Share

O2 - Jatuh Cinta

Kicauan burung menjadi pelengkap suasana sejuk pagi ini. Embun-embun di dedaunan berangsur hilang sebagai tandai bahwa sang surya mulai menampakkan diri.

Semangat tinggi mengawali hari yang indah. Seperti Stevia, gadis berambut panjang itu bersenandung ria sepanjang koridor sekolah. Terlihat sangat cerita tanpa beban hidup.

“Raden?” gumamnya tatkala melihat Raden bermain laptop di lantai dasar.

Keberadaan Stevia yang berada di lantai dua membuat cewek itu memiliki ide jail. Lantas, Stevia mengambil buku di tasnya. Ia dengan telaten melipatnya membentuk sebuah pesawat terbang.

“Semoga kena, huh, hah!” Memberi tiupan pada bagian belakang pesawat dengan harapan hal itu akan menjadi sebuah mantra agar pesawatnya tidak melesat.

Detik selanjutnya, Stevia mulai meluncurkan pesawatnya. Meski cobaan pertama gagal, ia tidak gentar untuk mencoba lagi. “Astaga, Raden! Demi lo, nih, gue rela buku gue habis,” dumel Stevia. Kini di tangannya hanya tersisa satu pesawat.

Pesawat itu terbang dibawa hembusan angin hingga mengenai dada Raden membuat Stevia berseru gembira.

“HAI RADEN, SEMANGAT PAGI YA!” teriaknya begitu Raden mendongak, menatapnya.

****

Stevia berjalan menuju kelas dengan satu cup jus stroberi di tangannya. Ia baru saja selesai mengisi perutnya di ramainya kantin sekolah. Jika kalian mencari tempat teramai saat jam istirahat tiba, maka jawabannya adalah kantin. Sungguh, seperti perkumpulan semut yang keluar dari rumahnya.

Ketika berada di belokan tangga, tanpa sengaja seorang laki-laki menabrak bahunya hingga jus stroberi milik Stevia jatuh mengenaskan di lantai.

“RADEEEENNN!!” teriak Stevia keras. Beberapa siswa terpancing untuk menoleh ke arahnya akibat suara menggelar Stevia.

“JUS GUE NGGAK PUNYA DOSA!”

Sorry.”

Hanya satu kata yang keluar dari mulut cowok bernama Raden itu sebelum akhirnya Raden bergegas pergi. Tidak ada tindakan berbentuk tanggung jawab. Menyebalkan!

Selama pelajaran berlangsung, Stevia selalu saja melirik Raden yang berada di bangku sebelahnya. Berbeda dengan siswa lainnya, bermain ponsel diam-diam. Raden terlihat fokus dengan penjelasan guru tentang bilangan interval.

Merasa terus diperhatikan, Raden menoleh ke arah Stevia. Sontak saja Stevia menyengir menahan malu.

“Hai,” cicitnya pelan.

Raden merolling bola mata kembali fokus pada papan tulis. Sedikit risi akibat tindakan Stevia.

“Raden, lo nanti harus ganti jus stroberi gue, ya?” bisik Stevia.

Pelajaran berakhir membuat para siswa bersorak gembira. Semua lantas mengemas barang-barang mereka, lalu berdoa untuk segera kembali ke rumah masing-masing.

Setelah guru yang mengajar meninggalkan kelas. Stevia menahan tangan Raden, mencegah cowok itu agar tidak pergi.

“Gantiin jus gue dulu,” pintanya.

Sebenarnya Stevia tidak perhitungan, hanya saja ini siasat yang ia lakukan supaya bisa mengobrol dengan manusia es itu. Raden mengeluarkan uang berwarna biru. Ia memberikannya pada Stevia.

“Ambil,” katanya.

Stevia menggeleng. “Gue mau lo yang beliin ke kantin.”

Raden menghela napasnya lelah. Cobaan apalagi ini Tuhan? “Beli sendiri.”

“Tanggung jawab!” tuntut Stevia menarik lengan Raden agar mau bertanggung jawab.

Mendapati tatapan para siswa yang sangat tidak sedap, Raden akhirnya memilih menuruti Stevia. Ia berjalan menuju kantin diikuti gadis dengan rambut ekor kuda itu. Dalam hati Stevia memekik kegirangan telah berhasil membujuk Raden.

Sampai di kantin, Raden segera memesan satu jus stroberi untuk Stevia.

“Ini uangnya, nanti bayar sendiri,” ucap Raden mengulurkan uangnya tadi kepada Stevia.

“Nggak ada kembaliannya loh.”

“Korupsi,” tandas Raden. Meski begitu cowok itu memberikan uangnya pada Stevia. Hitung-hitung sedekah pada gadis itu.

“Makasih Raden,” kata Stevia. Padahal niat Stevia hanya bercanda, ternyata Raden mengikhlaskan uangnya.

Raden mengangguk, lalu melenggang pergi meninggalkan kantin. Hari ini ada jadwal les, ia tidak boleh terlambat menghadiri les tersebut.

****

Suara gesekan biola mengalun sedemikian indahnya memenuhi penjuru ruang musik. Si pemain biola memainkan alat musik itu dengan senyum yang selalu terpatri di wajah ayunya. Stevia sedang dimabuk asmara.

“Lo gila?” tanya Dilla, memperhatikan gerak-gerik sahabatnya itu.

“Bener, kayaknya gue gila.”

“Kok bisa gila? Obat lo belum lo minum?” ucap Dilla bercanda. Yang ia maksudkan dengan obat adalah dosis kewarasan untuk Stevia.

“Gue jatuh cinta, Dil, sama Raden.”

Dilla menghentikan gesekan biolanya, menoleh terkejut kepada sosok yang baru saja berbicara soal perasaan. “Hah? Serius?”

“Iya, Raden terlalu cute buat diangguri, mending diapelin.”

Dilla benar-benar dibuat terpengarah dengan pengakuan Stevia. Sejak kapan cowok dingin anti sosial seperti Raden menjadi menggemaskan di mata Stevia? Ini sangat mengerikan untuk Dilla.

“Mana bisa orang sebodoh lo dapetin Raden,” ledek Dilla.

“KADILLA!” pekik Stevia akibat perkataan Dilla. Sontak saja, semua pasang mata anggota ekstrakurikuler musik membidik ke arahnya dengan tajam. Stevia tidak marah, ia hanya kesal karena Dilla membawanya bangun dari halusinasinya tadi.

****

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status