Share

Part 6

PoV Arfan

"Mas, gimana di rumah? Laniara marah nggak?" tiba-tiba Angel menghampiriku yang tengah berjalan di lobi. Mengiringi jalanku di sisi sebelah kanan, jaraknya pun sangat dekat.

"Sssttttt ... nanti saja bahasnya. Kamu nggak liat karyawan pada liatin. Aku nggak mau memancing kecurigaan mereka. Jaga sikap, Ngel!" ujarku berbisik sembari terus berjalan tanpa menoleh ke Angel. Kondisi lobi kantor memang agak ramai, ya, wajar saja karena sudah menunjukkan pukul setengah delapan lewat ketika mataku tertuju pada sebuah jam besar yang menempel di dinding lobi.

"Ih ... kamu nyebelin deh, Mas," gerutu Angel lalu terdengar hentakan kakinya. Namun, tak kuhiraukan daripada mengundang segudang tanda tanya para pasang mata. Dia tertinggal di belakang karena aku berjalan dengan cepat.

Aku pun sedikit heran mengapa para karyawan di lobi menatap aneh padaku. Hmm ... atau mungkin mereka terkesima melihat ketampananku, tapi aku tak mengacuhkan makanya mereka sakit hati. Ah ... bisa jadi. Ya iyalah, sekarang aku adalah seorang manager salah satu divisi di perusahaan yang bergerak di bidang farmasi.

Apalagi, akhir-akhir ini aku merasa beberapa pasang mata perempuan terlihat ingin menggodaku ketika berselisih di jalan di koridor gedung. Jelas sekali wanita zaman sekarang.

Kebanyakan wanita itu memang matre dan jelalatan, tidak bisa melihat ketampanan lelaki dan berduit sedikit saja. Dulu, se-rapi apapun aku berpakaian ke kantor, tak ada pasang mata yang terkesima melihatku ketika berjalan. Oh iya, dulu aku hanya karyawan biasa di sebuah perusahan yang bergerak di bidang jual beli mobil bekas dan sangat berbeda kasta dengan sekarang.

"Mas, kamu keterlaluan banget sih tadi!" protes Angel yang tiba-tiba masuk begitu saja ke dalam ruanganku. Wanita yang memakai rok span berwarna hitam dan kemeja ketat berbahan katun itu duduk di atas meja kerjaku. Aroma parfumnya saja sudah membuatku tergoda.

"Ya ampun, Ngel!" keluhku tepuk jidat. Ini masih pagi, kita kerja dulu."

"Iya, aku tahu ini masih pagi tapi aku 'kan pengen tahu apa yang terjadi di rumah kamu semalam, Mas," jawabnya lembut. Angel membelai wajahku dengan tangan halusnya. Amarahku seketika lenyap di telan udara, Angel memang pandai mengendalikan diriku.

Aku menghela napas pelan, lalu menggenggam tangannya yang membelai wajahku tadi, "Sayang, 'kan kemarin aku sudah bilang. Semua akan aman terkendali, apa yang kamu takutkan kemarin, itu sama sekali tidak terjadi." ucapku menyakinkan wanita yang begitu piawai ini. Aku beranjak lalu berdiri di depan wanita berpoles lipstik merah terang di bibirnya.

"Jadi, itu artinya Laniara nggak marah sama kita, Sayang?" tanya Angel masih tidak percaya. Aku mengangguk pelan.

"'Kan kemarin aku sudah bilang, aku ini piawai dalam menaklukkan hati wanita terlebih Laniara. Sudah paham betul siapa dia, dan sekarang aku minta kamu tidak usah membahas itu lagi. Lebih baik kita rencanain kedepannya bagaimana."

"Aaaaa ...," pekik Angel bahagia, lalu memeluk erat. "Aku seneng dengernya, Mas. Aku pikir setelah kejadian kemarin semua akan hancur lebur, nyatanya tidak." Angel melepaskan pelukannya, aku sedikit merasakan sesak, mungkin kekurangan oksigen saking eratnya dia memelukku hingga rongga dada ini terasa begitu sempit.

"Udah, ya. Sekarang lanjut dulu kerjanya," suruhku lembut.

"Okeeeeyyy ... sebagai hadiah karena kamu sudah bisa menyelesaikan semua ini dengan manis. Nanti sehabis pulang kerja aku akan kasih pelayanan VVIP padamu, Mas. Gimana?" tawarnya. Nah, 'kan ... Angel begitu pandai memancing kelelakikanku. Dan lebih hebatnya aku bisa mencurahkan kapan saja, tidak dengan Laniara selalu alasannya tamu bulanan.

"Ih ... kamu udah bikin kamu gemes pagi-pagi." Kucubit manja kedua pipinya yang begitu kenyal berisi itu. "Ya udah balik gih keruanganmu!" pintaku lembut.

Namun Angel masih berdiri, tak mau beranjak. "Apa lagi, Sayang?" tanyaku heran.

"Gitu aja, Mas. Masa nyuruhnya kayak orang biasa," bibir seksinya manyun.

"Nih, udah 'kan?" tanyaku selepas mengecup kening, hidung, pipi kiri dan pipi kanannya.

"Belum, tinggal satu area lagi, Mas!" rengeknya manja.

Ketika ingin mendekati area yang dimaksud Angel tiba-tiba ... terdengar seseorang membuka pintu ruanganku.

Mataku membelalak melihat sosok yang berdiri di ambang pintu, Angel pun sontak membalikkan badannya dan kaget setelah mengetahui sosok yang berdiri di ambang pintu.

"Wah ... wah ... hebat ya kalian berdua. Melakukan perzinanan di kantor ini," ujarnya tersenyum tapi menyindir lalu menepuk kedua tangannya. Suaranya begitu lantang.

"P-pak Sanjaya. A-aku -," ucapku terbata dan bergetar. Seluruh tubuh ini terasa tak bertulang, darahku seketika berhenti mengalir, dada ini terasa begitu sangat sesak, lebih sesak dari pelukan Angel yang begitu erat memelukku tadi.

"Ma-maaf, Pak. Sa-saya pe-permisi du-dulu," tambah Angel yang berujar ikut terbata-bata. Lalu hendak melangkah.

"Eeeiiiiittttss ... kamu mau kemana? Masa pas saya datang jadi udahan mesra-mesraannya," sindirnya lagi. Angel mematung tak jadi melanjutkan langkahnya.

"Anda bener-bener seorang lelaki yang tak tahu diri ya, Pak Arfan. Baru juga menduduki kursi sebagai Manager kurang lebih empat bulan, sudah mencoreng nama baik perusahaan ini." Mata Pak Sanjaya menyalang sempurna menatapku, bak lawan yang sedang menatap musuhnya, ingin menerkam lebih tepatnya.

"A-aku, bi-bisa -," jawabku berusaha membela diri. Sungguh, aku tidak ingin kehilangan pekerjaan ini.

"Anda tidak perlu menjelaskan apa-apa lagi. Sekarang kemasi semua barang-barang, Anda. Dan, angkat kaki sekarang juga dari kantor ini!" potong Pak Sanjaya sebelum aku menyelesaikan ucapanku.

"Ta-tapi, Pak?" sahutku cepat. Aku masih ingin membela diri.

"Anda mau keluar dengan sendirinya, atau perlu saya panggilkan satpam untuk menyeret Anda keluar dari sini?" ancamnya. Aku sungguh tidak berkutik lagi, dengan gontai aku merapikan perkakas pribadiku dan memasukannya ke dalam tas kerja.

Dengan langkah gontai aku berjalan menuju pintu ruangan.

"Hei ... itu wanita simpananmu nggak dibawa?" Aku menoleh ke arah Angel.

"Ma-maksud, Ba-bapak, A-apa?" jawab Angel terbata dan begitu gugup.

"Kamu angkat kaki juga dari sini. Saya tidak ingin ada wanita penzina dan mur*h*n di kantor ini! teriaknya. Begitu menusuk hulu hatiku, di saat aku mendengar dia menyebut Angel wanita murahan.

Angel bergeming, aku pun juga tidak bisa berbuat banyak melindunginya kali ini.

"Kenapa kalian diam? Dasar memang mental pengecut!"

"Pak! Cukup Anda menghina saya!" hardikku tak tahan.

"Lho, bukannya benar apa yang saya katakan. Mau seperti apapun kamu berkilah, saya sudah lihat sendiri perbuatan senonoh yang kalian lakukan."

"Harusnya kamu malu, Fan. Saya pikir nyalimu besar, ternyata sebaliknya. Payah!"

Ruangan kerja yang biasanya penuh gairah, kini suram mencukam. Aku menyisir setiap sudut hingga peralatan yang ada. Setelah ini tentu tidak akan pernah aku sentuh serta lihat lagi.

Gimana pendapat kalian?

Comments (4)
goodnovel comment avatar
anggita laurent
mantap sukurin tuh Arfan anggel
goodnovel comment avatar
Ruswi Rahmalia
bagusssss.... saya suka ...
goodnovel comment avatar
adit solehudin Gunbat
bagus!!!!biar miskin
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status