Hari itu mungkin menjadi hari yang paling ditunggu-tunggu oleh semua mahasiswa yang mengikuti kegiatan KKN di desa terkutuk itu. Kabar mereka yang telah mengalami kesulitan telah viral di medsos. Hal ini menjadi landasan bagi otorita kampus untuk menindaklanjuti kegiatan tersebut dengan menghentikan dan mengutus dosen penanggung jawab untuk memantau kondisi sebenarnya.
Dosen muda itu tiba di desa X untuk memberikan pertolongan pertama kepada mahasiswanya. Ia merupakan salah satu dosen yang bertanggung jawab atas kegiatan KKN tersebut. Dosen muda itu berperawakan tinggi, berkulit sawo matang dan memiliki senyum manis. Ia memiliki ciri khas senyum menawan yang mampu membuat mahasiswinya terpesona. Ia belum menikah dan berusia sekitar 25 tahun. Ia tiba di desa itu sekitar pukul 14.00 WIB. “Selamat datang Pak Galih, kami senang sekali melihat bapak mengunjungi desa ini. Mohon maaf, kami belum bisa maksimal mengerjakan tugas KKN ini karena banyak peristiwa di luar nalar yang terjadi belakangan ini,” ucap Adi sang ketua yang mencoba menyambut dosen muda itu, ia terlihat senang karena otorita kampus segera bertindak cepat. “Kalian tidak perlu khawatir, kami sudah menghubungi pihak rumah sakit terdekat untuk segera mendapatkan penanganan medis pertama bagi teman-teman kalian yang menjadi korban kejadian mistis ini, Bagaimana kejadian sebenarnya hingga terjadi peristiwa mistis ini?” Sahut Galih, ia menatap tajam empat mahasiswanya. Keempatnya saling pandang seolah enggan bercerita. Adi sebagai ketua merasa harus memberi jawaban kepada dosen muda itu. “Asal mulai kejadian mistis itu saat hari pertama kami tiba disini, makan malam kami berubah menjadi makanan menjijikkan yang berisi cacing, belatung dan bangkai hewan lainnya. Kemudian hilangnya kedua teman kami selama 3 hari yang disebabkan oleh pelanggaran yang membuat penunggu kampung ini marah. Sekar yang kesurupan membuat kami semakin merasa takut meski ia seringkali memberikan informasi penting terkait keberadaan kedua teman kami yang hilang. Kami sudah berupaya menghubungi pihak kampus sejak hari kedua kami berada disini namun karena desa ini terpencil, kami kesulitan mendapatkan sinyal hingga pesan tak kunjung terkirim.” Jawab sang ketua dengan penuh penghayatan, seolah ia merasa paling bertanggung jawab dengan kejadian yang dialami teman-temannya. Setelah dirasa cukup berbincang dengan mahasiswanya, ia meminta salah satu diantara mereka untuk mengantarnya ke kamar guna melihat kondisi kedua mahasiswa yang sempat menghilang selama dua hari. Terlihat Susan dan Danan masih dalam kondisi tidak sadarkan diri. Wajah mereka terlihat pucat pasi. Di sebelah mereka terlihat Sekar yang duduk lemah seperti baru terbangun dari tidur yang panjang. Ia meminta Adi untuk mengambilkan segelas air untuknya. “Sekar, apakah kamu baik-baik saja? Sebaiknya kamu berbaring, kamu pasti lelah,” Perintah Galih sambil memandangi Sekar dari atas sampai bawah, dosen itu terlihat terpesona dengan aura Sekar. Padahal secara mata telanjang saat ini Sekar terlihat berantakan, rambutnya acak-acakan terurai begitu saja, bajunya kotor dan terdapat percikan darah. “Saya baik-baik saja pak, hanya perlu mandi dan ganti baju, saya ingin pulang bersama bapak dan teman-teman yang lain,” pinta Sekar dengan nada memelas, ia merasa lelah dan ingin tidur lebih panjang lagi. “Baiklah jika itu maumu,” jawab dosen muda itu dengan senyum khasnya. Mendengar penuturan dosen itu, Sekar mohon pamit untuk segera membersihkan diri, ia bergegas ke kamar mandi karena badannya terasa gatal dan lelah luar biasa. Mereka segera mengemasi barang-barang bawaanya dengan ekspresi penuh kesedihan. Tentu tak seorangpun menyangka jika KKN kali ini membawa pengalaman traumatis luar biasa bagi sekelompok mahasiswa itu. Adi terlihat sigap membantu membawa barang bawaan teman-temannya. Mereka tidak langsung bergegas pergi dari tempat itu karena menunggu ambulan menjemput Danan dan Susan yang masih dalam kondisi kritis. Tiba-tiba mereka kedatangan pak kades dan pemilik rumah kontrakan yang bernama Sujito. “Kami bersedih atas peristiwa yang menimpa mahasiswa bapak, semoga kejadian ini menjadi pelajaran bagi kita semua untuk mematuhi adat yang berlaku di setiap tempat,” tutur kades itu perlahan, ia menyodorkan sekantong buah-buahan segar yang menggoda siapapun untuk memakannya. “Saya sebagai pemilik rumah ini juga turut bersedih atas musibah yang menimpa mahasiswa bapak, ini ada sedikit kue untuk cemilan di jalan nanti,” ujarnya sambil menyodorkan sekotak kue donat yang membuat siapapun yang melihatnya tergoda untuk memakannya. Dosen Galih menginstruksikan Adi untuk menerima buah tangan tersebut, tak lupa ia berterima kasih dan memohon maaf atas segala kegaduhan yang terjadi. “Saya berterima kasih dan mohon maaf atas segala kesalahan yang telah dilakukan mahasiswa saya selama ini dan saya mohon undur diri dari desa ini,” balasnya sambil menundukkan kepala tanda hormat. Kedua lelaki itu hanya mengangguk tanda memberi persetujuan atas permohonan undur diri dosen muda itu. Suara mobil ambulan menggema di desa itu, mereka semua nampak lega saat melihat kedua anak manusia yang kritis untuk segera mendapat penanganan medis. Petugas kesehatan nampak cekatan saat ia mulai memindahkan tubuh Danan dan Susan ke dalam mobil ambulan itu. Setelah mobil ambulan berjalan meninggalkan desa itu, mobil dosen muda itu juga turut serta beralih mengikutinya. Suasana dalam mobil sunyi senyap. Terlihat setiap orang terhanyut dalam pikiran masing-masing. Adi yang duduk di sebelah Dosen Galih, mulai memecah kesunyian itu. “Kita akan mengikuti mobil ambulan itu atau pulang ke kota pak?” tanya Adi, pertanyaannya berhasil memecah keheningan itu. Setiap pasang mata segera memusatkan perhatiannya pada Dosen Galih yang terlihat fokus menyetir. “Kita sebaiknya langsung pulang, kalian pasti lelah. Saya akan mengantar kalian ke kos masing-masing. Pihak kampus sudah menghubungi orang tua kedua teman kalian itu. Kalian tidak perlu khawatir,” balas galih sambil tersenyum, ia melirik kaca mobil untuk memperhatikan Sekar yang terlihat manis menggunakan kaos merah lengan panjang dengan celana jeansnya. Mila yang gagal paham mengira ia sedang diperhatikan dosen itu, ia berupaya berpose manja dan secantik mungkin karena merasa diperhatikan. Dosen itu kembali memperhatikan Sekar namun ekspresinya mendadak terkejut karena yang dilihat adalah sosok perempuan menggunakan kemben bewarna hijau lengkap dengan seweknya. Rambutnya disanggul cantik ala pengantin perempuan, ia tersenyum menyeringai pada dosen muda itu. Galih menoleh kebelakang untuk memastikan apa yang dilihatnya namun terlihat Sekar masih terduduk manis sambil memejamkan matanya. Konsentrasi Galih mulai pecah, ia bahkan hamper menabrak pohon yang ada di depannya. Untungnya Adi segera mengingatkan dan meminta dosen itu untuk beristirahat, mungkin ia kelelahan pikirnya. Adi segera mengambil alih kursi pengemudi dan mulai menyetir mobil milik dosen itu. Tak terasa waktu sudah berjalan tiga jam namun mereka seolah berputar-putar ditempat itu. Seharusnya memerlukan waktu dua jam untuk keluar dari desa menuju kota yang ramai dengan mobil yang lalu lalang. Hal ini semakin menguatkan dugaan mereka karena mereka telah melewati warung pecel yang sama sebanyak dua kali. Menyadari ketidakberesan ini Sekar berbicara. “Adi, sebaiknya kita tidak mengikuti arahan jalan maps itu. Aku merasa kita daritadi berjalan berputar-putar,” ucap Sekar yang berhasil memecah keheningan itu. Ekspresinya marah merasa dipermainkan oleh demit-demit yang berseliweran di Kawasan itu. “Tolong kalian buang makanan pemberian kedua lelaki biadab itu, makanan itulah yang menarik dedemit itu untuk membutakan jalan kita.” Pintanya sambil menoleh ke belakang. Terlihat Joko dan Ardan mulai mencari bingkisan itu dan membukanya. Benar saja makanan itu telah membusuk dan mengeluarkan bau menyengat. Dengan segera, Adi menepikan mobilnya untuk membuang makanan itu.Sulastri semakin emosional saat mendengar pernyatan Patih Arhan yang cenderung meremehkannya seolah ia memang memiliki segalanya tapi tidak dengan cinta. Kilasan kenangan tentang masa lalu Sulastri yang terbuang akibat fitnah adik tirinya kini membayangi, perasaan kecewa dan terluka yang coba ditutupi seolah bangkit lagi! Teringat saat dirinya ditawan dalam goa tua yang membuatnya tumbuh menjadi pembenci dan menghalalkan segala cara agar tetap abadi. Puluhan lelaki sengaja dijeratnya untuk kekuatan, pesona dan pelampiasan hasrat terlarang sebagai upaya melawan kesepian diri. Melihat konsentrasi Sulastri yang kian terpecah, Patih Arhan segera merapalkan mantra untuk membebaskan arwah yang telah menyatu dalam tubuh Sulastri agar berbalik menyerangnya!"Ingsun nyuwun kawelasan Sang Hyang Jagad Raya,kawula ngatur sabda tumekaning alam sukma,Sukma kang kesasar,kang kaiket ing duka lan dosa,metu saking panguwasaning pepeteng,bali marang padhanging jati.""Ya Sukma kang den jerat,den
"Sekar, jika kau memohon padaku, aku akan membawamu ke istanaku, menjadikanmu Ratu di kerajaanku!" "Sampai matipun aku nggak sudi! Kau telah menghancurkan keluargaku!" Petir menyambar hingga sebatang pohon terbakar, kobaran api perlahan membesar, hujanpun berangsur berhenti, hanya tinggal gerimis melanda. Sekar dan Sulastri kini berada dalam kobaran api, keduanya tengah bergulat dalam pertempuran terakhir. Antara jiwa manusia dan iblis kini saling berpacu dengan waktu, puluhan pasang mata tengah mengawasi, siapakah yang akan bertahan? Jiwa manusia yang rapuh atau iblis yang penuh iri dengki. Sekar telah berpasrah pada keadaan, merasa hidupnya telah diujung tanduk. Kilatan kenangan semasa hidup tentang bertahan hidup saat hendak ditumbalkan oleh mereka yang serakah kembali terngiang, tentang KKN di desa terkutuk, pertempuran dengan arwah noni belanda, kesurupan nenek kosan, tumbal pesugihan weton keramat, membebaskan aryo, tumbal pabrik garmen, pertempuran dengan ratu jawa lalu
"Ibu ...." teriak Sekar sambil berlari menuju ibunya, tangisnya pecah seketika. Namun, ada yang aneh dengan sang ibu, wajahnya pucat, tatapan mata kosong, mirip mayat hidup. Tiba-tiba dari belakang muncul Seno, satu-satunya adik laki-laki yang selalu dibanggakan. Keduanya bagai jiwa tak terarah, hidup segan matipun tak mau. "Mereka adalah jaminan hidupmu, Sekar. Jika kau menolak perjamuan ini maka arwah mereka yang akan menggantikanmu! Jika kau menerimanya maka kupastikan mereka akan tetap hidup." Sekar kini dilanda dilema luar biasa, ia tak bisa membiarkan kedua orang terkasihnya mati begitu saja, tapi juga tak ingin bergabung dengan kerajaan Sulastri. Gadis itu masih terdiam, memikirkan apa yang seharusnya dilakukan hingga akhirnya Patih Arhan menghampirinya. "Dinda, jangan ikuti kemauan dia, aku akan mencari cara untuk menyelamatkan kalian semua meski nyawaku taruhannya." Patih Arhan menatap gadis yang begitu dicintainya, jika harus berkorban tak masalah baginya. "Tidak,
"Astaghfirullah, Seno!" teriak Ustadz Lukman saat hendak sholat shubuh.Pria itu mendapati ponakannya tengah terbaring di sebuah kamar seorang diri, matanya terbuka, telanjang bulat dan denyut nadinya melemah.Ustadz Lukman bergegas memakaikan pakaian untuknya lalu membopongnya keluar kamar. Namun, hal buruk terjadi, saat telah berhasil keluar dari gubuk reot itu tiba-tiba pemandangan berubah drastis. Kini mereka berada di sebuah hutan jati yang luas sejauh mata memandang.Gubuk reot yang mereka tempati juga berubah menjadi gua kecil yang mulai mengeluarkan berbagai binatang melata di depannya."Astaghfirullah, lindungi kami Ya Allah," ucap Ustadz Lukman sambil terus berzikir mengharap pertolongan-Nya.Tiba-tiba muncul seorang wanita tua yang berpakaian lusuh dan sangat mengerikan. Matanya melotot, payudaranya besar dan panjang hingga menjuntai ke tanah, rambut hitam panjang dan kuku di tangan yang siap memcabik siapapun yang menghalanginya.Ustadz Lukman bergidik ngeri. Ia merasakan
"Pak, sadarlah!" ujar Ibu Aryo yang terkejut melihat suaminya berbaring di ranjang tanpa busana. Wiryo terlihat memucat tak berdaya, tubuhnya ditutupi sarung. Wanita paruh baya itu segera berteriak meminta tolong tetangga untuk membawa suaminya ke rumah sakit. Di sisi lain, Surti tengah naik ojek untuk pergi ke rumah Warsa, adik Wiryo. Wanita yang tengah dalam pengaruh Sulastri itu berencana untuk menggoda duda tampan itu agar bersedia menjadi tumbalnya. Tiba-tiba angin bertiup kencang, suara anjing melolong, memecah kesunyian di balik senja. Surti dengan tatapan kosong, mulai mengetuk pintu rumah Warsa. "Ada apa Surti? Tumben kamu datang ke mari?" "Mas, aku ingin cerita tentang Mas Wiryo." Mendengar nama kakaknya disebut, ia bergegas menyuruh Surti masuk ke rumahnya. Pintu tetap dibiarkan terbuka agar tidak menimbulkan fitnah. "Apa yang terjadi? Katakan padaku!" "Mas, aku bingung dengan biaya pengobatan anakku, Sekar. Aku berniat berhutang padanya tapi dia justru mem
Tepat sebulan lamanya tubuh Sekar dirawat di rumah sakit. Surti masih setia mendampingi sang anak yang tak kunjung sadar dari komanya. Ia tak memikirkan biaya sebab warisan Galih dipergunakan untuk seluruh pengobatan Sekar."Bagaimana keadaan anak saya, Dok? Mengapa tak kunjung sadar? Bahkan sebulan telah berlalu," ujar Surti dengan air mata yang belum mengering."Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, hanya keajaiban yang bisa menolongnya," sahut dokter yang mencoba menyemangati wanita tua itu.Tiba-tiba darah mengalir dari vagina Sekar dan jumlahnya sangat banyak!"Dok, mungkinkah anak saya menstruasi? Atau bagaimana? Ini sangat aneh, Dok!" ujar Sulastri yang semakin cemas melihat kondisi putrinya yang belum menunjukkan perubahan.Darah yang mengalir dari vagina seiring dengan peristiwa gaib di alam jin! Sukma Sekar memang sedang menjalani persetubuhan terlarang, hingga membuat kelukaan pada tubuhnya yang masih dalam status koma di bumi.Surti hanya bisa melihat anaknya di balik pi
Di alam manusia. Hujan turun dengan lebat, petir menyambar. Padahal jam tangan milik Seno menunjukkan masih pukul 12 siang tapi langit gelap gulita mirip malam telah tiba. "Sepertinya alam murka, ada pelanggaran besar di alam jin," ujar Ustadz Lukman sambil berlari mencari tempat berteduh. Setelah berlari sekitar satu kilometer, mereka menemukan semacam gubuk tempat penyimpanan padi tapi kosong melompong. "Kita beristirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan," ujar Ustadz Lukman sambil meluruskan punggungnya di sisa-sisa jerami. "Ustadz apa yang sebenarnya terjadi? Apakah kita bisa mencapai istana itu? Aku takut terlambat dan ..." ujar Seno yang mulai panik. "Tenanglah dan serahkan pada Allah, hidup dan mati kita telah digariskan takdir, jika mbakmu memang memiliki umur panjang pasti akan berhasil kita selamatkan," sahut Ustadz Lukman menenangkan. "Semoga hujan segera berhenti, aku takut Mbak Sekar kenapa-kenapa," ujar Seno dengan tatapan sedih. Kedua pria malang itu hanya
Mendengar teriakan Sekar, Patih Arhan bergegas menyudahi persetubuhannya dengan Sulastri. Ia segera mengenakan pakaian tidurnya yang terbuat dari Sutra. "Sekar, sedang apa kau di sini? Apa kau tidak lelah, ini bahkan masih pagi?" "Aku hanya bosan, sebenarnya ingin sekali bertemu ibu, aku merindukannya." Patih Arhan tak tega melihat gadis yang dicintai terluka, akhirnya berniat untuk mengajaknya ke alam manusia. "Tunggu, kau telah memecahkan guci berisi arwah budakku!" Sulastri muncul menghentikan rencana Si Patih. Mendengar kemarahan Sulastri, pria tampan itu hanya mampu diam saja. "Dasar gadis gila! Kau sudah merusak guci kebanggaanku! Pengawal, seret gadis ini lalu masukkan ke kamarnya, jangan ada yang menjengukknya kecuali atas persetujuannku," titah Sulastri mengudara membuat seluruh penghuni istana mendengarnya. Sekar berteriak saat diseret oleh pengawal dan Patih Arhan tak mampu berbuat apapun. Beberapa jam kemudian tiba saatnya makan malam, jika di dunia manusia makan
"Kalian berasal dari mana?" ujar kakek bungkuk lalu membawa kami ke dalam gubuknya. Sebuah rumah tua beratap jerami berdinding bambu yang nampak tak kokoh serta ranjang bambu yang nampak tak nyaman, kakek tua itu sepertinya tinggal sendirian. "Aku akan mengijinkan kalian menginap hanya malam ini saja!" bentaknya lalu pergi ke luar. "Kakek, tunggu!" ujar Ustadz Lukman mengikuti sang kakek tapi anehnya pria tua itu hilang bak ditelan bumi. Kedua pria lajang itu memilih untuk tidur diatas ranjang dari bambu yang tak nyaman, mencoba memejamkan mata sebab lelah pasca perjalanan. Suara dengkuran mulai terdengar saling bersahutan. Keesokan paginya. "Seno cepat bangun!" teriak Ustadz Lukman dengan terbata-bata, hembusan nafasnya tak beraturan. Seno perlahan membuka matanya, kilau mentari menyilaukan, membuatnya sedikit mengusap matanya. "Astaghfirullah, kita di mana Ustadz?" Keduanya tertegun saat sekeliling mereka dipenuhi oleh pemakaman yang nampak terbengkalai. Rumput yang tin