Home / Romansa / Perfect CEO / 8. Meminta Kepastian

Share

8. Meminta Kepastian

last update Last Updated: 2022-02-23 11:45:36

"Deon, apa yang kamu lakukan?" pekik Berlian mencoba mendorong tubuh Deon. 

"Berlian, jangan menguji kesabaranku lagi!" kata Deon yang kembali ingin mencium bibir Berlian. 

Dugh!

"Akhhh!" pekik Deon dengan kencang tatkala Berlian menendang tepat ke bawah tubuh Deon. Deon jatuh terguling ke sofa, sedangkan Berlian segera berdiri. 

Berlian mengusap pipinya yang bekas ciuman Deon, gadis itu menatap Deon dengan tajam. Meski ia sudah pacaran lama dengan Deon, Berlian tidak mau bersentuhan secara lebih. Berlian sangat menjaga dirinya agar tidak kelewatan batas. 

"Ingat ya, Deon. Sejak kita pacaran aku sudah mengatakan padamu, aku gak akan mau rugi apapun. Termasuk kamu yang menyentuh tubuhku sembarangan. Kamu saja sulit ditemui, sekarang sekali bertemu kamu sudah kurangajar," oceh Berlian menunjuk-nunjuk Deon. Deon terdiam, pria itu masih memegangi area tubuh bawahnya yang sakit. 

Berlian memalingkan wajahnya dari Deon, ia rasa ia rugi berdandan di depan Deon kalau akhirnya Deon berusaha menyentuhnya. Berlian selalu dikatai wanita kolot karena gaya pacarannya yang hanya sekadar berpegangan tangan, kencan di bioskop dan tidak pernah mau bersentuhan lebih. Berlian akui ia memang kolot, prinsipnya memang menjaga dirinya sendiri, tidak ada yang boleh menindasnya, sekali pun itu pacarnya sendiri. 

"Berlian, kamu keterlaluan," ringis Deon menarik tangan Berlian. Namun Berlian menepisnya. 

"Kamu yang sudah keterlaluan, bukan aku," ketus Berlian. 

Melihat raut wajah Berlian yang marah, Deon segera berdiri. Pria itu memeluk tubuh Berlian dari belakang, menyandarkan kepalanya tepat di pundak Berlian. 

"Aku minta maaf," ucap Deon dengan pelan. 

"Minta maaf kamu bilang? Tidak sekali dua kali kamu bersikap sepeti ini. Kenapa sih kamu selalu bersikap begini? Kenapa kamu tidak memberi aku kepastian saja dan kamu bisa melakukan apapun yang kamu inginkan setelah kita menikah," oceh Berlian. 

Kalau ditanya soal kepastian, pasti yang terjadi adalah kebungkaman Deon. Deon melepas pelukannya dari Berlian. 

"Kamu gak berani kan kasih aku kepastian?" tanya Berlian dengan sinis. 

"Berlian, bukan aku gak berani kasih kamu kepastian. Aku hanya ingin kamu bersabar sedikit, pasti setelah ini aku kasih kepastian," jelas Deon. 

"Setelah ininya kapan, Deon? Kamu selalu mengatakan setelah ini setelah ini, tapi gak kunjung ada kepastian," oceh Berlian. 

"Jabatanku di perusahaan tidak setinggi kamu, Berlian. Bagaimana mungkin aku meminta kamu pada ibu kamu. Yang ada aku akan disuruh memutuskan kamu." 

"Tapi ibuku menyuruhmu datang, Deon. Ibuku juga menanti kepastian dari kamu," tekan Berlian membalikkan tubuhnya untuk menghadap Deon. Perempuan itu mendorong tubuh Deon agar Deon duduk di sofa. 

Berlian mencengkram dagu Deon dengan sedikit kencang, tatapan mengintimidasi Berlian menusuk dalam mata Deon. 

"Kamu pikir aku juga punya kesabaran lebih, Deon? Aku juga menantikan kepastian kamu," desis Berlian. 

"Berlian, kalau kamu seperti ini, kamu merendahkan harga diriku." 

"Persetan dengan harga diri!" teriak Berlian. 

"Aku sudah lelah, Deon. Kamu satu-satunya orang yang dekat denganku dan kini menjadi pacarku, tapi apa yang kamu lakukan selama ini, hah?" 

"Baik, aku akan berusaha," putus Deon menepis tangan Berlian dari dagunya. Namun nyatanya cengkraman tangan Berlian sangat kuat. Berlian semakin mendongakkan dagunya yang membuat Deon memejamkan matanya. 

Dengan Berlian harga diri Deon sering terasa terinjak-injak karena Berlian yang selalu mendominasi. Namun, ia sangat menyayangi Berlian. Berlian yang cantik sulit didapatkan, sekali dapat ia tidak akan melepasnya. Namun untuk ke jenjang pernikahan, Deon masih bimbang. Jabatan Deon hanya manajer, tidak bisa menyaingi Berlian. Sudah pasti Risa Evan tidak akan membiarkan anaknya menikah dengan pria biasa. 

"Kamu yakin?" tanya Berlian. 

"Yakin," jawab Deon. Berlian pun luluh juga, gadis itu duduk di sofa. 

Deon tidak menyia-nyiakan kesempatan, pria itu memeluk tubuh sang pujaan hati dengan erat. Berlian bersandar di dada Deon, sedangkan tangan Deon mengusap rambut hitam Berlian dengan lembut. Tidak lupa kecupan manis Deon berikan ke puncak kepala Berlian. 

Selalu ada pertengkaran sebelum mereka kembali berbaikan. Hubungan Deon dan Berlian selalu ada percek-cokkan saat membahas komitmen. Deon yang tidak kunjung memberi kepastian dan Berlian yang tidak sabaran. 

"Sabar ya, Sayang. Pasti kita akan menikah," ucap Deon mencium pelan rambut Berlian. 

"Hem," jawab Berlian yang menarik senyumnya. 

"Asal kamu jangan selingkuh dari aku. Aku dengar kamu menggandeng cowok di perusahaan." 

"Siapa?" tanya Berlian. 

"Aku dengar gosipnya sih kamu menarik seorang cowok ke kantin." 

"Itu Dokter Bara," jawab Berlian. 

"Kamu sakit?" tanya Deon. Berlian tergagap, gadis itu sedikit menjauhkan tubuhnya dari Deon. 

"Enggak, aku hanya rutin cek kesehatan," jawab Berlian. Deon memicingkan matanya membuat Berlian salah tingkah. 

Berlian tidak pernah jujur penyakit OCD yang dia derita pada pacarnya, ia takut kalau pacarnya akan memutuskannya sepihak. Hanya ibunya dan Bian-lah yang tahu. 

"Kamu yakin?" tanya Deon masih menelisik Berlian. 

"Yakin, lihat aku sehat seperti ini. Kalau aku sakit, sudah pasti aku kasih  tahu kamu." 

Mendengar jawaban Berlian, membuat Deon kembali memeluk gadis itu. Sedangkan Berlian, gadis itu menghela napasnya dengan pelan. Selama ini yang dia takutkan adalah ditinggalkan, ia takut satu-satunya orang yang dia sayangi meninggalkannya. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Perfect CEO   110. Ending

    Bara mendorong tubuh Berlian sampai gadis itu telentang di ranjang, tanpa basa basi Bara mencium bibir Berlian. Berlian menerima ciuman suaminya, bunga yang ia pegang pun sudah teronggok di ranjang. Ciuman ini pernah Berlian rasakan tepat pada empat tahun lalu sebelum Bara pergi ke luar negeri. Pertama kali mendapat ciuman dari Bara sungguh membuat candu untuk Berlian. Bahkan Berlian sangat mendambakan ciuman suaminya. Kini ciuman itu bisa Berlian rasakan kembali. Meski sudah empat tahun berlalu, tapi Berlian masih ingat jelas rasa ciuman itu. Berlian mengalungkan tangannya di leher suaminya. Ciuman Bara semakin lama semakin intens, tidak hanya ciuman di bibir, melainkan ciuman Bara turun sampai ke leher Berlian. Harum tubuh Berlian bagai candu untuk Bara. "Berlian, aku mencintaimu," aku Bara dengan jujur. Bara menarik tangan Berlian yang mengalung di lehernya, pria itu menautkan jari jemarinya dengan jari jemari Berlian. "Aku juga," jawab Berlian. "Apa kita harus melakukannya seka

  • Perfect CEO   109. Gambaran Hati

    Empat tahun sudah Berlian lalui dengan singkat, satu bulan pun juga terasa sangat singkat untuk Berlian. Setelah ibunya mengatakan satu bulan lali mereka akan menikah, kini Berlian benar-benar sudah menikah dengan Bara. Semua terjadi layaknya mimpi singkat. Di mana Bara mengucapkan janji pernikahan. Saat ini Berlian sudah memakai gaun pengantin berwarna putih dengan hiasan di kepalanya. Berlian sudah resmi menjadi istri Bara, saat ini pesta pernikahan akan dilangsungkan.Beberapa kali Berlian mencubit tangannya sendiri untuk meyakinkan dirinya bahwa yang ia alami ini bukanlah sebuah mimpi. Tetapi tangannya terasa sakit, artinya ia tengah berada di dunia nyata. Berlian berjalan membawa bunganya menuju ke tempat di mana Bara dan Azka tengah berdiri memakai jas yang senada. Suara ricuh tepuk tangan dari tamu undangan terdengar nyaring. Risa membuat pernikahan putri semata wayangnya dengan mewan dan tamu yang diundang pun sangat banyak.Langkah kaki Berlian tam

  • Perfect CEO   108. Kembalinya Sang Kekasih

    Dua musim sudah Berlian dan Azka lewati beberapa kali. Saat ini musim penghujan yang ke sekian kali telat tiba. Berlian dan Azka tengah berdiri di bawah payung yang sama sembari menatap lurus ke depan. Hujan turun dengan sangat deras, Berlian berusaha keras memegang payungnya agar tidak terbang diterpa hujan yang sangat dasyat.Lima belas menit sudah ibu dan anak itu berteduh di bawah payung yang sama sembari pandangannya lurus ke depan. Tiga tahun sudah berlalu, kini usia Azka sudah menginjak sembilan tahun. Azka sudah duduk di bangku kelas tiga sekolah dasar, setiap semester dan kenaikan kelas, Azka tidak pernah luput dari juara satu. Bocah itu tumbuh menjadi bocah yang aktif dan sangat pintar. Terkadang kepintarannya bisa membuat guru-gurunya kuwalahan."Sudah lebih dari lima belas menit kita di sini. Mama gak mau menunggu di ruang tunggu sambil berteduh?" tanya Azka. Berlian menggelengkan kepalanya.Berlian tetap keukeuh untuk menunggu di lua

  • Perfect CEO   107. Kehidupan Baru

    Satu tahun sudah berlalu. Kini usia Azka genap enam tahun, bocah itu tumbuh menjadi bocah yang sangat pintar dan menggemaskan. Hari ini juga hari pertama Azka masuk ke kelas satu sekolah dasar. Sejak tadi Berlian sudah sibuk memutari ruangan apartemennya untuk menyiapkan segala kebutuan Azka."Mama, aku capek lihat mama jalan terus," ucap Azka menepuk keningnya dengan pelan. Azka berdiri di atas sofa, tidak berpindah sedikit pun sejak lima belas menit yang lalu. Azka sudah lelah berdiri, tetapi mamanya tidak mengijinkannya berpindah tempat.Azka sudah siap dengan seragam Sdnya. Baju putih, celana merah dan ikat pinggang. Hanya saja di leher Azka belum terkalung dasi karena mamanya lupa menaruh dasi di mana. Satu tahun hidup bersama Berlian membuat Azka mengerti seluruh sikap Berlian, salah satunya perempuan itu yang sangat pelupa saat menaruh barangnya.Azka bahagia hidup bersama mamanya di apartemen ini. Setiap satu minggu sekali nenek Ira dan

  • Perfect CEO   106. Perpisahan

    Hari ini Bara benar-benar akan pergi ke luar negeri. Pria itu sudah siap dengan kopernya, dibantu dengan Bian, pria itu memasukkan barang-barangnya ke mobil Bian. Azka menangis sembari merangkul leher omnya, bocah lima tahun itu tidak mau turun dari gendongan omnya, membuat Bara kesulitan menata barang-barangnya."Huu huuu ... hikss hiksss ...." Azka menangis sejak pagi karena tidak mau ditinggal pergi. Selama ini omnya lah yang mengurusnya. Mulai dari Azka bangun tidur sampai tidur lagi, Omnya lah yang mengurus. Sekarang bagaimana Azka bisa hidup tanpa Bara. Apalagi Bara akan meninggalkannya selama empat tahun. Bagi Azka itu bukanlah waktu yang singkat."Om, jangan pergi, Om." Azka merengek sembari memeluk leher Bara dengan erat."Azka, Om akan kembali lagi kok. Om Pergi hanya sebentar," bujuk Bara menurunkan Azka. tetapi Azka tidak mau turun, bocah itu semakin melingkarkan kakinya ke tubuh omnya."Bohong. Om pergi sangat lama, om

  • Perfect CEO   105. Maaf Yang Manis

    Brakkk!Berlian dan Bara menolehkan kepalanya ke pintu apartemen Berlian yang saat ini terbuka dengan lebar. Bian lah yang muncul di sana. Berlian menatap Bian dengan pandangan sangat garang, pintu apartemennya yang kokoh tak tertandingi kini rusak karena tendangan Bian."Bian!" desis Berlian dengan tajam."Eh maaf ... maaf bu tidak sengaja," ucap Bian bergegas menghampiri Berlian. Bian menatap Berlian dengan pandangan memelas agar Berlian tidak menghajarnya di sini. Namun fokus Bian teralih saat melihat bibir Berlian yang membengkak dengan bekas gigitan di ujunya. Dengan spontan Bian menatap ke arah Bara, bibir Bara pun demikian, membengkak parah dengan ujung yang berdarah."Ka ... kalian habis ngapain?" tanya Bian menunjuk bibir Berlian dan Bara. Kedua orang itu langsung mengusap sudut bibir masing-masing."Akhh!" Berlian mengaduh kesakitan saat mengusap bibirnya, bibirnya terasa perih.

  • Perfect CEO   104. Ciuman Pertama

    "Berlian, aku mengatakan yang sejujurnya," ucap Bara masih berusaha meyakinkan Berlian."Lalu apa kabar kamu yang tidak pernah menganggapku, Bar? Semua orang tahu kalau kamu akan pergi melanjutkan sekolah kamu. Bahkan ibuku dan Bian pun tahu, sedangkan aku? Bukankah sikap kamu yang seperti ini menandakan kalau aku tidak penting bagimu?" tanya Berlian bertubi-tubi."Kamu penting bagiku, Berlian.""Kalau penting kenapa kamu membohongiku, Bara? Kalau dari awal kamu mengatakan kamu menyukaiku karena paksaan Bian, lalu kamu jatuh cinta sama aku, pasti masalahnya tidak sampai seperti ini. Juga rasa sakit hatiku tidak akan sedalam ini. Tapi apa yang sudah kamu lakukan? Meski kamu sekarang sudah mencintaiku, tapi aku tidak bisa mengelak bahwa fakta mengatakan awal mula kamu mendekatiku itu adalah terpaksa," oceh Berlian."Apa gunanya memikirkan bagaimana awal kita bersama, Berlian? Yang penting saat ini kita sudah saling mencintai."

  • Perfect CEO   103. Mengunci Diri

    Sudah satu minggu Berlian mengunci dirinya di rumah, gadis itu tidak membiarkan siapa saja datang ke rumahnya. Setiap hari ada saja yang mencarinya, tetapi Berlian enggan membukakan pintu. Hpnya pun terus bergetar dan berdering nyaring menandakan ada pesan bertubi dan telfon. Berlian hanya meliriknya sekilas. Panggilan suara dari Bara dan Bian bergantian masuk. Sekali pun Berlian tidak ada niatan untuk mengangkatnya.Sudah satu minggu juga Berlian mangkir dari pekerjaanya, pekerjaan diambil alih oleh ibunya. Berlian sudah tidak menangis lagi, gadis itu hanya sedang berdiam diri di rumah sembari mengerjakan merk barunya seorang diri. Berlian juga menolak kerja sama dengan Kenan, kerja sama yang lalu Berlian putuskan dengan sepihak. Gadis itu hanya ingin melakukannya seorang diri, tanpa gangguan dari siapapun. Berlian mengerjakan semuanya dari rumah, berhubungan dengan orang-orang penting pun hanya via surel.Sekarang Berlian tahu kenapa banyak pria yang ingi

  • Perfect CEO   102. Putus Hubungan

    "Berlian, jangan pergi!" cegah Bara mencekal tangan Berlian. Berlian berusaha melepaskan cekalan tangan Bara, tetapi cekalan tangan Bara sangat kuat membuat tubuh gadis itu terhuyung menubruk tubuh Bara."Aku bisa jelasin semuanya, Berlian. Kamu dengerin dulu," titah Bara."Apa yang perku kamu jelasin, Bara. Kamu mau menjelaskan atau mau mengarang bebas? Semua sudah selesai, aku tidak butuh kamu lagi," teriak Berlian mendorong tubuh Bara dengan kencang sampai cekalan tangan Bara terlepas. Namun itu hanya sepersekian detik, setelahnya Bara kembali menarik tangan Berlian. Bukan hanya menarik, tapi juga merengkuh tubuh gadis itu."Berlian, aku akui pertama kali aku mendekatimu karena desakan dari Bian, tapi itu hanya bertahan dua hari, Berlian. Dua hari aku dipaksa, tapi aku jatuh cinta sama kamu setelah tiga hari sama kamu," ujar Bara dengan jujur."Bohong!" sentak Berlian. Berlian sudah berusaha untuk tidak menangis, tetapi nyatanya

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status