Keinginan balas dendam membuat Floryn bertahan.
Tak terasa, hari kebebasannya tiba.Hanya saja, tidak ada yang menyambut Floryn.....“Apa ibu dapat melihatku sekarang? Aku minta maaf karena tidak cukup menjadi anak yang kuat untuk membela diriku sendiri,” bisik Floryn dalam hati kala memandang pot kecil bunga baby breath yang diberikan almarhumah ibunya. Sayangnya, bunga itu mati bersamaan dengan putusan pengadilan lima tahun lalu.Floryn kini sudah 20 tahun. Namun, kebahagiaan anak muda tak ada di wajahnya.Setelah menjadi salah satu tahanan termuda dengan kasus berat, siksaan dari narapidana lain yang mendapatkan sogokan dari Issabel tak pernah berhenti.Untungnya dua tahun terakhir, Floryn mulai diterima. Dia pun berkebun dan merajut pakaian dengan upah tak seberapa. Meskipun begitu, berkat bekerja Floryn memiliki sedikit uang untuk bisa bertahan nanti.Hanya saja, Floryn sadar bahwa masyarakat pasti tak akan menerimanya dengan mudah.“Flo?!” panggil Julliet, seorang mantan tahanan atas kecelakaan lalu lintas yang tak sengaja menyebabkan seseorang meninggal.Dia adalah salah satu tahanan yang paling dekat dengan Floryn.Gadis itu juga orang yang selama ini sering menguatkan Floryn agar selalu tetap bertahan."Ya?" Floryn mendekat dengan senyuman samarnya. Gadis itu berjabatan tangan dengan Julliet, lalu memeluknya sebagai tanda perpisahan.Hanya saja, wajah gadis itu tampak khawatir. “Flo, aku akan pergi bersama bibiku, bagaimana denganmu? Apa kau butuh tumpangan?”Floryn menggeleng. Dia masih tidak tahu harus melangkah ke mana untuk memulai kehidupan barunya sekarang. Tapi, dia juga tak ingin merepotkan Julliet.Setahunya, keluarga gadis itu cukup repot karena kasusnya itu karena korban yang tak sengaja ditabrak Julliet adalah orang yang amat berpengaruh.“Aku akan pergi sendiri.”“Kau yakin?”“Aku yakin.”Meski ragu, Julliet akhirnya mengangguk. “Baiklah, sampai jumpa Flo. Aku harap suatu hari nanti kita dapat bertemu lagi,” pamitnya melambaikan tangan.Floryn balas melambaikan tangannya sambil memperhatikan kepergian Julliet bersama seorang wanita paruh baya yang berpakaian mencolok.Perlahan bibir Floryn yang tersenyum pun menurun bersma dengan kepergian para tahanan yang hari ini bebas.Setelah cukup lama berdiam diri, Floryn mulai melangkahkan kakinya menyusuri jalanan di bawah gerimis yang turun.Di setiap langkah yang diambil, dia memikirkan ke mana harus pergi dan apa yang harus dia mulai sekarang."Aku butuh kekuatan untuk bisa berhadapan dengan Emier dan Issabel, terutama Rachel orang yang sudah berhasil mengkambing hitamkannya atas kasus kematian Abra," gumamnya sambil berpikir keras.***“Bawahanmu menelponku tadi pagi! Katanya anak iblis itu sudah bebas hari ini.”Mendengar ucapan Isabel, rahang Emier mengetat.Secara terang-terangan, dia menunjukan ekspresi tidak sukanya.Lima tahun sudah berlalu sejak kejadian kelam itu.Malam itu, Emier kehilangan putranya. Dia juga kehilangan sosok putri yang dianggap begitu baik, tetapi ternyata seorang monster.Kini, Emier dan keluarga barunya sudah memulai lembaran baru yang membahagiakan.Jabatannya sudah menjadi Brigadir Jendral Polisi.Issabel juga kembali hamil dan melahirkan seorang anak perempuan yang diberi nama Erika, sementara Rachel sudah bekerja disebuah perusahaan transportasi.Emier sudah bahagia sekarang. Dia ingin menutup masa kelam yang telah diciptakan oleh Floryn. Tapi, mengapa dia kembali lagi?Pandangan Emier bergerak pelan melihat Erika yang tengah makan dengan lahap.Gadis kecil itu kini berusa tiga tahun. Kehadirannya berhasil mengobati luka hati Emier atas kepergian Abra.“Aku tidak ingin dia menampakan wajahnya dihadapan keluarga kita, terutama Erika,” ucap Issabel memecah keterdiaman Emier.“Aku juga tidak ingin melihat kehadirannya di sekitarku,” bisik Emier dengan tangan terkepal kuat.“Apa yang harus kita lakukan? Aku ingin keluarga kita aman Emier.”Emier memberikan tatapan begitu tajam. "Tenang saja, aku akan memastikan keluarga kita aman," tegasnya, "apapun caranya.""Bagaimana jika Floryn mencarinya dan memohon untuk tinggal bersamanya?"Emier terdiam.Dia sangat membenci Floryn, bahkan untuk memanggil namanya saja kini Emier sangat muak.Dia harus menjauhkan Floryn dari Erika agar putri tercintanya tidak mengalami akhir yang sama seperti Abra!Orang-orang yang mengetahui kasus pembunuhan yang menimpa keluarga Emier, pasti juga akan kembali mengungkit siapa Floryn jika gadis itu berkeliaran di depan banyak orang. Semua orang akan tetap membawa-bawa nama Emier sebagai ayah kandungnya.Ini tidak bisa dibiarkan terjadi!Emier harus menekan pergerakan Floryn. Jika perlu, Emier akan mengusir Floryn agar dia pergi keluar kota dan berhenti menunjukan diri dihadapan public.“Emier, katakan sesuatu, jangan membuatku khawatir,” desak Issabel.“Aku akan memerintahkan seseorang untuk mengintai setiap pergerakannya, kau tidak perlu mengkhawatirkan apapun. Akan aku pastikan jika dia tidak akan pernah menampakan diri di hadapan Erika.”“Aku harap kau menepati kata-katamu Emier.”“Aku berjanji Issabel.”Wanita itu tersenyum puas mendengar jawaban Emier. Namun, pandangan Issabel teralihkan pada Rachel yang sejak tadi tertunduk diam tidak berbicara sepatah katapun.“Rachel, kau kenapa?”Rachel menggeleng tidak bersuara. Namun, wajahnya yang pucat berkeringat dingin berada dalam ketegangan.Dia terkejut mengetahui Floryn sudah bebas dari penjara.Bagaimana jika Floryn balas dendam padanya dan berhasil membuka kebenaran apa yang sebenarnya terjadi lima tahun lalu?Semenjak Floryn dipenjara, Rachel hidup dalam kebahagiaan.Dia mendapatkan perhatian sepenuhnya dari Emier dan bisa sekolah di universitas bergengsi.Rachel mengambil alih seluruh fasilitas yang selama ini seharusnya Floryn dapatkan.Jabatan Emier yang mentereng membuat Rachel bisa mendapatkan pekerjaan yang bagus disebuah perusahaan transportasi."Tidak ada yang boleh mengusik kesempurnaan hidupku," batin Rachel--monster sesungguhnya yang Eimer rawat selama ini, "Selamanya, Floryn harus berada di tempat kotor dan dikenal sebagai penjahat dan pembunuh."Hanya saja, Rachel bingung apa yang harus dia lakukan sekarang?Menyadari tingkah Rachel yang aneh, Issabel mengerutkan kening. “Rachel, kau benar-benar baik-baik saja?”Deg!“A--aku baik-baik saja Bu. Hanya terkejut Flo sudah bebas secepat ini," ucapnya berhasil mengendalikan diri."Seharusnya dia dipenjara lebih lama, jika perlu dia mendapatkan hukuman mati.”Saat mengatakan itu, Rachel benar-benar dalam amarah.Bukan karena Floryn yang membunuh Abra, melainkan karena Rachel yang sadar posisinya terancam.“Kau benar Rachel,” bisik Issabel dengan pupil mata bergetar menahan tangisan.Dia kembali teringat dengan Abra yang harus meninggal tragis.Melihat itu, Emier menghela napas kasar. “Kita tidak perlu membahas dia di meja makan,” tegurnya.Genggaman Rachel pada sendoknya seketika menguat. Gadis iu mengangkat wajahnya dan memberanikan diri melihat Emier, “Apa Ayah masih menyayagi Flo?”“Dia tidak pantas untuk disayangi, aku menyesal pernah memiliki anak sepertinya,” jawab Emier dalam geraman amarah.Hal ini tentu saja membuat sang monster asli menahan senyum.Di sisi lain, Floryn tak ada niatan untuk tinggal bersama keluarga Tuan Emier yang terhormat.Dia justru sedang memerhatikan bahwa samar-samar sinar matahari sudah bergerak turun menuju ufuk barat.Setiap langkah yang Floryn ambil mengantarkan dia sampai di pusat ibu kota.Lima tahun terkurung dipenjara, Floryn melihat ada seberapa banyak perubahan yang terjadi disekitarnya.Rasanya, Floryn sudah tertinggal oleh kemajuan zaman.Berhati-hati, dia melewati jalanan setapak dan sejenak duduk di sebuah bangku taman sekadar melepas lelahnya setelah berjalan puluhan kilometer.Peluh keringat membasahi wajah Floryn.Kakinya terasa sedikit pegal dan sakit setelah sekian lama tidak pernah berjalan jauh.Untuk sejenak, Floryn meninggalkan tas usangnya di kursi.Dia mengambil air dari keran untuk membasuh wajah dan meminumnya dalam beberapa teguk untuk mengurangi rasa haus yang menyakiti tenggorokannya.“Di mana aku harus tinggal sekarang?” bisik Floryn kembali bertanya pada kesunyian.Samantha menghisap cerutunya dalam-dalam, wanita itu segera duduk dikursinya menghadap Roan yang telah cukup lama menunggu diruangannya.“Ada apa? Tidak seperti biasanya kau datang ke rumah bordilku,” tanya Samantha dengan suara serak.“Bagaimana kabarmu Samantha?”“Seperti yang kau lihat, selalu berjalan biasa seperti ini.”Seperti apa yang Roan lakukan sebelumnya, dia mengeluarkan sebuah amplop dari jaketnya dan meletakannya di meja kerja Samantha. “Aku ingin menyampaikan titipan dari Flo.”Samantha sempat terdiam melihat amplop diatas mejanya, sampai akhirnya dia bertanya. “Titipan apa?”“Bukalah.”Samantha meninggalkan cerutunya di asbak dan mengambil amplop itu, mengeluarkan selembar cek berisi dua juta dollar.Samantha terperangah kaget sampai tangannya gemetar memegang uang sangat banyak. “Apa maksudnya ini? Jangan bermain-main denganku jika ini tentang uang,” bisik Samantha dengan suara bergetar.Tubuh Roan menegak. “Itu adalah uang hasil dari tuntutan Flo pada kepolisian. Fl
Kabar kematian Floryn tersebar luas kepada banyak orang, kasus pembunuhan dan scenario pembohongan besar yang telah dilakukan Rachel memantik banyak berhatian public untuk ikut turun tangan menuntut keadilan untuknya. Public menuntut untuk hukuman berat kepada Rachel karena dia bertanggung jawab penuh atas kematian Abra dan juga penyebab kematian Floryn. Kabar kematian Floryn akhirnya sampai ditelinga Rachel, alih-alih merasa senang orang yang paling dibencinya telah tiada, justru Rachel mulai dibayangi oleh ketakutan akan hukuman yang semakin berat harus dia jalani didepan mata. Selama dua bulan di dalam penjara, keadaan Rachel terlihat semakin mengkhawatirkan karena dia dikurung dalam ruang isolasi sendirian, dia mengalami delusi parah hingga harus mendapatkan obat penenang. Beberapa kali dia kedapatan hendak melakukan percobaan bunuh diri karena tidak kuat menghadapi tekanan yang begitu menyiksanya. Kenekatan Rachel yang mulai parah membuat kedua tangannya dan kakinya perlu
Semua orang berjalan di hamparan rumput yang hijau dan subur, melangkah di bawah sinar matahari sore yang mulai kekuningan, suara hembusan angin terdengar dikesunyian yang mencekam, daun-daun yang berguguran ketanah seperti tengah bercerita tentang apa yang kini tengah terjadi pada segerombolan kecil orang yang membawa jenazah Floryn menuju tempat peristirahatan terakhirnya.Orang-orang berpakaian putih membawa bunga mawar merah tidak menunjukan tanda-tanda sedang berduka meski pada kenyataannya, ada hujan air mata yang tidak bisa dihentikan seiring dengan langkah yang kian dekat pada tempat dimana Floryn akan dimakamkan.Emier membekap mulutnya dengan kuat, melangkah tertatih kehilangan banyak tenaganya. Dia sudah tidak mampu lagi menampung kesedihannya hari ini, jauh lebih baik jika Emier sakit karena sekarat dibandingkan harus sakit karena penyesalan atas kepergian putrinya.Bahu Emier gemetar, lelaki paruh baya itu membungkuk tidak mampu melanjutkan perjalananya yang tinggal sedik
Roan duduk sendirian di kamar tempat terakhir Floryn terbaring tadi malam, pria itu tengah menangis mengenakan pakaian putih yang beberapa jam lalu baru dibelinya. Suara rintihan pria itu terdengar, Roan tahu jika pada akhirnya ini semua akan terjadi, namun dia tidak pernah membayangkan jika rasa sakitnya sangat begitu menyiksa sampai membuatnya ingin berteriak sekencang mungkin.Roan tidak pernah menyangka jika perayaan kesembuhan yang telah Floryn ucapkan kepadanya beberapa jam lalu adalah sebuah perpisahan.Roan mengusap wajahnya yang sudah basah oleh air mata, dengan langka gontainya pria itu berjalan melewati pintu, melihat Floryn yang terbaring dalam keadaan cantik dan tenang.Roan mendekat dengan putus asa, sebanyak apapun dia menangis, hal itu tidak mampu meradakan kesedihan dan sakit yang tengah bersarang didalam dadanya.Roan tahu, ini adalah jalan terbaik untuk Floryn. Tapi tidak untuk orang-orang disekitarnya yang kini harus belajar mengkihlaskan kepergiannya.Tangan Roan
Air mata Julliet terus berjatuhan membasahi punggung tangannya yang bersarung tangan. Dia dan Samantha tengah membantu mengenakan baju Floryn, memengakan sebuah gaun cantik yang telah Floryn beli dari toko satu jam sebelum kematiannya. “Aku tidak bisa melakukan ini Bibi,” isak Julliet mengusap wajahnya dengan kasar, dia sudah bertahan sekuat tenaga, namun setiap kali dia melihat wajah Floryn, tangisannya selalu terpecah.Julliet masih tidak menyangka jika Floryn akan berakhir seperti ini.Baru beberapa jam yang lalu mereka berbicara sambil menunggu pagi datang, Julliet masih bisa melihat senyumannya yang cantik, suara tawanya yang lembut, bahkan Julliet sempat menggoda Floryn bahwa dia akan mempersiapkan gaun pernikahan sederhananya dengan Alfred.Julliet sama sekali tidak pernah berbikir bahwa gaun yang dibeli Floryn akan digunakan untuk hari terakhirnya.Apakah ini alasan Floryn meminta Julliet untuk tinggal dirumah neneknya? Apakah ini maksud dari Floryn yang telah mengatakan bah
Langit yang cerah berkabut terhalang oleh air mata. “Roan cepatlah!” teriak Alfred memeluk erat Floryn dengan gemetar, memaksa Roan untuk berkendara lebih cepat meninggalkan toko Luwis.Pikiran Alfred berubah kacau, jantuntungnya berdegup begitu kencang merenggut sebagian kekuatannya karena ketakutannya akan keadaan Floryn semakin tidak baik.“Kita harus membawanya ke rumah sakit sekarang juga, aku mohon cepatlah!” pinta Alfred penuh permohonan.“Aku sudah berusaha secepat mungkin! Flo bertahanlah, kau akan baik-baik saja,” ucap Roan terdengar getir.Bulu mata Floryn bergerak pelan, kesadarannya yang terenggut telah kembali. Samar-samar Floryn melihat wajah Alfred yang kini tengah menangis, memeluk dalam pangkuan.Ada sakit yang cukup kuat disetiap denyut urat nadinya, kepala Floryn diletupi oleh sesuatu yang tidak dia mengerti. Jika ditanya apakah sakit? Sangat sakit, ini adalah sesuatu yang paling sakit diterima tubuhnya, namun Floryn tidak ingin meringis ataaupun menangis, dia ha