“Aku mau. Aku bersedia menjadi pacarmu,” ujar lelaki itu dengan suara dalam. Dia menunduk pada wajah kecil gadis di depannya.
Sontak seisi klub gempar. Ini bukan jawaban yang ada dalam ekspektasi semua orang. Entah gadis gila ini beruntung atau memang tuan Zavier sedang bosan dan ingin bermain-main.Namun baru saja lelaki yang tampak mendominasi itu mengatakan jika dia tidak suka bermain-main. Lalu, apakah dia serius dengan ucapannya?Udara klub yang pengap oleh bau asap rokok dan alkohol kini dipenuhi dengung penasaran dari pengunjung. Seakan-akan ada banyak tanda tanya mengapung memenuhi atmosfirnya.Qiana sendiri nyaris lumpuh segenap persendiannya. Laki-laki di depannya tampak luar biasa dengan aura gelapnya. Itu tak disadari Qiana sebelumnya saat Shein menunjuk seseorang yang tengah duduk di sofa. Suasana klub yang suram membuatnya keliru menilai. Laki-laki ini bukanlah orang kebanyakan.“Ka... kakak, jangan anggap serius kata-kataku barusan. Aku... cuma sedang melaksanakan sebuah... tantangan. Kakak... kakak tidak perlu menjawabnya...” Qiana mengatakan itu sambil bergerak mundur.Lelaki di depannya mengerutkan keningnya. “Aku sudah menjawabnya. Aku mau menjadi pacarmu.” Dia melangkah maju mengikuti gerakan mundur Qiana hingga jarak mereka tidak pernah berkurang. “Jadi sekarang, kita adalah sepasang kekasih.”Qiana menggeleng karena kehilangan kata-kata. Laki-laki ini memang luar biasa, tapi mereka bahkan baru saling melihat beberapa menit yang lalu. Bagaimana mungkin mereka bisa menjadi pasangan?“Tidak mau?” ujar laki-laki itu dengan wajah suram.“Bu... bukan begitu.” Entah kenapa Qiana takut menyinggung perasaan laki-laki ini.Dan langkah Qiana membentur meja bar. Dia tak bisa lagi menghindar.“Kalau begitu mulai sekarang kau adalah kekasihku. Semua orang yang datang malam ini akan menjadi saksinya.”Ucapan lelaki itu terdengar bagai vonis kematian bagi Qiana.“Kakak... tidak bisa begitu. Kita bahkan baru bertemu....” Qiana merasa jengkel dengan gema suaranya sendiri.Dimana pengeras suara itu? Dimana mic-nya? Qiana terlihat cemas. Tangannya sesekali masih mencoba mencari benda itu di sekitar gaunnya.Lelaki yang kini sudah tidak bisa dihindari Qiana meraih pinggang gadis itu. Dia membalikkan tubuh mungil Qiana, mengamati sejenak dan melepaskan sesuatu di dekat ikat rambut lalu membuat gadis itu kembali menghadapnya.“Mencari ini?” ujarnya sambil memperlihatkan benda kecil hitam mirip mic di depan mata Qiana.Gadis itu menatap marah pada benda menjengkelkan di tangan lelaki itu. Namun sebelum Qiana berhasil mengambilnya dari tangan orang yang dipanggil tuan Zavier itu, benda itu sudah dijatuhkan ke lantai dan diinjak hingga berkeping-keping.Tak ada lagi gema suara Qiana di ruangan besar itu. Hanya dengung dari suara pengunjung klub yang tersisa.“Aku Ned. Ned Zavier.” Lelaki itu tersenyum sedikit. Dia tidak mengulurkan tangan layaknya orang yang berkenalan, tapi malah meraih sejumput rambut yang menjuntai di depan wajah Qiana lalu menyelipkannya ke belakang telinga gadis itu.“Siapa namamu?” ujarnya lagi waktu melihat Qiana hanya terdiam dengan mulut setengah terbuka.“Qi... Qiana.” Qiana menyebutkan namanya dengan tergagap. Dia menyilangkan tangan di depan dada membentuk semacam perlindungan diri.Ned menyeringai melihat tingkah gadis itu yang seperti kuatir akan sesuatu. “Nama yang indah,” ujar lelaki itu singkat. “Ikutlah denganku !” Diraihnya lengan Qiana dan menarik gadis itu mengikutinya.“Kakak... ma... mau kemana?” Qiana mencoba menarik tangannya, melepaskan pegangan kuat lelaki itu. Tapi biarpun dia mencoba sekeras mungkin, lengannya masih dalam genggaman Ned.Qiana dibawa ke tempat awal Ned duduk, sofa besar di sudut ruangan.Kerumunan segera bubar, musik kembali dinyalakan dan orang-orang mulai melanjutkan kesenangannya.Ned mendudukkan Qiana di sebelahnyaGadis itu menjadi tidak nyaman dengan beberapa tatapan iri yang dilontarkan padanya. Ini tentu saja tidak benar, tapi dia akan meluruskannya segera. Mereka akan bicara baik-baik, tentu saja.Ned Zavier bukan seperti orang yang mudah diprovokasi.“Aku rasa, aku pulang saja.” Qiana bicara tanpa menoleh pada Ned di sebelahnya. Mata gadis itu mencari di antara pengunjung, sosok teman-temannya. Tapi bahkan bayangan mereka sudah lama tidak terlihat.Qiana ingin meminta pertanggungjawaban mereka atas kekacauan yang di luar kendali ini. Lagipula Qiana akan menagih kompensasi dari tantangan ini. Bukankah dia sudah melakukannya, walaupun bonusnya sungguh mencengangkan?Qiana melirik pada Ned di sebelahnya. Lelaki itu ternyata tengah memperhatikannya. Senyumnya bagai racun yang mematikan semua panca indera.“Tak perlu buru-buru. Kau bahkan baru datang dan kita belum menjadi lebih dekat. Aku akan memesankan minuman.” Ned memberi isyarat dengan tangannya pada seseorang. Seseorang itu segera mendekat dengan terburu-buru.“Kau ingin minum apa, Sayang?” tanya Ned pada gadis di sampingnya.Qiana melotot mendengar panggilan intim itu hingga membuat Ned menyeringai.“Kenapa? Tidak boleh? Kau ‘kan pacarku?” Ned tidak suka menggoda. Semua yang mengenalnya tahu. Jika orang-orang itu melihat tingkahnya saat ini, mereka pasti akan menjatuhkan dagu mereka.Qiana tidak bisa menerima jika mereka sekarang adalah pasangan. Tapi saat ini dia tidak bisa memikirkan cara untuk melepaskan diri.Mungkin setelah malam ini, setelah dia pulang pada kehidupannya di luar sana, drama ini akan berakhir. Qiana tidak akan pernah datang lagi ke tempat terkutuk ini dan mereka tidak akan bertemu lagi.Setelah sesaat menekuk bibir sambil berpikir, Qiana menyahut juga. “Apa saja selain alkohol.”Ned tersenyum miring. “Kau takut mabuk?”Gadis itu menggeleng. “Aku hanya ingin bisa pulang dengan selamat.”Kali ini Ned sungguh-sungguh tertawa.Garis wajah lelaki itu saat tertawa sangat mempesona hingga Qiana terpana untuk beberapa detik. Saat tersadar, dia berkedip beberapa kali dan memijit kepalanya sedikit karena menjadi pusing tanpa sebab.“Apanya yang lucu?” Qiana mengalihkan tatapan dari lelaki di sebelahnya sambil mengerutkan kening, takut tertangkap basah sempat terpesona oleh Ned.“Tak akan ada yang berani mengganggu gadisku. Kalaupun kau mabuk, siapa yang akan berani mati menyentuhmu?” Ned memastikan keselamatan gadis itu dengan percaya diri.Di sebelahnya, tanpa bisa dikendalikan, Qiana memutar bola matanya. Kalau Qiana sampai kehilangan kesadaran, orang pertama yang sebenarnya perlu diwaspadai justru lelaki di sebelahnya ini.“Bawakan dia segelas jus lemon,” ujar Ned pada pelayan.Jus lemon? Tatapan Qiana refleks kembali pada Ned. Bagaimana lelaki ini tahu minuman kesukaannya?Qiana masih tinggal selama beberapa saat di klub. Dia hanya duduk dengan cemberut di sebelah Ned sambil sesekali menanggapi kata-kata yang dilontarkan lelaki itu. Waktu beberapa orang mulai bermain kartu, Ned menawarinya bermain untuk lelaki itu.“Kalau kau kalah, aku yang akan membayar. Kalau menang, kau boleh ambil uangnya.” “Aku tidak bisa bermain kartu. Aku mau mencari teman-temanku saja. Mereka harus membayar padaku....” Qiana tidak tertarik dengan tawaran Ned. Matanya terus mencari di antara hilir-mudik pengunjung. Sebelum pulang, dia harus mendapatkan uang yang mereka janjikan.Ned menarik punggungnya ke sandaran. Dari tadi gadis di sebelahnya ini selalu mengabaikannya. Berulangkali Ned mencoba membuat Qiana memperhatikannya, tapi cuma sekilas gadis itu menatapnya lalu fokusnya kembali pada hal lain.“Kau mengabaikan hal yang lebih besar untuk mendapatkan hal yang kecil?” Ned berujar sinis.“Eh?” Qiana menoleh pada Ned. Nada suara lelaki itu tidak enak di dengar. “Apa maksudm
Seorang pria berpakaian rapi keluar dari pintu bagian pengemudi. Dia membuka pintu belakang sembari mengatakan sesuatu. “Nona Neilson, silakan masuk ke mobil. Saya akan mengantar Nona pulang.”Qiana tidak segera beranjak dari tempatnya berdiri, tapi sudut matanya melihat seseorang juga duduk di kursi penumpang belakang.“Tuan Zavier akan menemani Nona pulang....” Sang sopir seperti bisa membaca keraguan gadis di depannya. Dengan mengatakan keberadaan tuannya dia berharap gadis ini tidak akan menolak untuk diantar pulang.Namun sopir itu keliru. Qiana justru melangkah mundur dan bermaksud pergi dari sana begitu mendengar nama Ned disebutkan. Namun sebuah tangan yang kuat terulur dari dalam mobil menahan kepergian gadis itu. Wajah menawan tuan Zavier muncul dari sana. “Mau kemana? Bukankah sudah kubilang akan mengantarmu pulang? Masuk!” Nada memerintah itu begitu kuat dan sulit dilawan.Tadi Qiana berniat kabur setelah dari kamar mandi. Nyatanya lelaki ini seperti bisa membaca isi kep
Ned menghentikan langkahnya dan tiba-tiba berbalik. Dia sempat mendapati cibiran Qiana dan mengerutkan kening. Qiana yang tertangkap basah buru-buru mengalihkan pandangannya pada langit-langit ruangan.Ned melangkah mendekati Qiana, mendesak gadis itu hingga kakinya menyentuh pinggiran meja. Mata Ned menatap tepat pada sepasang manik indah di depannya. Kemudian tatapan itu jatuh pada bibir mungil di bawahnya.Sesaat Qiana sempat berpikir lelaki itu akan menciumnya. Dia menelan ludah dengan gugup dan bersiap mendorong bahu lebar itu.“Aku akan pergi ke luar negeri besok. Mungkin baru akan kembali seminggu kemudian. Jangan coba-coba melirik laki-laki lain apalagi selingkuh. Juga jangan coba-coba kabur dariku.” Ned memperingatkan di telinga gadis itu.Sejenak Qiana menjadi linglung. Selain suara yang menawan itu terdengar sangat dekat, itu juga di luar ekspektasinya. Dia merasa konyol sendiri.Ketika Ned melepaskannya dari posisi tak nyaman itu, Qiana sudah bisa menguasai dirinya.Ingin
Paginya Qiana terbangun dengan pikiran kosong. Dia kemudian merasa ada sesuatu yang membuatnya tidak nyaman lalu mencari-cari. Ternyata itu adalah tentang kejadian tadi malam dan seseorang yang bernama Ned. Gadis itu memejamkan mata berusaha mengusir rasa pusing dan mual yang datang tiba-tiba. Lalu teringat olehnya jika lelaki itu mengatakan akan pergi hari ini dan tidak akan kembali selama seminggu. Qiana kemudian sedikit merasa lega. Dia bangkit dari ranjang kecilnya dan pergi ke kamar mandi. Ibunya ternyata sudah bangun dan sedang menyiapkan sarapan sederhana."Qiana, ibu akan pergi menemui nenekmu hari ini untuk mengurus sesuatu," ujar wanita lembut itu saat Qiana sarapan.Qiana mengangkat wajah kecilnya. Ada perasaan cemas melintas di sana. "Ibu, kau tidak boleh bepergian terlalu jauh. Bagaimana kalau terjadi sesuatu, aku tidak akan bisa menanggungnya.""Ibu akan hati-hati. Lagipula kalau tidak sekarang kapan lagi. Ibu takut kalau suatu hari kesehatan ibu akan memburuk. Saat itu
Qiana yang sedang berbicara dengan Beatrice berpaling ke asal suara. Keduanya melihat tiga gadis itu berdiri dengan angkuhnya sambil memandang sinis pada Qiana. Meski tahu dia telah disindir dan tampaknya ketiga gadis itu sedang mencoba mencari masalah dengannya, Qiana tidak bermaksud melayaninya. Tanpa mengatakan apa pun dia menepi dan hendak melanjutkan langkahnya pada bagian jalan yang tidak terhalang. Beatrice mengikuti di belakang. Siapa pun di kampus mengenal ketiga gadis itu, para nona dari keluarga terpandang di kota Yardwel. Yang di tengah adalah Audie Cadmael. Ayahnya presdir Grup Star Seventh yang terkenal, Louis Cadmael. Sedangkan yang dua orang lagi adalah Diana Ackerley dan Callie Brett. Keduanya juga terlahir dari keluarga dengan status tinggi. Mereka bertiga selalu pergi bersama bahkan kuliah di jurusan yang sama. Sayangnya juga suka membuat keributan bersama-sama. Entah bagaimana tiba-tiba mereka tergerak untuk mengusik makhluk tak kasat mata di kampus seperti Qia
Setelah menyelesaikan jam kerjanya di Black Cafe, Qiana pulang sebentar ke rumah untuk berganti pakaian. Dia bisa berjalan kaki dari kafe ke apartemen dengan melintasi beberapa jalan kecil antar blok. Sesampai di apartemen, dia menemukan ibunya yang muram. Qiana merasa telah terjadi sesuatu yang buruk."Ibu, kau sudah pulang? Bagaimana? Apa nenek menyakitimu lagi?" Qiana meletakkan tasnya dan berjalan mendekati ibunya yang tengah melamun di sofa. Dia memeriksa. Terakhir ibunya ke sana, wanita itu kembali dengan memar di lengan. Entah apa yang sudah nenek itu lakukan pada ibunya.Seharusnya Qiana tidak membiarkan ibunya pergi. Setidaknya dia harus menemani."Ibu tidak apa-apa." Ibunya menyahut sambil memaksa tersenyum. "Tapi nenek memang tidak berniat mengembalikan warisan yang ditinggalkan kakek pada ibu. Harusnya ibu memang tidak boleh berharap banyak." Qiana duduk di samping ibunya sambil memeluk. "Sudahlah, Bu. Kita akan baik-baik saja tanpa warisan dari kakek. Kita akan memiliki u
Qiana mengerjapkan matanya dengan bingung. Selama beberapa detik dia masih tidak mengerti dengan maksud perkataan si lelaki. Kemudian dia teringat sesuatu. "O, apa saya begitu terkenal? Maksud Tuan, orang yang akan mengamuk itu adalah tuan Zavier?" Itu terdengar sangat lucu di telinga Qiana. Kini dia tertawa, membuat wajah kecilnya menjadi makin menawan. Sepertinya yang dikatakan orang itu mungkin benar, tuan Zavier akan mengamuk saat Qiana menolak mengakuinya sebagai kekasih. Entah kenapa, Qiana merasa lucu.Lelaki di depannya terpana sesaat. Bukan saja karena gadis itu menertawakan perkataannya tentang tuan Zavier tanpa merasa takut, tapi juga karena terpesona dengan raut indah di depannya yang menjadi makin menarik."Bukankah Nona adalah kekasih tuan Zavier yang baru. Kudengar tadi malam kalian membuat kehebohan di klub."Untunglah pengunjung minimarket sedang sepi hingga Qiana tidak perlu mendesak lelaki itu untuk segera berlalu dari hadapannya."Lalu, kenapa Tuan masih berniat m
Di sebuah ruangan besar dengan meja persegi di tengahnya, Ned Zavier duduk di ujung meja. Dua orang lelaki bertubuh tinggi besar berdiri dengan berjarak di belakangnya. Sementara di ujung meja yang berlawanan seorang lelaki yang usianya terpaut lima tahun lebih tua, John Maxi terlihat mulai terintimidasi oleh Ned."Kau membuat masalah dengan pengiriman sebelumnya, John. Bagaimana aku bisa mempercayaimu kali ini. Kepolisian negara bagian mulai mencurigai kami karena ulahmu. Tidakkah kamu bisa jelaskan padaku? Apa maksudmu dengan menyembunyikan para wanita di antara barang-barang yang kami kirim?" Ned datang sendiri kali ini ke negara ini. Bukan karena tak percaya pada orang-orangnya di sini tapi karena dia ingin berhadapan langsung dengan salah satu pelanggan yang pernah mencuranginya. Dia tak pernah mentolerir penipu kecil seperti John."Tuan Zavier, itu sebuah kesalahan. Beberapa orang anak buahku menjadi serakah dan menyusupkan mereka ke perbatasan." John beralasan. Dia mulai terli