Share

05 - Bau Matahari

Sepasang netra menatap nyalang kepada ketua kelas. Stevia nyaris saja kehilangan detak jantung akibat Alam mengagetinya saat ia masuk kelas. Dengan kesal, Stevia menarik seragam Alam secara kasar.

“Alam! Lo nggak kapok cari masalah sama gue?”

“BERCANDA, PI!” teriak Alam tatkala Stevia menariknya kasar.

“Kalau jantung gue melorot, terus jantung gue nggak bisa jedag-jedug dekat Raden gimana?”

Alam mengubah raut kesakitannya menjadi datar. Ia sudah overthinking jika Stevia akan marah, namun ternyata oh ternyata gadis itu sangat membuatnya muak. Ide jail tersusun rapi di otak Alam. Cowok itu mendorong-dorong Stevia ke meja Raden.

“Makan, tuh, Raden.”

“A-Al-Alam!”

Ciee, otw ketemu ayang Raden.”

YOU ARE FREAK!”

Hampir saja tubuh Stevia tersungkur menabrak meja akibat dorongan Alam. Beruntung Raden melindungi kepala Stevia yang hendak mencium sudut meja.

Bukan merasa senang, Stevia justru terlihat lebih murka. Gadis itu mendorong Alam dengan kasar, lalu menampar cowok itu membuat warga kelas terkejut.

“MAU BERANTEM SAMA GUE?”

“Kalau kepala gue benjol, gue nggak cantik lagi. Nanti gue makin susah dapetin Raden. Lo kalau ngedukung gue yang bener kek,” gerutu Stevia seraya duduk di bangkunya.

Raden tidak tahu Stevia mengatakan itu sepenuh hati atau sebatas bercanda. Yang Raden tahu, hati dan pikirannya mulai menganggap keberadaan gadis itu. Gadis yang selalu mengemis untuk menjadi sahabatnya.

****

Suara siswa-siswi di kantin sekolah terdengar seperti seruan penonton sepak bola. Sangat ramai dan tidak kondusif. Terlebih sebuah tindakan dari seorang perempuan semakin membuat keadaan panas.

Stevia memasuki area kantin guna membeli sebotol air mineral. Jadwal pelajaran pertama olahraga sehingga dia harus menyiapkan minuman. Stevia membeli dua botol, untuknya dan Raden.

“Nggak punya malu lo jadi cewek ngejar-ngejar Raden terus,” ucap siswa bernama Aretha. Aretha tak hanya sekadar berbicara, melainkan sambil menumpahkan jus buah naga ke seragam Stevia.

Mulut Stevia menganga tak percaya dengan apa yang ia alami. “GUE NGGAK PUNYA MASALAH YA SAMA LO!” pekik Stevia di ambang amarah. Rasa dingin terasa begitu nyata mengenai dadanya.

“Samperin Raden sana, siapa tahu dia kegoda sama tubuh bas—“

Stevia mengambil gerakan mendorong Aretha hingga Aretha mundur beberapa langkah. Ia tidak memiliki masalah dengan gadis dengan nametag Aretha itu. Namun, Aretha berhasil mengusiknya.

“Kalau lo cemburu bilang, nggak usah cari ribut.”

“Lo dikasih tau nggak usah nyolot! Gue Cuma peringatin lo biar nggak nempel sama Raden terus, najis dilihat.”

“Lepas aja mata lo kalau nggak mau lihat,” hardik Stevia.

Aretha kini justru semakin gencar memancing sisi buruk Stevia.  Bahkan tanpa perasaan ia merendahkan Stevia. “Lo itu bodoh, sedangkan Raden pinter. Ibaratnya lo itu tanah buat diinjek dan Raden itu langit buat dijunjung tinggi.”

“Satu hal yang harus lo tahu. Bumi nggak bakal sempurna kalau nggak ada tanah sama langit.”

Mendapati Stevia yang berani membalas setiap kalimatnya, Aretha merasa kalah. Sekali tarikan Aretha berhasil menjambak rambut Stevia kasar.

GOD DAMN IT! LO BENER-BENER GILA!” teriak Stevia menahan rasa sakitnya.

“Makanya jadi orang jangan suka ngelawan!”

Tidak ingin kalah begitu saja karena harga diri seorang Stevia Lavanza sangat mahal. Lantas, Stevia mencekal tangan Aretha dan menyentakkan tangan Aretha hingga tarikan di rambutnya terlepas.

Para siswa tidak ada yang berani ikut campur dengan keributan dua perempuan itu. Mereka justru berseru mendukung jagoan mereka. Rata-rata dari mereka mendukung Stevia si gadis ceria. Karena, Aretha memang dikenal sebagai biang onar sejak dulu.

“KALIAN BERDUA IKUT SAYA KE RUANG BK!”

****

Setelah mendapatkan siraman rohani akibat tertangkap guru BK tengah ribut dengan Aretha. Kini Stevia harus menguras tenaganya dalam menjalani kegiatan olahraga kali ini. Lari, hal yang gadis itu sangat benci. Apalagi dia sudah kehilangan banyak tenaganya.

“Gue tandain mula lo, Tha,” gumam Stevia pelan.

Ia bersama teman-teman berlari bersama-sama mengelilingi lapangan. Ini sudah putaran ke 3, kurang 2 putaran lagi.

Kondisi mood yang sangat buruk, serta hilangnya banyak tenaga membuat Stevia ingin menghilang detik ini juga. Andai saja Stevia memiliki tongkat sihir. Sudah dipastikan perempuan bernama Aretha menjadi kodok.

“Lama banget, anjir,” gerutunya.

Stevia memelankan langkahnya. Sedikit ia menoleh ke arah jajan laki-laki di belakangnya. Lalu detik berikutnya badannya ambruk di atas lapangan.

“PI, KOK TIDUR?” teriak Alam panik.

Alam menarik tangan Raden agar membawa Stevia ke UKS. Mungkin Stevia hanya modus agar mendapat gendongan romantis dari Raden. “Den, lo kuat, kan? Angkat ke UKS, tolong.”

Tanpa basa-basi, Raden mengangkat tubuh Stevia yang seringan kapas. Tidak menaruh curiga sedikit pun. Raden buru-buru menuju UKS. Usai meletakkan Stevia di brankar, Raden berniat kembali ke lapangan. Namun, suara Stevia menghentikannya.

“Den,” panggil Stevia.

Tentu saja Raden merasa dibohongi. Bagaimana bisa gadis itu sadar begitu cepat? Bahkan ini belum ada lima menit dari saat Stevia terjatuh tadi.

“Kamu nggak pingsan?”

“Gue nyaris jadi jeli ini. Tolong ambilin kotak p3k, dong, Raden.”

Menurut, Raden mengambilkan kotak p3k sesuai permintaan Stevia. Ia memperhatikan Stevia yang mulai membelah rambutnya.

“Raden, lo nggak punya niat bantuin gue?”

“Bantuin apa?”

Stevia menundukkan kepalanya, berharap Raden melihat lukanya di kepala. Surai hitamnya menutupi wajahnya, seperti hantu. “Tengokin, ada luka nggak? Gue tadi habis dijambak nenek lampir.”

Raden merangkum jarak. Ia melihat luka di kepala Stevia. Walaupun tertutup rambut, cairan merah itu tertangkap di matanya. “Ada. Boleh saya pegang rambut kamu?”

“Iya, boleh. Bantuin obatin, Den. Ini sakit.”

Dengan patuh Raden mulai mengobati luka akibat cakaran Aretha di kepala Stevia. Perlakuannya mampu membuat Stevia menahan segala jeritan yang ingin ia keluarkan detik ini juga. Oh, Tuhan, Raden sangat manis.

“Rambut kamu bau matahari,” kata Raden.

“RADEEEENNN!!”

****

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status