Home / Romansa / Perfect Love / Part 1: Ratu Sekolah

Share

Perfect Love
Perfect Love
Author: Lia Mauliza

Part 1: Ratu Sekolah

Author: Lia Mauliza
last update Huling Na-update: 2021-09-23 16:29:46

Para siswa-siswi SMA 1 Angkasa Jakarta berbaris di halaman sekolah dengan rapi dan tertib. Lima guru laki-laki dan wanita sedang menduduki meja di atas podium. Tepat pada hari senin, pihak sekolah akan mengumumkan juara umum siswa berprestasi pada semester satu tahun 2014. Pihak sekolah juga sudah menyiapkan penghargaan berupa piala dan sertifikat.

Kepala sekolah menaiki podium untuk memberikan nasihat kepada para siswa-siswi agar terus meningkatkan prestasi dan mematuhi aturan sekolah. Lalu, di lanjutkan oleh salah satu guru laki-laki bernama Anton yang akan mengumumkan nama siswa tersebut.

"Kali ini pasti dia lagi," ujar salah satu siswi berkacamata di barisan terakhir dengan raut wajah cemberut.

"Eva! Eva! Eva!" seru siswa-siswi serentak.

"Semua siswa diharapkan tenang. Bapak akan mengumumkan salah satu nama murid yang akan menerima penghargaan pada semester ini," ujar Pak Anton menggunakan mikrofon berdiri di atas mimbar podium. Lalu, Pak Anton membuka lembar kertas yang terlipat rapi dan sejenak memerhatikannya. "Siswa yang mendapatkan juara umum pada semester ini adalah Eva Gricia Sukma Negara!" sebut Pak Anton dengan suara lantang.

Semua guru dan siswa-siswi memberikan tepuk tangan yang meriah pada siswa berprestasi.

"Silahkan naik ke podium, Eva." Pak Anton mengakhiri permbicaraannya dan turun dari mimbar.

Eva yang berdiri di barisan ketiga sebelah kiri tersenyum bahagia mendengar namanya di sebut untuk kesekian kalinya

"Eva. Cepat naik ke podium!" teriak salah satu siswi berambut keriting di samping kanannya bernama Cici. Ia memiliki kepribadian yang genit dan rusuh.

"Selamat ya, Ev," ucap siswi lainnya di samping kirinya, bernama Raisa, gadis manis memiliki suara merdu.

Seorang siswi di baris kedua memalingkan wajahnya pada Eva dan memberikan jempol dengan wajah datar. Gadis bernama Rena ini terlihat tomboi dan pandai bela diri.

Eva memberikan jempol kembali pada ketiga sahabatnya Cici, Raisa dan Rena sambil tersenyum. Kemudian, Eva berjalan menuju podium. Eva menghadap seorang guru wanita untuk diberikan satu piala, rapor dan sertifikat untuknya.

"Terima kasih, Bu," ucap Eva pada seorang guru itu sambil bersalaman.

"Sama-sama. Belajar lagi dengan giat," ucap guru itu sambil tersenyum.

"Baik, Bu." Eva membalasnya dengan senyuman.

Setelah menerima penghargaan itu, Eva memperlihatkan penghargaannya kepada teman-teman. Eva menghela napas lega setelah berusaha begitu gigih untuk menjadi siswa yang berprestasi. Lalu, Eva menaiki mimbar untuk membacakan visi dan misi sekolah seperti biasa yang dilakukan oleh siswa-siswi sebelumnya.

"Eva!" teriak seorang siswa dari barisan kanan paling terakhir. Ia tersenyum dan melambaikan piala ke arah siswa bermata sipit itu.

"Dia pasti akan buat masalah lagi," ucap Cici menghela napas kesal.

"Kamu memang paling terbaik! Aku sayang sama kamu!" tambah siswa itu lagi.

"Jeremi! Ada kepala sekolah di depan," tegur teman di sampingnya.

Ia tak peduli dengan kehadiran kepala sekolah. Jeremi, sosok siswa nakal, tapi keren. Ia ahli dalam bermain basket dan mendapatkan kepercayaan menjadi kapten dalam Tim Merah dengan julukan tim Koko ganteng.

Sontak semua guru merasa kesal dengan tingkah Jeremi yang tak sopan. Kepala sekolah diri dari tempat duduknya dan menatap Jeremi tajam. Jeremi terdiam dan menundukkan kepala.

Eva tersenyum mendengar pujian dari kekasihnya itu.

"Terima kasih, Sayang. Aku juga sangat menyayangimu!" balas Eva masih menggunakan mikrofon.

"Hhhuuu! So sweet!" teriak siswa-siswi serentak.

Sontak seorang guru laki-laki berwajah tampan dan bertubuh tinggi juga tegap, berdiri dari tempat duduknya dan mendekati Eva.

"Eva!" tegur salah guru itu. Ia menarik tangan Eva turun dari mimbar podium.

"Paman!" ucap Eva berusaha melepaskan tangannya.

"Di sini, saya bukan pamanmu," ucap guru itu tegas. Guru membawa Eva kembali turun dari podium. "Buat malu saja dia."

"I love you, paman," ucap Eva dengan suara manja dan kembali ke barisan.

"Dia berani karena ada Pak Erik," kata siswi berkacamata di barisan tadi yang begitu membenci Eva.

Beberapa menit kemudian. Guru tampan tadi menghadap kepala sekolah di ruangannya. Bapak Hardi sangat terlihat sangat kecewa kepada siswa-siswi yang selalu membuat keributan di sekolah apa lagi bermesraan yang tak semestinya dilakukan anak sekolah.

"Bapak Erik Harris. Tolong nasehati keponakan bapak. Ini sudah kelewatan."

"Sekali lagi saya minta maaf, pak. Setelah ini saya akan memberikan peringatan dan nasehat kepada Eva, juga Jeremi, ucap Pak Erik merasa bersalah.

"Baiklah. Kamu boleh keluar." Pak Hardi mengakhiri pembicaraan.

Erik Harris merupakan paman kandung Eva yang berusia 33 tahun, dan berprofesi sebagai guru Matematika dan Sosial. Di mata siswa-siswi ia seorang guru yang sangat bijak dan tegas.

***

Sekolah Horace Maan, New York. Seorang siswa terbaik memutuskan pindah sekolah ke negara asalnya, Indonesia. Rendra Leunard Pratama, sosok siswa tampan, cerdas, tapi cuek. Sekarang, ia berdiri di depan gedung sekolah bersama seorang gadis cantik yang menunjukkan raut wajah sedih.

"Are you really going?" tanya gadis itu.

"Yes. I was right to go!" jawab Rendra jelas tanpa basa basi.

"Okay. Take care," ucap gadis itu tetap tersenyum.

Tak tunggu lama, Rendra memberikan senyuman tipis pada gadis bule itu dan pergi meninggalkannya. Rendra terus berjalan tanpa menoleh. Ia menatap lurus seolah-olah tersirat perasaan dendam di hatinya. Namun, ia tetap bersikap tenang dan memberikan sedikit senyum di ujung sudut bibirnya.

'Hidup memang tak ada yang sempurna. Namun, hidup akan sempurna jika sudah mendapatkan restunya'

***

"Sayang?" panggil Eva menyandarkan kepalanya di atas bahu Jeremi. Mereka berada di kursi barisan terakhir.

"Iya. Kenapa, Sayang? tanya Jeremi asyik bermain game di ponselnya.

"Nanti malam kita nonton bareng, yuk?" ajak Eva.

"Nonton lagi?

Sontak Jeremi kaget menghentikan tembakan pada gamenya. Raut wajahnya menunjukkan rasa tidak nyaman dengan ajakan Eva.

"Iya, nonton. Kenapa? Apa alasan kamu lagi?" tanya Eva kesal dan mengangkat kepalanya dari bahu Jeremi.

"Nggak. Tapi, bukannya baru kemarin kamu habis ajak aku nonton bareng? Sekarang kita mau pergi nonton lagi? Aku bosan." Jeremi menolak ajakan Eva.

"Oh. Jadi, ingkar janji kemarin malam, kamu bosan? tanya Eva mulai kesal Eva.

Jeremi melanjutkan bermain game dan seolah-olah ia tak ingin peduli.

Eva menyeringai heran dengan sikap Jeremi. Ia berdiri dari tempat duduk dan ingin segera pergi meninggalkan Jeremi.

Jeremi melirik ke arah Eva sambil tersenyum bercanda dan menarik tangan Eva menahannya pergi. "Aku cuma bercanda kok, Sayang." Ia menatap Eva dengan tatapan halus penuh godaan. "Aku janji, nanti malam aku jemput kamu dan kita nonton bareng di bioskop, oke?"

Eva masih terdiam dan hanya menatap Jeremi tanpa senyuman. "Bohong."

"Aku janji. Aku nggak bohong. Udah dong marahnya." Jeremi hendak memeluk Eva.

"Eh. Kamu nggak boleh peluk aku gitu aja, ini sekolah, " tolak Eva menghindar.

"Ya udah. Kamu nggak marah lagi 'kan?" tanya Jeremi masih meyakinkannya.

"Asalkan kamu tepati janjimu. Aku nggak akan marah." Eva masih sedikit jual mahal.

"Siap, Ratuku!" Jeremi mengangkat tangannya ke dahi dan memberikan senyuman pada kekasihnya itu.

Di sisi lain, Cici, Raisa dan Rena berdiri di samping meja guru sambil memerhatikan kemesraan Eva dan Jeremi. Mereka bertiga menunjukkan wajah kesal dan geram akan sikap Jeremi yang terlalu palsu, jika diperhatikan. Tapi, Eva tidak sadar akan hal itu.

"Aku harap mereka bisa putus," kata Cici.

"Eum. Aku juga nggak suka," lanjut Raisa.

"Nanti malam Eva akan putusin dia," tambah Rena begitu yakin.

Sontak Cici dan Raisa kaget mendengar perkataan Rena yang terdengar sembarangan dan mereka tak percaya akan perkataannya.

"Eva, Jeremi! Ikut bapak sekarang!" perintah Erik tiba-tiba muncul dan membuat semua siswa-siswi kelas 2 A terkejut.

***

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
menarik nih ceritanya.. pengen follow akun sosmed nya tp ga ketemu :( boleh kasih tau gaa?
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Perfect Love   113: Menua Bersama (End)

    Eva berjalan menuju ke rumah Rendra dengan membawa beberapa buku untuk belajar bersama. Tak henti-henti ia tersenyum saat membayangkan bahwa dirinya sudah menjadi pacar dari Rendra. 'Apa aku mimpi? Aku pacaran dengan musuhku sendiri' Sesampai di pintu rumah Rendra, ia melihat pintu rumah Rendra yang tidak tertutup. "Kok pintunya ke buka." Eva memegang besi pembuka pintu. "Tuan Muda, fokus selesaikan sekolah dulu. Saya akan membantu Anda untuk mencari keberadaannya. Kakak Tuan Muda itu orang yang kuat. Saya yakin dia baik-baik saja. Minggu depan saya akan kembali ke malang lagi," ujar Pati. Saat Eva mendengar pembicaraan Rendra dan Pati, ia langsung masuk dan menghampiri Rendra. "Kakak? Kau punya seorang Kakak, Ren?" tanya Eva. Sontak Rendra terkejut melihat Eva yang muncul tiba-tiba di depanya. Rendra berdiri dari tempat duduknya. "Eva. Bagaimana kau bisa masuk?" tanya Rendra. "Pintunya enggak ditutup. Aku pikir rumahmu ke malingan. Tapi, aku malah dengar suaramu dengan Mas P

  • Perfect Love   112: Janji Kita

    Eva berjalan menuju ke rumah Rendra dengan membawa beberapa buku untuk belajar bersama. Tak henti-henti ia tersenyum saat membayangkan bahwa dirinya sudah menjadi pacar dari Rendra. 'Apa aku mimpi? Aku pacaran dengan musuhku sendiri' Sesampai di pintu rumah Rendra, ia melihat pintu rumah Rendra yang tidak tertutup. "Kok pintunya ke buka." Eva memegang besi pembuka pintu. "Tuan Muda, fokus selesaikan sekolah dulu. Saya akan membantu Anda untuk mencari keberadaannya. Kakak Tuan Muda itu orang yang kuat. Saya yakin dia baik-baik saja. Minggu depan saya akan kembali ke malang lagi," ujar Pati. Saat Eva mendengar pembicaraan Rendra dan Pati, ia langsung masuk dan menghampiri Rendra. "Kakak? Kau punya seorang Kakak, Ren?" tanya Eva. Sontak Rendra terkejut melihat Eva yang muncul tiba-tiba di depanya. Rendra berdiri dari tempat duduknya. "Eva. Bagaimana kau bisa masuk?" tanya Rendra. "Pintunya enggak ditutup. Aku pikir rumahmu ke malingan. Tapi, aku malah dengar suaramu dengan Mas P

  • Perfect Love   111: Jalan Bahagia

    Sore harinya, Rendra bergegas meninggalkan rumah bersama pengawalnya, Pati. Perjalanan yang mereka tempuh terlihat cukup jauh. Rendra membawa beberapa makanan ringan untuk santapan mereka. "Kali ini, saya tidak mau gagal Mas. Jadi, kita harus berhati-hati," ujar Rendra yang duduk di belakang Pati. "Baik, Tuan Muda. Saya pastikan dia tidakkan tau," jawab Pati sambil menyetir dengan fokus. Rendra dan Pati pergi menggunakan mobil Jeep. Sedangkan di sisi lain, Eva terlihat begitu penasaran dengan Rendra yang buru-buru pergi. Untuk memastikannya, Eva menghampiri Rendra ke rumahnya. Eva menekan bel rumah Rendra. "Ting, tong, ting, tong." Eva menekannya berkali-kali. "Ren!" panggil Eva. Ia menekan bel kembali berulang kali. "Ren, ini aku Eva! Kamu ada di rumah 'kan?!" teriak Eva memastikan keberadaan Rendra. Eva menempelkan telinganya di pintu untuk mendengar suara Rendra di dalam rumah. Tapi, suara Rendra sama sekali tidak terdengar. "Berarti, Rendra memang tidak ada di rumah. Dia

  • Perfect Love   110: Ini Tempatku!

    Dengan jarak yang jauh menuju rumah sakit di Jakarta, Erik mengemudi dengan kecepatan tinggi. "Siapa yang berani culik keponakanku!" ujar Erik sangat marah. Kekhawatiran terlihat jelas di raut wajah Erik hingga membuatnya semakin marah kepada penculik itu. Rendra berlari menuju ruang IGD untuk melihat kondisi Eva. Tanpa memanggil namanya, Rendra langsung menggendong Eva dan menidurkannya di atas ranjang. Tapi, Eva malah bangun lagi dan duduk di atas ranjang. Rendra membiarkan Eva agar ia lebih tenang. "Penyakit apa itu. Aneh sekali," ujar salah satu pasien merasa ketakutan. "Tidur berjalan," ucap pasien lainnya. Suasana di IGD menjadi ricuh saat melihat penyakit Eva yang begitu langka. "Dia kerasukan, Ma. Aku takut," ujar salah satu pasien anak kecil yang memegang kuat tangan Ibunya. "Sudah, sudah. Kakak itu hanya sakit biasa," jawab Ibunya menenangkan sang anak. "Semuanya tenang. Dia hanya kelelahan saja," sahut Dokter menenangkan para pasien. Dokter dan tiga perawat mendek

  • Perfect Love   109: Aku Bisa Saja Tidak Memilih

    Sore harinya, Rendra bergegas meninggalkan rumah bersama pengawalnya, Pati. Perjalanan yang mereka tempuh terlihat cukup jauh. Rendra membawa beberapa makanan ringan untuk santapan mereka. "Kali ini, saya tidak mau gagal Mas. Jadi, kita harus berhati-hati," ujar Rendra yang duduk di belakang Pati. "Baik, Tuan Muda. Saya pastikan dia tidakkan tau," jawab Pati sambil menyetir dengan fokus. Rendra dan Pati pergi menggunakan mobil Jeep. Sedangkan di sisi lain, Eva terlihat begitu penasaran dengan Rendra yang buru-buru pergi. Untuk memastikannya, Eva menghampiri Rendra ke rumahnya. Eva menekan bel rumah Rendra. "Ting, tong, ting, tong." Eva menekannya berkali-kali. "Ren!" panggil Eva. Ia menekan bel kembali berulang kali. "Ren, ini aku Eva! Kamu ada di rumah 'kan?!" teriak Eva memastikan keberadaan Rendra. Eva menempelkan telinganya di pintu untuk mendengar suara Rendra di dalam rumah. Tapi, suara Rendra sama sekali tidak terdengar. "Berarti, Rendra memang tidak ada di rumah. Dia

  • Perfect Love   108: Seperti debu

    Erik terlihat khawatir pada Eva yang keluar tanpa memberitahukannya. Ia menelpon Eva berkali-kali, namun, nomornya tidak dapat di hubungi. "Kemana anak ini? Kenapa belum pulang juga," resahnya sambil mondar-mandir di depan teras. Eva, Cici, Raisa, dan Rena bergegas pergi dari karoke. Belum cukup untuk meredakan kekesalannya, ia mengajak ketiga sahabatnya itu untuk bermain game. "Kita lanjut main game," ajak Eva. "Main game?" tanya Raisa merasa heran dengan kelakuan aneh Eva. "Iya. Aku nggak mau pulang malam ini." Eva menolak untuk kembali ke rumah. Erik semakin gelisah dan khawatir terhadap Eva. "Oh ya, aku tanya sama Rendra saja, mungkin dia tahu Eva ada di mana," lanjut Erik menemui Rendra di rumahnya. Hanya berjalan beberapa langkah, Erik tiba di rumah Rendra. Rendra sedang menerima panggilan dari Pati. "Tuan Muda, saya sudah menemukan ID baru," ujar Pati di seberang ponsel. "Oke. Saya akan temui kamu besok," jawab Rendra mematikan panggilannya. Erik yang sudah tiba di

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status