Share

Perfect Mate
Perfect Mate
Penulis: Penyedap Rasa

Suami Ku Gila

"Hah... Haaah..." Camelia terus berlari di tengah deras hujan. Ia bahkan tidak memakai alas kaki saat pergi dari rumahnya. Bulir tetesan hujan ditambah keringat seakan memenuhi wajah cantiknya. Camelia bahkan tidak tahu harus kemana dirinya sekarang, sampai mana ia bisa berlari dari kejaran Derdy, suaminya.

Suaminya? Bukankah seharusnya suami itu melindungi serta mengayomi. Bukan seperti yang Derdy lakukan saat ini padanya. Mengejarnya dengan sebilah belati yang terus ia acungkan demi menakut-nakuti Camelia.

Flashback On

"Mana sih, Mas Derdy?" rancau Camelia sendiri. Sedang tangannya sibuk menempuk lembut paha Dira, putrinya yang baru saja terlelap. Camelia tersenyum manis sewaktu melihat Dira. Hanya anak itu pelipur laranya. Ia bahkan rasanya tidak akan sanggup berpisah dengan Dira walau sehari saja.

Camelia begitu mencintai Dira, jangan ditanya bagaimana cintanya kepada mahluk kecil itu. Ibaratnya kalau ia diminta mati untuk Dira, maka Camelia rela untuk melakukannya.

Sebab itu juga mengapa Camelia mencoba bertahan dalam rumah tangga yang sudah tidak lagi sehat itu.

Semenjak Derdy, suaminya menjadi korban PHK. Pria itu jadi berubah 180 derajat dari dirinya yang dulu. Derdy yang dulu adalah suami yang baik, lembut serta pengertian kini hilang bagaikan di telan bumi. Hanya menyisakan raga tanpa hati.

Tetapi saat ini semua hanya kenangan bagi Camelia. Sedang dirinya hanya bisa bekerja pada toko roti besutan para warga komplek. Toko yang lebih seringnya sepi pembeli itu tidak bisa terlalu banyak menggaji Camelia. Dan itu artinya tidak juga bisa membantu keuangan rumah tangga mereka.

"Camel... Camel..," teriak Derdy dari luar rumah. Hari ini ia kalah judi lagi. Padahal Derdy sangat menggantungkan harapannya pada 'usahanya' kali ini

"Ahk, kalah lagi. Sialan! Mana gue hutang lagi buat modal main, eemm... Tunggu biar gue inget, hutang gue udah ada berapa,ya sama si bos. Sepuluh juta, Hhehe... Enggak, kayaknya lebih deh!" rancau Derdy sendiri. Matanya kembali fokus ke daun pintu. Seharusnya Derdy bisa membukanya sendiri karena Camelia tidak menguncinya. Tapi Derdy yang selalu ingin disanjung dan dilayani bak seorang raja tidak mau melakukan itu sendiri.

"Camelia...!" pekiknya lagi memengkakkan telinga siapapun yang di sana. Camelia yang mendengar hanya bisa mengepal tangan. Rasanya ia begitu malu dengan para tetangga.

"Iyah, Mas tunggu sebentar!" sahut Camelia dari dalam seraya berlari kecil, aura kecemasan melingkupi wajahnya. Ia yakin kali ini pasti lagi-lagi bau alkohol yang akan merebak keluar dari tubuh Derdy, Camelia menggeleng sambil menutup mata. Hatinya bertanya sampai kapan ia harus melalui ini semua.

Camelia sudah membuka pintu "Mas..." risaknya ketika menatap Derdy yang carut marut, bahkan tali gespernya tidak ia simpulkan dengan benar.

"Mas dari mana?" tanyanya sesaat Derdy masuk ke dalam. Derdy tersenyum miring. Tangannya meraup wajah Camelia begitu kasar.

"Gak usah banyak tanya lo!" katanya

Camelia yang masih memegangi daun pintu jadi sedikit terdorong, ia meremas ujung pintu

"Kamu judi lagi, Mas? duganya. Berapa kali Camelia harus menasehati Derdy untuk berhenti dengan perandaiannya yang bisa menang dari judi.Tidak ada yang beruntung dari aktivitas haram itu. Kalah menjadi abu, sedang menangpun menjadi arang. Lebih baik Derdy memulai usaha kecil-kecilan bersamanya. Kembali bahu-membahu mengumpulkan kembali bongkah kebahagian yang telah lama hancur berkeping-keping.

"Cepet siapin gue air panas!" suruh Derdy sambil membuka kancing bajunya malas-malasan. Camelia mengendus tubuh Derdy, kali ini bukan hanya bau alkohol dicampur asap rokok yang masuk ke indera penciumannya. Ada bau lain, jauh lebih soft. Seperti harum parfum stawberry yang biasa ia temui terpajang di rak mini market.

Ia yakin bukan Derdy yang memakai parfum murahan itu. Ahk, untuk beli beras saja Camelia harus berhutang. Masa iyah, Derdy malah memilih membeli parfum ketimbang memberikan Camelia dan Dira nafkah.

Tapi itu mungkin saja, mengingat sudah begitu berubahnya sikap Derdy padanya. Laki-laki itu jadi begitu egois semenjak mengenal arak dan sejenisnya

Camelia mencium kembali, mencoba memastikan. Tidak, ini bau parfum wanita. Ia yakin itu.

Buru-buru ia menarik tangan Derdy "Mas kenapa ada bau wanita lain?" tanya Camelia berapi. Hancur hatinya saat menduga Derdy bermain serong, menghianati cinta mereka yang telah lama mengering.

Memang sejak dua tahun belakangan ini Derdy suka pulang dalam keadaan setengah sadar, tapi baru kali ini Camelia mendapati kenyataan Derdy memiliki wanita lain.

Otaknya tidak bisa menyangkal prasangka-prasangka yang terlintas, meski begitu hatinya berusaha meredamnya dan masih mencoba percaya jika semua hanya kesalah pahaman.

Camelia masih berharap cinta Derdy hanya untuknya. Suaminya hanya sedang salah jalan. Dan apabila ia bersabar hati maka Derdy suatu hari akan kembali berkat ketulusannya.

Tapi kini ia ragu, apa mungkin akan ada hari itu. Atau semua telah usai, tercerai berai bersama kekecewaan yang semakin hari semakin melebarkan jarak keduanya.

Derdy hanya tersenyum mengejek. Ia malas meladeni Camelia yang dinilainya sudah tidak lagi berarti.

"Mas jawab aku! Siapa dia, siapa yang sudah bersama kamu semalaman ini. Aku harus ketemu sama dia, aku harus melihat dia. Orang yang sudah menghancurkan rumah tangga kita," ujar Camelia seraya merangkul tubuhnya sendiri. Pikirannya kalut, bahkan bibirnya bergetar begitu marah.

"Bicara apa sih lo?!" balas Derdy seraya menatap Camelia remeh. Camelia melotot. Enggak... Dia betul-betul tidak mengenali pria yang berdiri di depannya, begitu dingin dan tak tersentuh. Camelia sudah kehilangan Derdy sepenuhnya. Laki-laki yang ia nikahi karena cinta berubah sebab harta.

"Mas... Kasih tahu aku siapa wanita itu. Iih!" Camelia menarik baju Derdy sedang tangan satunya lagi terkepal. Kuat ia memukul bahu Derdy. Ia merasa berhak, karena Derdy sudah membohonginya. Tanpa sengaja Camelia mendorong tubuh Derdy yang memang sejak tadi oleng. Derdy tersungkur menabrak kursi makan hingga benda itu jatuh bersamaannya

"Mas...!" jerit Camelia seraya menutup mulut. Derdy masih diam, tapi saat Camelia berusaha membangungkan Derdy lelaki itu malah menghempaskan tangan Camelia. Derdy menahan tangan Camelia.

"Apa yang lo lakuin ke gue!" bentaknya dengan wajah mengeras penuh emosi.

"Kamu yang apa-apaan, Mas!" Camelia berniat memukul Derdy kembali, demi melampiaskan kekesalannya. Tapi Derdy lebih cepat menampar pipi kirinya.

Kini Camelialah yang terpelanting, bahkan tubuhnya mengenai ujung meja. Camelia memekik dalam hatinya. Matanya terpejam berusaha menahan sakit

"Kemari lo!" Derdy yang sudah sepenuhnya gila menarik rambut Camelia.

"Aauwww...! Mas... Mas....!"

"Lo udah terlalu lama gue diemin. Makanya belagu. Sini gue ajarin lo cara menghormati suami," jerit Derdy.

Kuat Camelia menarik rambutnya. Kulit kepalanya bahkan terasa sangat perih karena jenggutan tangan Derdy.

"Bu... Bukan... Bukan cuma suami yang harus di hormati, tapi istri juga!" jawab Camelia meski terbata, menahan sakit. Ia bisa menjadi penurut layaknya burung merpati yang akan selalu kembali ke sangkarnya. Tapi jika harga dirinya di injak. Camelia merasa ia bisa lebih buas dari harimau betina.

"Berani lo!" murka Derdy semakin kuat menarik surai sepanjang punggung Camelia. Tapi kini rambut itu tergerai tidak beraturan. Tepatnya berakhir diantara jemari Derdy.

"Mas... Mas... Ampun Mas!" rancau Camelia.

"Gak bisa. Lo harus di kasih pelajaran" sungutnya. Terus menarik kepala Camelia.

Camelia tidak tahu kemana Derdy mau membawanya, ketika ia menyadari mereka sudah sampai di dapur.

Derdy melepaskan tangannya di rambut Camelia, terlihat sedang mencari sesuatu. Sedang kepala Camelia jadi tersungkur membentur lantai.

Camelia bangun sembari menyeritkan alisnya. Ikut terfokus dengan tingkah Derdy. Sedang tangannya sambil mengelus kulit kepalanya.

Derdy membuka pintu atas rak piring. Tidak... tidak ada. pikirnya. Berlanjut ke rak bagian bawah. Ia tersenyum miring.

"Nah ini dia...!" ucapnya sambil mengacungkan pisau belati.

Camelia melotot tajam "Mas... Mas.., kamu mau apa?!" Pelan Camelia mundur, dengan bulir keringat mulai menyebul di pelipisnya. Jantung bergerumuh kencang

"Mungkin lo harus di kasih tahu dengan cara ini!" seringai Derdy ditambah senyum pokernya.

"Mas jangan bercanda..." gumam Camelia meski ia tidak melihat sedikitpun tatapan jenaka di iris mata Derdy, justru kali ini mata itu di hiasi dendam.

"Lo fikir gue tahan sama lo yang selalu saja ngributin tentang uang," ucap Derdy berusaha mendekati Camelia, dan Camelia perlahan semakin berjalan kearah luar.

"Aku bukan ngeributin masalah uang, Mas. Tapi Mas memang sudah terlalu banyak berhutang. Gimana kita bisa membayarnya!"

"Itu bukan urusan lo!"

"Itu urusan aku, Mas. Karena aku istri kamu," cicit Camelia sambil memegang dadanya

Derdy terlihat bersiap berlari, refleks membuat Camelia keluar rumah. Ia bukannya berniat meninggalkan Dira dengan ayahnya, hanya saja detik itu ia tidak punya pilihan lain selain kabur menyelamatkan diri

Sebagai insan biasa, Camelia begitu takut mati. Apalagi kematian di tangan suaminya, hal yang tidak pernah ia bayangkan.

"Camelia... Kemari lo! jangan kabur" pekik Derdy terus mengejar. Tiba-tiba saja air langit turun deras membasahi jalan yang terselimuti pekatnya malam itu.

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status