Share

Part 7

PoV Angel

"Halo, Vita. Gimana, tawaran perihal kemarin? Lumayan lho, buat nambah uang saku kamu." tawarku saat telepon tersambung pada Vita. Aku memang tidak suka basa-basi untuk urusan kerjasama. Kalau tidak sesuai yang nggak masalah. Dan, aku bukan tipe pengemis bantuan.

Beda di saat aku meminta direkomendasikan sama Laniara, sebenernya posisi Sekretaris bukan pekerjaannya yang kusukai, akan tetapi demi memiliki seseorang, aku akan melakukan apapun.

"Iya, aku mau. Tapi kalau nanti aku berhasil jangan lupa kasih lebih!" pinta Vita dari seberang sana.

"Beres mah kalau urusan itu. Jadi, gimana? Mau 'kan?" tanyaku memastikan.

"Nanti kalau Laniara curiga gimana? 'Kan semenjak dia resign aku nggak ada lagi komunikasi sama dia, Ngel."

"Nggak bakalan curiga mah dia, walaupun secara otak dia pintar. Namun, Laniara itu secara bathin dia bodoh karena terlalu positif thingking pada semua orang. Percaya deh, sama aku. Nggak bakalan ketahuan kok."

"Ya sudah, aku coba dulu. Nanti jam berapaan kamu ke hotelnya?"

"Siangan, nanti kukabari kamu. Doakan semoga saja Mas Arfan nggak nolak aku ajak, nanti."

"Iya, deh. Semoga berhasil. Sebagai jaminan transfer dulu setengahnya!"

"Aman, kirim aja nomor rekeningnya. Ntar ku transfer. Urusan gituan mah beres!"

"Okey."

"Hmm ... dewi Fortuna kedepannya akan berpihak padaku. Ucapkan selamat tinggal pada kebahagiaan pernikahanmu, Laniara!" gumamku sembari tersenyum sendiri.

Mungkin, jika dunia tahu. Pasti mereka menganggapku seorang sahabat tidak tahu diri, tapi aku tidak memperdulikan mulut-mulut julid yang orang-orang katakan. Toh, mereka juga tidak memberi aku makan. Dan, terlebih tdak peduli akan masa depanku. Bisanya hanya memberikan komentar.

Vita? Terpaksa ikut terseret karena juga menguntungkan buat Vita. Tujuan Vita dan sama, sama-sama ingin membuat Laniara hancur berkeping-keping.

"Oh iya, sekarang aku mau hubungi, hmm ...."

"Halo, Tante Nina cantik. Lagi apa, Tan? Tan, jangan keras-keras nyebut namaku, nanti bisa ketahuan. Cari tempat yang aman, Tan!"

"Alhamdulillah, baik. Okee ... okee ... udah di kamar nih, Tante. Kamu apa kabar juga, Ngel. Dah lama nih, kita nggak shopping bareng?"

"Tenang, Tan. Abis aku gajian dua minggu lagi kita shopping ya. Tante mau apa?"

"Haa? Kamu serius, Ngel? Sampai nanyain tante mau apa segala?"

"Sejak kapan aku becandain, Tante?"

"Iya ... iya ... tante percaya. Eh, ada apa nelfon pagi-pagi?"

"Gini, Tan. Aku nanti mau ngejebak Laniara di hotel. Nanti kalau dia keluar, tante jangan banyak tanya, sekedarnya saja kayak pura-pura nggak tahu, ya!"

"Ngejebak? Emangnya bakalan berhasil, Ngel?"

"Tante ragu sama aku? Pergelutan kali ini nggak main-main, Tan. Aku yakin Laniara pasti langsung minta cerai sama, Mas Arfan."

"Ya udah, tante percaya sama kamu, Ngel."

"Iya dong, Tante. Kalau mereka sudah cerai. Mas Arfan akan nikahin aku, dan aku bisa ngasih tante cucu, sebanyak yang tante mau."

"Tante doakan semoga berhasil, tante juga nggak sabar pengen nimang cucu, Ngel."

"Sama, Tan. Aku juga nggak sabar punya suami dan anak, sama juga pengen jadi menantu, Tante."

Baru juga kenal dengan Tante Nina tiga bulan, wanita stylish ini sudah jatuh cinta denganku. Tentunya, jikalau bertemu kami sembunyi-sembunyi. Untuk sementara Laniara nggak perlu tahu seberapa dekatnya aku dengan Tante Nina.

Ayudia pun juga care sama aku. Hobby kami banyak yang sama, ibarat kata banyak kecocokan antara aku dan Ayudia. Ini tentu bukan perkara kebetulan, tapi takdir yang mengantarkan hingga aku dan Tante Nina serta Ayudia bisa sedekat ini.

Bukannya sangat jarang, calon menantu, calon ipar, dan calon mertua bisa seakrab ini dan lebih kecenya kami saling membutuhkan dan menguntungkan. Memang lah dewi Fortuna kebahagiaanku sudah berada di depan mata.

Sekarang saatnya menemui tambatan hatiku, lelaki idamanku selama ini. Selain tampan juga kaya, aduh ... aku sudah tidak sabar menyandang status menjadi nyonya di hati Mas Arfan.

"Hai ... Sayang. Bentar lagi kamu siap-siap, ya!" rayuku dengan menempelkan diri pada Mas Arfan.

"Iya, tenang saja, Sayang. Aku mah sudah siap 45 untuk bertempur nanti. Kamu-nya tuh yang mesti siapin tenaga."

"Tenang, Sayang. Kalau masalah itu, pelayanan VVIP dariku tak 'kan bikin kamu kecewa."

"Ya sudah, nanti kita ketemunya di parkiran saja yah! Nggak enak kalau barengan dari ruangan."

"Siap, Pak Bos."

Hari ini kantorku menerapkan kerja setengah hari. Sebenarnya selingan, sehari full, seharinya lagi setengah hari. Maklum masih kondisi pandemi begini, apalagi sekarang makin menyebar. Tentunya aku akan mengambil kesempatan ini.

???

"Mas, kamu mandi dulu, gih! Biar enak gitu 'bermain'-nya," suruhku pada Mas Arfan.

Untung saja dia manut saja, ya, wajar sih, laki-laki kalau untuk urusan ranjang pasti akan menurut saja dikomandoi, itulah kelemahan lelaki di dunia ini.

"Vi, aku udah di hotel nih, gih telepon Laniaranya, bilang aja kamu liat aku di hotel ini."

"Iya, siap. Bu Bos."

Selang beberapa kemudian, Vita meneleponku lagi. Untung saja Mas Arfan masih mandi, jadi aku masih bisa leluasa berbicara dengan Vita.

"Gimana, Vi? Apa katanya?"

"Dia nggak banyak ngomong sih, Angel. Tapi kayaknya dia bakalan nyusul deh, semoga saja. Terus gimana nih, bayaran setengah lagi sama tip-nya?"

"Tenang dong, Neng. Buru-buru amat kalau soal duit, ih. Ntar aku transfer kalau Laniara beneran udah datang ke sini terus ngeliat aksiku lagi main sama Mas Arfan."

"Iya deh. Selamat ngasih kepuasan dan gelut-gelut cantik sama Laniara nanti. Semoga berhasil."

"Pasti berhasil ini, kamu tenang saja."

"Abis nelepon sama siapa, Ngel?" tanya Mas Arfan yang baru keluar dari kamar mandi membuat aku sekesiap.

"A ... ini, sama ibu. Biasa lah Mas, ibu minta kirimin duit, tapi peganganku udah mulai dikit," jawabku pura-pura merengek.

"Ya udah, nanti Mas transfer ke kamu ya. Yuk, main yuk. Udah nggak tahan nih," jawabku berdusta, semoga saja Mas Arfan nggak curiga. Mas Arfan mulai mendekatiku yang tengah duduk di bibir ranjang.

"Ih ... buru-buru banget sih, Mas. Aku mau mandi dulu bentar, bentar kok." Aku beranjak dan menyambar handuk putih yang tergeletak di atas ranjang.

"Yah, kamu. Tau gitu, mending mandi berduaan tadi," sahut Mas Arfan memanyukan bibir tebalnya. Kubalas dengan senyuman ketika hendak menutup pintu kamar mandi.

PERCERAIAN YANG TERINDAH

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status