas bosnya Audrey di tempat kerja omo dengan menghirup parfum aja dia udah bisa mengenai siapa si Audrey ya .. eh dasar wewegombel fimela segitu gak sukanya anda sama Audrey dasar cacing kremi
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status