Share

4. Kedatangan Ibu Mertua

Tok ... Tok ... Tok ... Suara ketukan pintu terdengar nyaring, diiringi suara salam dari luar.

"Assalamualaikum ..."

"Waalaikum salam ..."

Aku bergegas membuka pintu. Aku takjub ternyata yang datang adalah ibu mertuaku.

"Bu ..." sapaku sembari menyalaminya, mencium punggung tangannya dengan takdzim.

"Kamu sehat, Nak?" tanya ibu mertuaku dengan lembut.

"Alhamdulillah sehat. Mari masuk, Bu.”

"Iya, Nak," jawab ibu sambil tersenyum.

Ibu memasuki rumah. Sofia berlari menyambut neneknya dan mereka saling berpelukan. Begitu dekat keduanya karena ibu mertuaku sangat menyayangi Sofia. Kalian bisa lihat bukan? Ibu mertuaku sangat baik terhadap kami, tapi tidak dengan anaknya.

"Lho kamu gak kerja, Nak?" tanya ibu saat melihat mas Rendy malas-malasan di depan tv.

Mas Rendy terlonjak kaget lalu segera menyalami tangan ibunya.

"Ah ibu, kapan datang?" tanya mas Rendy mengalihkan pembicaraan.

"Baru saja. Kamu gak kerja?" tanya ibu lagi.

"Ah itu ... Aku ... Aku lagi cuti Bu, iya aku lagi cuti,” jawabnya tergagap lalu dia menoleh kearahku dan menatapku tajam. Aku tahu apa maksudnya, aku harus tutup mulut mengenai kejadian yang sebenarnya.

"Ooh ... Kalau lagi cuti harusnya kamu bantuin istrimu dong, kok malah malas-malasan gitu?"

"Aku libur karena butuh istirahat, Bu."

Ibu mertuaku beralih memandangku. 

"Saya bikinkan teh dulu ya, Bu"

"Tunggu, tunggu, nak. Itu pipimu kenapa? Kok merah gitu? Matamu juga, habis nangis ya?" pertanyaan ibu sukses membuatku tertunduk.

"Ini ... Gak apa-apa kok Bu, cuma ...."

"Pasti ada apa-apa. Rendy! Kamu apakan istrimu?" bentak ibu pada mas Rendy.

Mas Rendy terdiam.

"Rendy, jawab ibu! Kamu main kekerasan sama istrimu?!"

"Maaf Bu, aku khilaf. Tadi reflek aku menamparnya," jawab mas Rendy merasa bersalah.

Plaakkk...!!

Ibu menampar anak laki-lakinya, itu. Aku cukup kaget dibuatnya.

"Sekali lagi kau main tangan sama istrimu, ibu tak segan-segan akan mencoretmu dari daftar keluarga!" ucap ibu penuh emosi. Entah kenapa aku merasa terharu ketika ibu membelaku dan memarahi anaknya sendiri.

"Maafin aku, Bu. Tapi ..."

"Kamu jangan minta maaf sama ibu, minta maaflah sama istrimu!" tukas ibu masih dengan nada sewot. "Istri itu untuk dijaga, dilindungi, bukan untuk disakiti. Mengerti kamu, Ren?" sambungnya lagi.

"Iya, Bu" jawab mas Rendy lemah. Aku tahu dia pasti akan menyimpan dendam padaku.

"Sekali lagi kalau ibu tahu kamu menyakiti Winda, kamu akan berhadapan langsung sama ibu dan juga bapak!"

Mas Rendy mengangguk. 

Ibu pergi meninggalkan mas Rendy yang masih termangu di tempatnya. Beliau menyusulku ke dapur.

"Nak Winda, maafin ibu ya nak, anak ibu sudah berlaku kasar padamu," ucap ibu sembari memegang tanganku.

"Iya, Bu"

"Sejak kapan Rendy berlaku kasar terhadapmu?" 

"Baru tadi saja bu, mungkin kata-kataku sudah salah jadi membuat mas Rendy emosi.”

"Apapun itu, harusnya dia tak main tangan. Itu sudah salah."

Aku mengangguk. Aku yakin, ibu tidak tahu dengan sikap asli anaknya itu. Selain jarang memberiku nafkah, dia juga berselingkuh. Aku ingin mengatakan yang sejujurnya pada ibu, tapi rasanya bibir ini terkunci. Aku tak ingin ibu shock mendengar tingkah laku anaknya sendiri.

"Kamu lagi masak apa, Nak?" tanya ibu mertuaku lagi.

"Baru masak nasi, Bu. Aku belum belanja lauk maupun sayur ..." jawabku getir.

Ibu tersenyum. "Kalian lagi kesulitan uang?" tanya ibu lagi.

"Eemmhh itu, sebenarnya..."

"Ada apa, Nak?"

Aku sedikit ragu untuk mengatakannya.

"Ya sudah ini, buat tambahan uang belanjamu,” sahut ibu mertuaku sembari memberikan amplop berwarna coklat.

"Gak usah Bu. Aku gak mau repotin ibu."

"Tidak, Nak. Ini memang jatah untuk kalian. Minggu kemarin bapak dapat rezeki, mbak Meli juga sudah dapat" jawab ibu lagi. Mbak Meli adalah kakaknya mas Rendy. Ya, mas Rendy anak bungsu dari dua bersaudara.

"Tapi Bu..."

"Sudah ambil saja, itu juga gak banyak kok, cuma satu juta. Ibu sengaja ngasihnya sama kamu, ibu tahu kebutuhan dapur sangatlah banyak. Kalau ibu ngasihnya sama Rendy, takutnya disalahgunakan untuk kepentingan lain," jawab ibu lagi. Aku sangat terharu mendengar ucapan ibu. Aku memeluknya, sungguh perlakuan ibu mertuaku seperti ibu kandungku sendiri yang sudah lama meninggal.

"Makasih, Bu," sahutku. Ibu mengelus-elus lembut punggungku.

"Belikan makanan yang bergizi untuk Sofia ya nak" ucap ibu lagi.

"Baik, Bu"

Ibu beranjak ke ruang tengah dan bermain sama cucunya. 

"Sofia, nenek punya mainan baru buat kamu," ucap ibu.

"Apa itu Nek?"

"Ini dia ..." ucap ibu antusias sambil memberikan satu set boneka Barbie keluaran terbaru.

"Woow, bagus banget Nek..." mata Sofia berbinar.

"Sofia suka?"

"Suka banget, Nek. Makasih ya Nek...." ucap Sofia lagi sambil merangkul neneknya.

Aku tersenyum melihatnya. Sungguh ini yang membuatku berat untuk berpisah dari mas Rendy. Ibu dan bapak mertuaku sangat baik, begitu pula dengan kakak iparku. Mereka sangat baik seperti keluarga kandungku sendiri.

Aku berbelanja ke warung membeli lauk dan sayur. Mas Rendy menatapku heran ketika aku pulang menenteng barang belanjaan. Aku tak mempedulikannya. segera kuolah menjadi makanan untuk makan siang keluarga.

"Bu, ayo kita makan dulu..." ajakku. Ibu mertuaku masih asyik bermain dengan Sofia. Lagi-lagi beliau tersenyum.

"Iya, ayo Nak ..." sahut ibu sembari menggendong cucunya.

Aku juga mengajak mas Rendy. Dia menurut tanpa mengatakan sepatah katapun.

Kami makan siang bersama. Selama ada ibu, mas Rendy tak berkata kasar padaku. Dia lebih banyak diam. Mungkin dia takut aku akan mengadu pada ibunya. Berkali-kali dia memandangku dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Masakanmu enak, ibu paling suka makan masakanmu kalau datang kesini, biarpun sederhana tapi menggugah selera. Iya kan, Ren?" 

"Ah, i-iya bu" 

"Kenapa sih kamu kelihatan gugup gitu? Ada apa?" tanya ibu pada anaknya.

"Enggak Bu, enggak apa-apa.”

"Bener?"

"Iya, Bu"

"Kalau kamu punya masalah di kerjaan, jangan lampiaskan pada istrimu, tidak baik."

"Iya, Bu"

***

Sore itu ibu berpamitan pulang.

"Ibu pulang ya, Nak"

"Hati-hati ya, Bu" jawabku.

"Aku antar ya, Bu" sahut mas Rendy.

"Tidak usah, Nak. Ibu naik taksi aja. Kamu temani istrimu saja disini. Ingat ya, jangan sakiti istrimu lagi," tukas ibu.

"Baik, Bu"

Setelah kepergian ibu, mas Rendy menatap tajam ke arahku.

"Kamu ngadu sama ibu?" tanyanya dengan nada ketus.

"Ngadu? Ngadu apa? Kan kamu lihat sendiri mas, ibu lebih banyak bersama Sofia.”

"Awas ya kalau kamu ngadu sama ibu! Aku akan ..."

"Akan apa? Aku gak takut, mas."

Mendengar jawabanku mas Rendy langsung berlalu masuk ke dalam rumah. Kesal mungkin.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rieca Chandra
Lu anaknya siapa sh? Anak org lain kali yah ibu bapak sama kakak lu baik cm lu doank yg brengsek
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status