Disaat ketiga lelaki itu pergi, tinggal Sekar dan Mila yang berdiam diri di kamar. Mila tentunya tidak bisa tidur dan jam dinding menunjukkan pukul 02.00 dinihari. Ia mulai kepikiran tentang teman-temannya yang tak kunjung datang dan khawatir pula jika Sekar kesurupan lagi. Kemudian ia memutuskan untuk sholat agar perasaanya tenang. Baru rokaat pertama terdengar suara perempuan tertawa menambah kesan ngeri. Bulu kuduknya bergidik namun ia berusaha untuk terus merapalkan doa-doa dengan harapan akan datang pertolongan kepadanya.
“Kamu perempuan munafik yang telah meninggalkan temanmu di sumur keramat, bahkan sering menjelekkannya di belakangnya. Padahal dia tulus berteman denganmu,” bisik perempuan itu terdengar pelan namun cukup terdengar di telinga Mila. Mila mulai tidak fokus ia segera mempercepat sholatnya dan berharap suara itu berhenti juga. Namun saat ia menyelesaikan sholat dan menoleh ke arah sahabatnya itu, sekar tidak ada. Ia terkejut dan segera mencarinya di segala sudut rumah tua itu, namun nihil. Sampai akhirnya ia mendengar suara nyanyian itu lagi yang terdengar dari arah lapangan, terlihat sekar menyanyi dan menari dengan tatapan kosong. Mila hanya bisa menangis, ketakutan karena hanya dia sendiri di rumah itu. Tidak kuat melihat pemandangan itu, ia pingsan. Didalam mimpi Mila, muncullah flash back kisah persahabatannya dengan Sekar, Mila adalah sahabat Sekar sejak mereka pertama kali bertemu dalam kegiatan ospek mahasiswa. Saat itu Mila terlihat lupa membawa pulpen untuk mengisi daftar hadir kegiatan tersebut. Lalu Sekar dengan senang hati meminjamkannya bahkan memberikan pulpen tersebut padanya dan akhirnya mereka berkenalan. Mila sangat senang menemukan teman baru yang terlihat baik dimatanya. Pertemuan itu berlanjut hingga mereka memutuskan untuk berbagi kamar kos agar menghemat biaya. Secara ekonomi kedua insan ini bisa dibilang pas-pasan. Sekar hanya mengandalkan beasiswa sedangkan Mila hanya berbekal tabungan orang tuanya yang berprofesi sebagai petani di sebuah desa. Namun persahabatan itu mulai berubah saat ia mendapati Sekar berkencan dengan Bima, pujaan hati Mila. Perasaan Mila hancur karena merasa dikhianati sahabatnya. Sejak saat itu ia berubah ibarat musuh dalam selimut. Selalu berbuat baik saat di depan Sekar namun tidak jika dibelakangnya. Ia tidak meninggalkan Sekar karena masih membutuhkan bantuannya, seperti mendapatkan makan gratis karena sahabatnya itu hobi memasak. Bahkan menyalin tugas Sekar seringkali ia lakukan, sebenarnya kemampuan intelektual Mila sangat pas-pasan sehingga ia kerapkali ketinggalan untuk memahami materi diperkulihan. Kehadiran Sekar bisa menjadi dewi penolong untuknya namun bisa menjadi musuh yang harus ia kalahkan karena rasa sakit hatinya. Dalam pandangan gaib, Sekar sedang berdialog dengan Pesinden yang selama ini adalah khodam yang selalu bersamanya. “Siapa kamu sebenarnya? Kenapa kamu selalu mengikutiku? Aku kira kau telah pergi setelah diusir oleh kakekku. ketika dia merukyahku di saat aku masih bersekolah di SMA!” Teriak Sekar, dalam hatinya bergemuruh, ia merasa takut dengan entitas yang ada dihadapannya namun ia mencoba kuat. “Sekar, aku adalah Sulastri, khodam leluhur yang diwariskan padamu. Kamu tidak bisa menolak itu karena takdirmu sudah digariskan. Wetonmu cocok dan kamu akan memiliki keistimewaan luar biasa jika bekerja sama denganku,” tutur Sulastri, khodam pesinden yang cantik dan selalu menemani Sekar sejak ia masih kecil. “Tidak, aku tidak mau bersekutu denganmu, hanya aku yang berhak menentukan jalan nasibku sendiri!” ujar Sekar berapi-api, hatinya seolah berbisik bahwa ini adalah awal petaka jika ia menyetujui penawaran entitas gaib tersebut. “Hihihi… dasar perempuan bodoh, tidak tahu terima kasih! Aku sudah menolongmu dengan memberikan informasi dimana teman yang hilang itu disandera! Bahkan aku telah meminjamkan energiku kepadamu untuk mengalahkan perempuan bergaun merah yang ingin mengambil sukmamu itu! Ia membencimu karena gesekan energi besar membuatnya merasa terancam.” Cecar Sulatri dengan penuh percaya diri, ia berbicara sambil berputar mengelilingi sukma Sekar yang sedang berada di alam gaib bersamanya. Mendengar penjelasan sinden itu, hati Sekar mulai bimbang, harusnya ia menerima semua pertolongan sinden itu? Ataukah itu hanya langkah manipulatif untuk memanfaatkannya? Terjadi pergolakan batin dalam hatinya antara penerimaan atau penolakan pada entitas gaib yang mengaku sebagai khodammnya ini. “Sebentar lagi kau akan mendapat serangan dari pasukan jin penguasa kampung ini. Sundel bolong yang dilihat temanmu itu adalah salah satu utusan mereka. Jika kau tidak mampu mengalahkannya maka kau akan mati!” teriak Sulastri yang berhasil memekakkan telinga siapapun yang mendengarnya. Sekar tertunduk, bersimpuh sambil menutup telinganya. Dalam hati ia terus berdoa agar diberikan solusi terbaik atas permasalahan runyam yang tengah ia hadapi ini. Tiba-tiba terdengar suara tawa dan suara mengaum makhluk tak kasat mata yang membuat Sekar semakin ketakutan. “Wahai anak manusia, makhluk rendahan. Berani-beraninya kalian menginjakkan kaki di desa kami. Apa kalian ingin menjadi tumbal persembahan untuk tuan kami?” entitas gaib berwujud sundel bolong itu memecah konsentrasi Sekar. Sekar berusaha bangun dan memperhatikan sekelilingnya, tak ada seorangpun kecuali dirinya dan entitas gaib lainnya. Sundel bolong itu tidak sendiri, ia membawa pasukan berwujud makluk berbulu yang menyeramnya, bermata merah dan memilki taring yang panjang hingga kel1uar dari mulutnya. “Kami adalah makhluk yang paling sempurna dibanding kau, kenapa kau begitu sombong!” teriak sekar, ia mencoba melawan segala rasa ketakutannya dengan menghadapi makhluk itu meski ia tahu tidak memiliki apapun kecuali berharap doa dan pertolongan dari Tuhan yang Maha Esa. “Serang manusia bodoh itu, kita persembahkan pada tuan kita agar ia semakin senang dan memberi kita kekuatan,” Perintah sundel bolong itu dengan ekspresi penuh amarah, ia paling membenci manusia sok suci yang melawannya. Baginya manusia tak lebih dari sekedar budak yang dipekerjakan untuk membangun istana dan memperkuat kekuatan bangsanya. Merasa tersudut dan tak berdaya, tiba-tiba Sulastri muncul dihadapan Sekar, ia tersenyum penuh arti dan mulai menyanyikan tembang jawa sambil meliuk-liukan tubuhnya. Puluhan jin berbulu itu mulai terluka dan terpental saat ia mencoba mendekati Sekar, hal itu disebabkan oleh tarian Sulastri yang mampu menjadi perisainya dari serangan puluhan entitas gaib itu. Sundel bolong terkejut melihat kemampuan pesinden itu, ia tidak mengira bahwa kekuatannya cukup besar karena mampu mengalahkan anak buahnya yang berjumlah puluhan itu. Meski terdesak, ia tetap maju dengan percaya diri. “Kau sinden bodoh, kenapa ikut campur urusan manusia, apa kau ingin menjadi tumbal persembahan untuk tuanku?” Tegasnya, ia merasa terganggu dengan tingkah polah yang berani mencampuri urusannya itu. “Kau makhluk jelek, tidak perlu sesumbar, hadapi aku jika kau kuat dan berani!” Teriak Sulastri dengan senyum menyeringainya. Akhirnya pertempuran kedua entitas gaib itu tak dapat dihindari. Mereka saling memukul dan menendang bak pesilat tangguh yang tak mau kalah. Kembali ke alam manusia, terlihat Sekar tak henti-hentinya menyanyi dan menari, meski tubuhnya mulai mengeluarkan darah karena pertempuran gaib itu, ia sama sekali tidak terlihat lelah bahkan semakin menjadi-jadi. Perilaku Sekar mulai mengambil perhatian warga desa, mereka bahkan berkumpul untuk melihat apa yang terjadi. Hingga lagu dan tarian itu telah mencapai puncaknya kemudian ia pingsan saat matahari terbit. Bersamaan dengan peristiwa itu, datanglah rombongan Ki Ageng dan ketiga pemuda itu. Ki Ageng seolah mampu membaca situasi, harusnya ketiga pemuda itu tidak mampu menyelamatkan kedua temannya itu kecuali ada yang membantunya. Dalam pandangannya terlihat bahwa Pesinden itulah yang telah melumpuhkan jin anak buah dari tuannya. Tiba-tiba ponsel Adi bergetar, terdapat panggilan masuk dari Dosen Galih. “Baik pak, saya akan mengirim alamat tempat tinggal kami.” Jawab Adi singkat kemudian mematikan gawainya. Ternyata Dosen muda itu sedang berada di perjalanan menuju desa terpencil itu.Sulastri semakin emosional saat mendengar pernyatan Patih Arhan yang cenderung meremehkannya seolah ia memang memiliki segalanya tapi tidak dengan cinta. Kilasan kenangan tentang masa lalu Sulastri yang terbuang akibat fitnah adik tirinya kini membayangi, perasaan kecewa dan terluka yang coba ditutupi seolah bangkit lagi! Teringat saat dirinya ditawan dalam goa tua yang membuatnya tumbuh menjadi pembenci dan menghalalkan segala cara agar tetap abadi. Puluhan lelaki sengaja dijeratnya untuk kekuatan, pesona dan pelampiasan hasrat terlarang sebagai upaya melawan kesepian diri. Melihat konsentrasi Sulastri yang kian terpecah, Patih Arhan segera merapalkan mantra untuk membebaskan arwah yang telah menyatu dalam tubuh Sulastri agar berbalik menyerangnya!"Ingsun nyuwun kawelasan Sang Hyang Jagad Raya,kawula ngatur sabda tumekaning alam sukma,Sukma kang kesasar,kang kaiket ing duka lan dosa,metu saking panguwasaning pepeteng,bali marang padhanging jati.""Ya Sukma kang den jerat,den
"Sekar, jika kau memohon padaku, aku akan membawamu ke istanaku, menjadikanmu Ratu di kerajaanku!" "Sampai matipun aku nggak sudi! Kau telah menghancurkan keluargaku!" Petir menyambar hingga sebatang pohon terbakar, kobaran api perlahan membesar, hujanpun berangsur berhenti, hanya tinggal gerimis melanda. Sekar dan Sulastri kini berada dalam kobaran api, keduanya tengah bergulat dalam pertempuran terakhir. Antara jiwa manusia dan iblis kini saling berpacu dengan waktu, puluhan pasang mata tengah mengawasi, siapakah yang akan bertahan? Jiwa manusia yang rapuh atau iblis yang penuh iri dengki. Sekar telah berpasrah pada keadaan, merasa hidupnya telah diujung tanduk. Kilatan kenangan semasa hidup tentang bertahan hidup saat hendak ditumbalkan oleh mereka yang serakah kembali terngiang, tentang KKN di desa terkutuk, pertempuran dengan arwah noni belanda, kesurupan nenek kosan, tumbal pesugihan weton keramat, membebaskan aryo, tumbal pabrik garmen, pertempuran dengan ratu jawa lalu
"Ibu ...." teriak Sekar sambil berlari menuju ibunya, tangisnya pecah seketika. Namun, ada yang aneh dengan sang ibu, wajahnya pucat, tatapan mata kosong, mirip mayat hidup. Tiba-tiba dari belakang muncul Seno, satu-satunya adik laki-laki yang selalu dibanggakan. Keduanya bagai jiwa tak terarah, hidup segan matipun tak mau. "Mereka adalah jaminan hidupmu, Sekar. Jika kau menolak perjamuan ini maka arwah mereka yang akan menggantikanmu! Jika kau menerimanya maka kupastikan mereka akan tetap hidup." Sekar kini dilanda dilema luar biasa, ia tak bisa membiarkan kedua orang terkasihnya mati begitu saja, tapi juga tak ingin bergabung dengan kerajaan Sulastri. Gadis itu masih terdiam, memikirkan apa yang seharusnya dilakukan hingga akhirnya Patih Arhan menghampirinya. "Dinda, jangan ikuti kemauan dia, aku akan mencari cara untuk menyelamatkan kalian semua meski nyawaku taruhannya." Patih Arhan menatap gadis yang begitu dicintainya, jika harus berkorban tak masalah baginya. "Tidak,
"Astaghfirullah, Seno!" teriak Ustadz Lukman saat hendak sholat shubuh.Pria itu mendapati ponakannya tengah terbaring di sebuah kamar seorang diri, matanya terbuka, telanjang bulat dan denyut nadinya melemah.Ustadz Lukman bergegas memakaikan pakaian untuknya lalu membopongnya keluar kamar. Namun, hal buruk terjadi, saat telah berhasil keluar dari gubuk reot itu tiba-tiba pemandangan berubah drastis. Kini mereka berada di sebuah hutan jati yang luas sejauh mata memandang.Gubuk reot yang mereka tempati juga berubah menjadi gua kecil yang mulai mengeluarkan berbagai binatang melata di depannya."Astaghfirullah, lindungi kami Ya Allah," ucap Ustadz Lukman sambil terus berzikir mengharap pertolongan-Nya.Tiba-tiba muncul seorang wanita tua yang berpakaian lusuh dan sangat mengerikan. Matanya melotot, payudaranya besar dan panjang hingga menjuntai ke tanah, rambut hitam panjang dan kuku di tangan yang siap memcabik siapapun yang menghalanginya.Ustadz Lukman bergidik ngeri. Ia merasakan
"Pak, sadarlah!" ujar Ibu Aryo yang terkejut melihat suaminya berbaring di ranjang tanpa busana. Wiryo terlihat memucat tak berdaya, tubuhnya ditutupi sarung. Wanita paruh baya itu segera berteriak meminta tolong tetangga untuk membawa suaminya ke rumah sakit. Di sisi lain, Surti tengah naik ojek untuk pergi ke rumah Warsa, adik Wiryo. Wanita yang tengah dalam pengaruh Sulastri itu berencana untuk menggoda duda tampan itu agar bersedia menjadi tumbalnya. Tiba-tiba angin bertiup kencang, suara anjing melolong, memecah kesunyian di balik senja. Surti dengan tatapan kosong, mulai mengetuk pintu rumah Warsa. "Ada apa Surti? Tumben kamu datang ke mari?" "Mas, aku ingin cerita tentang Mas Wiryo." Mendengar nama kakaknya disebut, ia bergegas menyuruh Surti masuk ke rumahnya. Pintu tetap dibiarkan terbuka agar tidak menimbulkan fitnah. "Apa yang terjadi? Katakan padaku!" "Mas, aku bingung dengan biaya pengobatan anakku, Sekar. Aku berniat berhutang padanya tapi dia justru mem
Tepat sebulan lamanya tubuh Sekar dirawat di rumah sakit. Surti masih setia mendampingi sang anak yang tak kunjung sadar dari komanya. Ia tak memikirkan biaya sebab warisan Galih dipergunakan untuk seluruh pengobatan Sekar."Bagaimana keadaan anak saya, Dok? Mengapa tak kunjung sadar? Bahkan sebulan telah berlalu," ujar Surti dengan air mata yang belum mengering."Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, hanya keajaiban yang bisa menolongnya," sahut dokter yang mencoba menyemangati wanita tua itu.Tiba-tiba darah mengalir dari vagina Sekar dan jumlahnya sangat banyak!"Dok, mungkinkah anak saya menstruasi? Atau bagaimana? Ini sangat aneh, Dok!" ujar Sulastri yang semakin cemas melihat kondisi putrinya yang belum menunjukkan perubahan.Darah yang mengalir dari vagina seiring dengan peristiwa gaib di alam jin! Sukma Sekar memang sedang menjalani persetubuhan terlarang, hingga membuat kelukaan pada tubuhnya yang masih dalam status koma di bumi.Surti hanya bisa melihat anaknya di balik pi