Share

Perfect Melody
Perfect Melody
Penulis: Strawberry

O1 - Alunan Piano

Lelah para peserta upacara seketika lenyap tatkala seorang guru mulai mengumumkan hasil Penilaian Akhir Semester satu. Semua pasang netra tertuju kepada guru tersebut, dengan penuh harapan nama mereka menjadi salah satu siswa berprestasi di sekolah. Bahkan sorot surya yang sangat panas tidak lagi mengganggu mereka.

“Siswa berprestasi jurusan ilmu pengetahuan alam dengan meraih rata-rata nilai ujian delapan puluh sembilan koma enam puluh dua. Selamat kepada RADEN KASTARA DARI SEBELAS IPA SATU!”

Sudah tidak mengherankan lagi jika asma seorang Raden Kastara disebut sebagai peraih juara satu di SMA Garuda. Otak genius serta polahnya yang anteng patut diteladani. Pantas saja banyak guru yang menggadang-gadangnya sebagai siswa kesayangan.

Suara riuh tepuk tangan terdengar sebagai apresiasi atas usaha keras Raden. Laki-laki tampan itu maju ke depan untuk mengambil sebuah hadiah.

“Udah ganteng, pinter pula,” ucap salah satu siswi di barisan paling belakang.

Stevia menoleh kepada sahabatnya yang baru saja berujar demikian. Ia memperhatikan Raden sekilas.

“Lo naksir, Dil?” tanya Stevia sedikit berbisik.

“Suka sama es batu? Nggak dulu.”

Secara mentah-mentah Kadilla membalas pertanyaan Stevia. Stevia menganggukkan kepalanya percaya. Raden memang pintar, namun cowok itu tidak bisa bersosialisasi. Terlalu menutup diri, Stevia yang notabene-nya sebagai teman sekelas tidak pernah mengobrol dengan cowok itu.

“Selanjutnya, siswa berprestasi dari jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial ...”

Karena jurusannya sudah disebutkan siapa siswa berprestasi, Stevia tidak lagi berminat mendengarkan pengumuman. Berharap namanya masuk daftar siswa berprestasi? Itu sangat mustahil bagi Stevia.

****

Ekstrakurikuler seni musik hari ini ditiadakan. Stevia, salah satu anggota ekstrakurikuler seni musik yang jago bermain biola itu melirik celah jendela ruang musik. Nada-nada piano membentuk alunan indah menyita perhatiannya. Cukup penasaran dengan siapa di balik permainan piano itu, Stevia membuka pintu ruang musik.

“Raden,” gumamnya pelan. Raden masih belum sadar akan kehadiran Stevia. Laki-laki itu tetap melanjutkan menekan tuts piano.

Instrumen piano dari lagu milik Christina Perri berjudul A Thousand Years menerbitkan seulas senyum cantik Stevia. Tidak disangka-sangka bahwa Raden pintar bermain piano.

“Aduh, refleks jatuh cinta.”

Seusai permainan selesai. Stevia menghampiri Raden yang tampak terkejut atas kehadirannya. “Lo jago main piano?” tanya Stevia.

Raden buru-buru mengambil tasnya di lantai tanpa berminat membalas pertanyaan Stevia. Ia hendak pergi, namun gadis dengan sebuah biola di tangannya itu menahan lengannya.

“Mau ke mana?”

“Pulang.”

Menghela napasnya panjang. Stevia sampai heran, apa yang lebih menarik daripada berbicara dengan orang lain sampai-sampai Raden sangat hobi menghindari orang lain.

“Kenapa buru-buru? Kita bisa ngobrol soal musik.”

“Saya nggak punya banyak waktu.”

Jantung Stevia seolah dipaksa berhenti berdetak mendengar suara formal Raden. Bukannya menakutkan, justru terlihat lucu.

“Gue punya banyak waktu, mau minta?”

Pertanyaan sangat konyol. Raden jengah meladeni Stevia yang mengganggunya. Ia menyingkirkan tangan Stevia dari lengannya. Lalu, segera melenggang pergi.

“Raden!”

“RADEEEENNN, LO SUKA MAIN PIANO? LO BELUM JAWAB GUE!”

****

Jemari lentik Stevia masih setia menggeser notebook-nya. Sejak sore tadi, gadis itu bermain sosial media. Stevia mencari informasi tentang Raden melalui i*******m cowok itu.

Tidak ada yang aneh. Semua foto Raden di I*******m hanya tentang prestasinya. Jika pun bukan prestasi, cowok itu mengupload foto ketika liburan. Sama sekali tidak ada foto piano dan apa pun itu yang berhubungan dengan musik.

“Sayang, makan dulu!” panggil Mama Stevia dari ruang makan.

Stevia yang tadinya duduk di gazebo dekat kolam berenang, segera beranjak untuk makan bersama keluarganya. Keluarga Stevia sangat harmonis. Mereka semua juga memiliki hobi yang sama, yaitu bermain musik.

“Papa punya event musik berpasangan. Kamu ajak Kak Abi aja kalau mau ikut.”

Pria sebagai kepala keluarga Stevia mengulurkan sebuah poster tentang event musik dengan syarat peserta wajib memiliki pasangan.

“Yess, gue bakal ajak Raden buat ikut!” seru Stevia dalam hati.

“Sayang, panggilin Kak Abi suruh makan sekarang, ya?”

Stevia menganggukkan kepalanya atas permintaan Mama. Kakinya mulai melangkah menghampiri kamar Kakak laki-lakinya dan Kakak satu-satunya.

“Kak Abi!” panggil Stevia seraya mengetuk pintu kamar Abyan.

“Kaaakk!” ulang gadis itu. Kesal tak mendapat balasan apa pun, Stevia membuka pintu kamar Abi. “Telinganya pajangan doang?!” omel Stevia. Ia menarik kaki Abi yang bermain game online di ponselnya.

“STEPIAAAA!” teriak Abi merasa sangat terganggu dengan tindakan Stevia. Laki-laki itu langsung marah-marah akibat game-nya kalah.

“Mau apa, sih?”

“Disuruh makan.”

“Bawel banget, cepet tua mampus lo,” gerutu Abi sambil membenarkan penampilannya. Ia segera berjalan keluar kamar. Namun, suara Stevia menghentikannya.

“Kak, event musik gue sama temen cowok gue bukan lo. Jangan bilang sama Papa.”

Cukup menarik perhatian Abi. Abi membalikkan badannya memperhatikan Stevia yang membawa poster event musik itu. Senyum jail terbit di sudut bibir Abi.

****

“AWAS LO GUE ADUIN BOKAP!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status