Qiana Neilson melangkah melintasi lantai klub yang ramai dengan perasaan gugup. Sementara di belakangnya, beberapa orang gadis temannya memberi semangat dengan meneriakkan namanya.
“Qiana!”“Qiana!”Qiana tahu ini tantangan konyol. Namun kompensasinya lumayan besar. Shein, gadis yang baru dikenalnya itu yang memberikan tantangan.Jantung Qiana berdebar makin keras. Dia kini telah sampai pada target tantangan yang diberikan.Seorang lelaki muda dengan fitur wajah menawan sedang duduk di sebuah sofa besar sendirian. Di sekitarnya ada juga beberapa orang lelaki lain yang duduk di sofa-sofa dengan para wanita yang menggelayut seperti kucing betina.Lelaki asing itu tampak duduk dengan bosan. Dia menopang sisi wajahnya dengan tangan. Matanya yang dipenuhi kegelapan menangkap bayangan gadis yang berhenti di depannya.Dia sangat tampan, Qiana mengakuinya. Tapi bukan itu intinya.Qiana harus meminta lelaki itu menjadi pacar bila ingin mendapatkan uangnya. Jantung ibunya yang bermasalah membutuhkan banyak biaya untuk pengobatan.Sudah beberapa hari ini ibunya tidak meminum obatnya. Qiana kehabisan uang. Sementara sewa apartemen juga belum dibayarkan. Dia tidak punya jalan keluar lain.Dengan mengepalkan tangannya kuat-kuat, Qiana berusaha mengumpulkan semua keberaniannya.“Ehm.” Qiana berdehem mencoba membersihkan tenggorokannya yang seperti tersekat. Bagaimanapun dia tetap merasa gugup.Tapi kenapa Qiana merasa suara dehemannya menggema ke seluruh ruangan?Namun kepalang basah, Qiana sudah berdiri di sini dan lelaki itu juga telah mengangkat wajah melihat padanya.“Kakak..., apa kau mau jadi pacarku?” ujar Qiana dengan suara rendah. Anehnya suara itu memenuhi klub dan menimbulkan kegemparan.Semua mata kini mengarah padanya, menatap dengan rasa penasaran.Wajah Qiana sesaat panik. Dia seperti tengah bicara dengan pengeras suara. Lalu didengarnya cemoohan dalam kuantitas yang luar biasa.“Gadis sinting! Siapa sebenarnya dia? Kenapa dia pikir dia layak menjadi kekasih tuan Zavier?” Seseorang bicara pada temannya dengan nada mencela.“Tuan Zavier tidak pernah memandang wajah wanita yang mencoba mendekatinya. Bagaimana gadis ini bisa dengan percaya diri meminta tuan Zavier menjadi kekasihnya? Apa dia sudah kehilangan akal?” ujar sebuah suara lain.“Apa dia gadis yang datang dari hutan? Tidak tahukah dia kalau tuan Zavier tidak menyukai gadis yang mencoba merayunya? Apa dia ingin dicekik?”“Sepertinya sebentar lagi akan ada pertunjukan menarik. Aku sudah tidak sabar lagi. Gadis itu benar-benar mencari mati.”“....”Lelaki itu menegakkan punggungnya dengan rasa dipenuhi ketertarikan. Dia mengangkat sebelah tangannya dengan ringan dan suara-suara itu berhenti tiba-tiba.“Bisakah kau mengulangi kata-katamu? Tadi terlalu berisik, jadi aku tidak jelas mendengar.” Lelaki yang dipanggil tuan Zavier itu mengangkat sedikit sudut bibirnya. Bukannya terlihat ramah di mata orang-orang, malah hanya menimbulkan kesan jahat di wajah menawannya.Qiana merasa ada yang salah. Ada sesuatu yang tidak benar di sini. Siapa sebenarnya lelaki ini?“Aku....” Suara Qiana menggema lagi.Seseorang telah memasangkan pengeras suara!Qiana marah dengan kesadaran itu. Dia merasa sedang dipermainkan.Gadis itu menunduk pada dirinya, mencari dengan kebingungan. Entah dimana benda itu disematkan.“Bisa kau ulangi sekali lagi?” Lelaki itu bangkit dari duduknya. Seketika tampak tubuhnya yang tinggi menjulang dengan postur tegap menawan. Dia berjalan mendekat pada Qiana yang masih meraba-raba gaunnya, mencari.Ketika lelaki itu tiba di dekat Qiana, dia harus menunduk untuk bisa menatap langsung pada mata gadis itu.Qiana berhenti mencari. Dia mendongak seraya melebarkan matanya yang indah. Tinggi tubuh lelaki ini saja sudah membuat nyali Qiana menciut.Dia masih sejengkal di bawah dagu lelaki itu.“Aku... aku cuma bermain-main.” Qiana terbata-bata sembari melangkah mundur. Lagi, semua orang bisa mendengar kata-katanya dengan jelas.Jawaban yang sama sekali tidak tepat. Semua menatap ngeri pada gadis itu.Siapa yang berani bermain-main dengan tuan Zavier, sang penguasa bawah tanah kota Yardley?“Bermain-main?” Lelaki itu mengerutkan alis hitamnya yang sempurna. “Aku tidak suka bermain-main.”Qiana menelan ludahnya dengan susah payah. Dia tidak mengenal lelaki ini, tapi aura jahatnya dapat tercium dalam radius yang jauh.”Maaf. Aku tidak bermaksud....” Qiana tidak tahu harus berkata apa. Dia ingin pergi sesegera mungkin dari tempat ini.Namun tampaknya lelaki itu tidak mau semua selesai begitu saja. Waktu Qiana hendak berbalik pergi, lelaki itu berseru pada seseorang di belakangnya. “Steven, apa yang dikatakan gadis ini barusan?”Seseorang yang dipanggil Steven bangkit dari sofa.“Dia menanyakan padamu, apa kau mau jadi pacarnya,” ujar lelaki itu sambil menatap kasihan pada Qiana, yang disambut keriuhan di sekeliling ruangan. Steven yakin, hari ini adalah hari sial gadis itu.Tuan Zavier sekali lagi mengangkat sudut bibirnya yang membuat udara panas ruangan sebelumnya turun ke titik terendah. Orang-orang menggigil.“Aku mendengarnya. Aku hanya ingin memastikan.” Dia melangkah maju, lebih mendekat pada Qiana. “Kau ingin aku jadi pacarmu?”Wajah Qiana memerah. Dia merasa serba salah. Tentu saja dia tidak mengatakannya dengan sunguh-sungguh.“Kakak, ini cuma sebuah lelucon. Mereka menantangku untuk mengatakan itu padamu....”“Sebuah lelucon? Tapi aku tidak mendengar ada yang lucu.” Tuan Zavier menyipitkan matanya.“Ini... kakak tidak perlu mengambil hati. Aku tidak sungguh-sungguh....”“Aku mau. Aku bersedia jadi pacarmu.” Lelaki itu memotong kata-kata Qiana yang mencoba menjelaskan.Jawaban tuan Zavier seketika menimbulkan kegaduhan di seantero klub.“Aku mau. Aku bersedia menjadi pacarmu,” ujar lelaki itu dengan suara dalam. Dia menunduk pada wajah kecil gadis di depannya. Sontak seisi klub gempar. Ini bukan jawaban yang ada dalam ekspektasi semua orang. Entah gadis gila ini beruntung atau memang tuan Zavier sedang bosan dan ingin bermain-main.Namun baru saja lelaki yang tampak mendominasi itu mengatakan jika dia tidak suka bermain-main. Lalu, apakah dia serius dengan ucapannya?Udara klub yang pengap oleh bau asap rokok dan alkohol kini dipenuhi dengung penasaran dari pengunjung. Seakan-akan ada banyak tanda tanya mengapung memenuhi atmosfirnya.Qiana sendiri nyaris lumpuh segenap persendiannya. Laki-laki di depannya tampak luar biasa dengan aura gelapnya. Itu tak disadari Qiana sebelumnya saat Shein menunjuk seseorang yang tengah duduk di sofa. Suasana klub yang suram membuatnya keliru menilai. Laki-laki ini bukanlah orang kebanyakan.“Ka... kakak, jangan anggap serius kata-kataku barusan. Aku... cuma sedang melaksanakan sebu
Qiana masih tinggal selama beberapa saat di klub. Dia hanya duduk dengan cemberut di sebelah Ned sambil sesekali menanggapi kata-kata yang dilontarkan lelaki itu. Waktu beberapa orang mulai bermain kartu, Ned menawarinya bermain untuk lelaki itu.“Kalau kau kalah, aku yang akan membayar. Kalau menang, kau boleh ambil uangnya.” “Aku tidak bisa bermain kartu. Aku mau mencari teman-temanku saja. Mereka harus membayar padaku....” Qiana tidak tertarik dengan tawaran Ned. Matanya terus mencari di antara hilir-mudik pengunjung. Sebelum pulang, dia harus mendapatkan uang yang mereka janjikan.Ned menarik punggungnya ke sandaran. Dari tadi gadis di sebelahnya ini selalu mengabaikannya. Berulangkali Ned mencoba membuat Qiana memperhatikannya, tapi cuma sekilas gadis itu menatapnya lalu fokusnya kembali pada hal lain.“Kau mengabaikan hal yang lebih besar untuk mendapatkan hal yang kecil?” Ned berujar sinis.“Eh?” Qiana menoleh pada Ned. Nada suara lelaki itu tidak enak di dengar. “Apa maksudm
Seorang pria berpakaian rapi keluar dari pintu bagian pengemudi. Dia membuka pintu belakang sembari mengatakan sesuatu. “Nona Neilson, silakan masuk ke mobil. Saya akan mengantar Nona pulang.”Qiana tidak segera beranjak dari tempatnya berdiri, tapi sudut matanya melihat seseorang juga duduk di kursi penumpang belakang.“Tuan Zavier akan menemani Nona pulang....” Sang sopir seperti bisa membaca keraguan gadis di depannya. Dengan mengatakan keberadaan tuannya dia berharap gadis ini tidak akan menolak untuk diantar pulang.Namun sopir itu keliru. Qiana justru melangkah mundur dan bermaksud pergi dari sana begitu mendengar nama Ned disebutkan. Namun sebuah tangan yang kuat terulur dari dalam mobil menahan kepergian gadis itu. Wajah menawan tuan Zavier muncul dari sana. “Mau kemana? Bukankah sudah kubilang akan mengantarmu pulang? Masuk!” Nada memerintah itu begitu kuat dan sulit dilawan.Tadi Qiana berniat kabur setelah dari kamar mandi. Nyatanya lelaki ini seperti bisa membaca isi kep
Ned menghentikan langkahnya dan tiba-tiba berbalik. Dia sempat mendapati cibiran Qiana dan mengerutkan kening. Qiana yang tertangkap basah buru-buru mengalihkan pandangannya pada langit-langit ruangan.Ned melangkah mendekati Qiana, mendesak gadis itu hingga kakinya menyentuh pinggiran meja. Mata Ned menatap tepat pada sepasang manik indah di depannya. Kemudian tatapan itu jatuh pada bibir mungil di bawahnya.Sesaat Qiana sempat berpikir lelaki itu akan menciumnya. Dia menelan ludah dengan gugup dan bersiap mendorong bahu lebar itu.“Aku akan pergi ke luar negeri besok. Mungkin baru akan kembali seminggu kemudian. Jangan coba-coba melirik laki-laki lain apalagi selingkuh. Juga jangan coba-coba kabur dariku.” Ned memperingatkan di telinga gadis itu.Sejenak Qiana menjadi linglung. Selain suara yang menawan itu terdengar sangat dekat, itu juga di luar ekspektasinya. Dia merasa konyol sendiri.Ketika Ned melepaskannya dari posisi tak nyaman itu, Qiana sudah bisa menguasai dirinya.Ingin
Paginya Qiana terbangun dengan pikiran kosong. Dia kemudian merasa ada sesuatu yang membuatnya tidak nyaman lalu mencari-cari. Ternyata itu adalah tentang kejadian tadi malam dan seseorang yang bernama Ned. Gadis itu memejamkan mata berusaha mengusir rasa pusing dan mual yang datang tiba-tiba. Lalu teringat olehnya jika lelaki itu mengatakan akan pergi hari ini dan tidak akan kembali selama seminggu. Qiana kemudian sedikit merasa lega. Dia bangkit dari ranjang kecilnya dan pergi ke kamar mandi. Ibunya ternyata sudah bangun dan sedang menyiapkan sarapan sederhana."Qiana, ibu akan pergi menemui nenekmu hari ini untuk mengurus sesuatu," ujar wanita lembut itu saat Qiana sarapan.Qiana mengangkat wajah kecilnya. Ada perasaan cemas melintas di sana. "Ibu, kau tidak boleh bepergian terlalu jauh. Bagaimana kalau terjadi sesuatu, aku tidak akan bisa menanggungnya.""Ibu akan hati-hati. Lagipula kalau tidak sekarang kapan lagi. Ibu takut kalau suatu hari kesehatan ibu akan memburuk. Saat itu
Qiana yang sedang berbicara dengan Beatrice berpaling ke asal suara. Keduanya melihat tiga gadis itu berdiri dengan angkuhnya sambil memandang sinis pada Qiana. Meski tahu dia telah disindir dan tampaknya ketiga gadis itu sedang mencoba mencari masalah dengannya, Qiana tidak bermaksud melayaninya. Tanpa mengatakan apa pun dia menepi dan hendak melanjutkan langkahnya pada bagian jalan yang tidak terhalang. Beatrice mengikuti di belakang. Siapa pun di kampus mengenal ketiga gadis itu, para nona dari keluarga terpandang di kota Yardwel. Yang di tengah adalah Audie Cadmael. Ayahnya presdir Grup Star Seventh yang terkenal, Louis Cadmael. Sedangkan yang dua orang lagi adalah Diana Ackerley dan Callie Brett. Keduanya juga terlahir dari keluarga dengan status tinggi. Mereka bertiga selalu pergi bersama bahkan kuliah di jurusan yang sama. Sayangnya juga suka membuat keributan bersama-sama. Entah bagaimana tiba-tiba mereka tergerak untuk mengusik makhluk tak kasat mata di kampus seperti Qia
Setelah menyelesaikan jam kerjanya di Black Cafe, Qiana pulang sebentar ke rumah untuk berganti pakaian. Dia bisa berjalan kaki dari kafe ke apartemen dengan melintasi beberapa jalan kecil antar blok. Sesampai di apartemen, dia menemukan ibunya yang muram. Qiana merasa telah terjadi sesuatu yang buruk."Ibu, kau sudah pulang? Bagaimana? Apa nenek menyakitimu lagi?" Qiana meletakkan tasnya dan berjalan mendekati ibunya yang tengah melamun di sofa. Dia memeriksa. Terakhir ibunya ke sana, wanita itu kembali dengan memar di lengan. Entah apa yang sudah nenek itu lakukan pada ibunya.Seharusnya Qiana tidak membiarkan ibunya pergi. Setidaknya dia harus menemani."Ibu tidak apa-apa." Ibunya menyahut sambil memaksa tersenyum. "Tapi nenek memang tidak berniat mengembalikan warisan yang ditinggalkan kakek pada ibu. Harusnya ibu memang tidak boleh berharap banyak." Qiana duduk di samping ibunya sambil memeluk. "Sudahlah, Bu. Kita akan baik-baik saja tanpa warisan dari kakek. Kita akan memiliki u
Qiana mengerjapkan matanya dengan bingung. Selama beberapa detik dia masih tidak mengerti dengan maksud perkataan si lelaki. Kemudian dia teringat sesuatu. "O, apa saya begitu terkenal? Maksud Tuan, orang yang akan mengamuk itu adalah tuan Zavier?" Itu terdengar sangat lucu di telinga Qiana. Kini dia tertawa, membuat wajah kecilnya menjadi makin menawan. Sepertinya yang dikatakan orang itu mungkin benar, tuan Zavier akan mengamuk saat Qiana menolak mengakuinya sebagai kekasih. Entah kenapa, Qiana merasa lucu.Lelaki di depannya terpana sesaat. Bukan saja karena gadis itu menertawakan perkataannya tentang tuan Zavier tanpa merasa takut, tapi juga karena terpesona dengan raut indah di depannya yang menjadi makin menarik."Bukankah Nona adalah kekasih tuan Zavier yang baru. Kudengar tadi malam kalian membuat kehebohan di klub."Untunglah pengunjung minimarket sedang sepi hingga Qiana tidak perlu mendesak lelaki itu untuk segera berlalu dari hadapannya."Lalu, kenapa Tuan masih berniat m