Tetsu merebahkan Camelia di jok mobil Kakinya dikangkangi tanpa melepas penyatuan mereka di bawah sana. Karena sempit, kepala Camelia jadi terangkat dan ia jadi bisa melihat sendiri moment penyatuan mereka untuk pertama kali. Ia menutup mata dan memalingkan wajah. Tapi Tetsu justru bahagia."Bagaimana Camelia. Lihat, keduanya sangat serasi kan. Mereka adalah pasangan yang sempurna," ucap Tetsu merasa telah menemukan ladangnya untuk bercocok tanam meski ia tidak mengharapkan hasil apapun.Tetsu yang adalah korban broken home, tidak pernah berfikir punya keluarga kecil utuh, dilengkapi istri dan anak miliknya. Tidak, itu terlalu mustahil dan menggelikan untuknya. Tetsu mengatur posisi lantas mulai memajukan panggulnya membuat miliknya melesat begitu cepat ke dalam Camelia."Ahk," suara keduanya saling bersautan merasa linu juga nikmat disaat yang sama.Sisi lain hati Eugine masih dilanda rasa cemburu, entah apa yang ia fikirkan. Tetapi pria itu malah mengebut, sesekali berjalan zigzag
Hentakkan kaki Tetsu seakan sinyal untuk beberapa orang berusaha menyangjung sang don juan dengan cara menundukkan kepala. Di belakang pria itu ada seorang wanita yang kesulitan mengatur langkah kakinya. Sesekali Camelia juga merapatkan area kewanitannya yang terasa masih linu seakan milik Tetsu masih menancap di dalam sana."Selamat siang, Tuan!" sapa salah satu pelayan santun. Pelayan itu terlihat kaget karena Tetsu tidak membawa calon istrinya ke dalam perjalan panjang itu. Memang orang Tetsu mengatakan tuannya akan datang bersama wanita, tapi tidak bilang siapa wanita itu. Lalu kru kapal memprediksi jika wanita itu adalah calon istrinya yang beberapa waktu lalu wajahnya tersiar di media. Wanita cantik dari negeri sakura yang akan menjadi calon istrinya. Persis seperti asal usul Tetsu sendiri. Tentunya wanita yang bersanding dengan Tetsu juga punya kualifikasi yang lain. Tak lain anak dari penguasaha terbesar baik di negerinya maupun di negeri orang. Yah. Pernikahan bisnis sebentar
"Lantas anda membenci orangtua anda karena itu?" Camelia mencoba bangun dengan memakai sikut tangan. Apalagi Tetsu sudah menyingkir dari atasnya dan terduduk sambil melamun. Tatapannya kini melayang. Sebelumnya tidak ada yang bertanya alasan ia membenci ibunya."Tidak semudah itu, Camelia." Suara Tetsu terdengar lirih dan kecewa. Kepalanya menunduk dengan helaan nafas berat.Sementara Camelia terus menatapnya dengan dahi berkerut khawatir. Andai ia bisa memahami sedikit saja semua sikap pria itu, mungkin suatu saat nanti hal itu bisa menjadi keuntungan untuknya. Lagipula, ia rasa dirinya gak bisa bekerja sama tanpa saling memahami. Semua fikiran buruk berusaha ia tepis. Kini Camelia mencoba melihat Tetsu dengan pandangan manusia biasa. Pernah berbuat salah dan bisa juga kecewa. Tetsu menatap Camelia kembali. Aura Camelia membawa kedamaian hingga bibirnya dengan mudahnya berceloteh hal paling pribadi. Rahasia yang ia tutupi. Bahkan disangkalnya karena tak ingin terlihat berbeda."Aku y
Wacana bunuh diri sudah ada dalam benaknya. Sudah cukup lama ia berjalan menyeret langkah kaki seraya menahan linu. Tetsu memutuskan tidak peduli dengan hidupnya. Saat ini ia hanya mau pergi selamanya. Namun, masalahnya bunuh diri tidak semudah seperti yang diucapkan. Meski kini ia sudah berdiri di jembatan perorangan. Menatap dengan pengharapan kosong juga kekecewaan tak terbendung lagi. Disela itu ada bayang seorang gadis kecil memanggilnya dengan riang "Koko..!" Suara Chiya mengisi indera pendengarannya. Tetsu menangis tersedu. Ia paling tidak kuasa meninggalkan Chiya sendiri. Apalagi ayah mereka bukan seperti yang ia fikirkan. Celak itu membawa Tetsu pada fikiran jika ayahnya juga bisa menyakiti Chiya sama sepertinya. Tetsu menggeleng penuh. Tidak, ia gak mau Chiya merasakan kesakitan ini. Jika memang diam adalah syarat utama dari ayahnya. Maka Tetsu berusaha diam.Flashback Off.Tetsu masih termenung. Sesekali menghela nafas panjang. Diceritakan beberapa kali pun hatinya tetap sa
Camelia memegangi batang kenikmatan itu dengan tangan bergetar. Berusaha seperti apapun, tangannya tidak bisa menyelimuti batang milik Tetsu yang besar dan panjang itu. Camelia jadi menelan liurnya kasar. Bagaimana kalau benda itu ia paksa masuk ke dalam rongga mulutnya. Mungkin Camelia bisa muntah dalam sekejap. Cukup lama Camelia menimbang seolah tidak memperdulikan erangan frustasi dari bibir Tetsu."Cepat Camelia. Kau gak bisa terus cuma menatapnya," ucap Tetsu dengan aksen yang masih kental. Camelia berdehem. Tetsu dinilainya sangat tidak sabaran. Camelia akhirnya tidak sengaja menyentuh ujungnya. Tidak disangka. Ini lebih lembut daripada sisinya yang tegang berurat. Camelia seakan mendapat mainan baru. Ia memutar ujung jarinya di sana."Ahk, Camelia!" Merasa Tetsu sudah kehabisan kesabaran. Camelia langsung memasukkan benda itu ke mulutnya. Tentunya sangat penuh. Lelaki itu sungguh besar sampai Camelia menitikkan air mata. Itupun baru setengahnya.Tetsu bergelinjang. Tangannya
"Hah... Haaah..." Camelia terus berlari di tengah deras hujan. Ia bahkan tidak memakai alas kaki saat pergi dari rumahnya. Bulir tetesan hujan ditambah keringat seakan memenuhi wajah cantiknya. Camelia bahkan tidak tahu harus kemana dirinya sekarang, sampai mana ia bisa berlari dari kejaran Derdy, suaminya.Suaminya? Bukankah seharusnya suami itu melindungi serta mengayomi. Bukan seperti yang Derdy lakukan saat ini padanya. Mengejarnya dengan sebilah belati yang terus ia acungkan demi menakut-nakuti Camelia.Flashback On"Mana sih, Mas Derdy?" rancau Camelia sendiri. Sedang tangannya sibuk menempuk lembut paha Dira, putrinya yang baru saja terlelap. Camelia tersenyum manis sewaktu melihat Dira. Hanya anak itu pelipur laranya. Ia bahkan rasanya tidak akan sanggup berpisah dengan Dira walau sehari saja.Camelia begitu mencintai Dira, jangan ditanya bagaimana cintanya kepada mahluk kecil itu. Ibaratnya kalau ia diminta mati untuk Dira, maka Camelia rela untuk melakukannya.Sebab itu juga
"Ahah... Aahh..." rasanya Camelia tak kuat lagi berjalan, kakinya sudah begitu letih. Tapi ia juga harus fokus karena Derdy tidak menyerah untuk terus mengejarnya"Dira... Dira...." Dalam pelariannya hanya nama Dira yang menggaung di hatinya, membuat langkahnya semakin pendek sedang matanya berjaga-jaga ke arah belakang.Terlalu fokus dengan sosok Derdy yang mengejarnya. Camelia jadi tidak memperhatikan jalanan di depannya. Ia baru sadar ada mobil hitam sedang membelah jalan setelah jarak mereka cukup dekat."Aahkk...." teriak Camelia. Ia terpejam erat, entah karena cahaya lampu mobil yang menyorot wajahnya atau karena rasa takutnya."Haahh!" kaget Kaoru si pengemudiSedang Camelia sudah terjatuh di depan mobil.***Melihat istrinya tertabrak di jalan, Derdy malah memilih kembali ke rumah. Pria itu tidak ingin ikut campur. Derdy cukup tahu mobil yang menabrak Camelia adalah mobil mahal. Mungkin saja pemilik mobil itu malah menuntut Camelia yang berlari kearahnya tiba-tiba. Dan Derdy t
Camelia dan Eugine sudah sampai di klinik terdekat, sementara Tetsu menunggu di dalam mobil.Camelia mengalami shock tulang karena kejadian itu. Ia harus di rawat dengan intensif, jika tidak mau lukanya menjadi bengkak.Camelia menolak keras, tidak.., Ia tidak ingin disini berlama-lama. Camelia masih ingat pada rencananya semula untuk menjemput Dira saat Derdy tidak di rumah."Nona.., Nona. Tapi Nona tidak bisa pergi. Nona dengarkan kata dokter, kalau Nona memaksa pergi yang ada kaki Nona akan infeksi yang bisa berakibat amputasi," ucap Eugine. Camelia bergidik kengerian. Ia tidak mau cacat, Camelia tidak ingin menyusahkan Dira lebih jauh.Camelia jadi terdiam."Nah sebaiknya Nona beristirahat soal pembayaran rumah sakit ini sudah saya bayar semuanya," ujar Eugine kembali."Kenapa kamu sangat baik, sebenarnya apa yang kamu inginkan dari saya?" tegur Camelia. Eugine memutar bola matanya, mencari alasan. Ia hanya diminta Tetsu memastikan Camelia akan baik-baik saja, tetapi tidak mungkin