Share

O6 - Pahlawan Malam

Sorot temaramnya lampu kafe menjadi saksi gesekan merdu dari biola Stevia. Tubuh terbalut dress selutut berwarna peach serta rambut panjang tergerai membuat Stevia begitu cantik malam ini. Rutinitasnya tiap malam minggu, mengisi sebuah kafe dengan instrumental biola.

Seusai membawakan penampilan terakhirnya. Stevia berjalan ke arah tempat pemesanan.

“Kak, milkshake strawberry satu ya,” pesan Stevia.

Mata cantik itu menyapu seluruh penjuru kafe. Hanya ada beberapa orang yang tersisa, mungkin dikarenakan waktu yang sudah mulai larut.

Milkshake strawberry satu, ya?” Barista itu mengulurkan pesanan Stevia.

Setelah melakukan transaksi jual beli tersebut, Stevia berjalan keluar kafe sambil menenteng biola juga milkshake-nya. Sebentar, Stevia duduk di bangku depan kafe guna meminum minumannya. Ia sangat haus.

“Cantik,” panggil seorang pria berbadan kekar. Stevia yang memang dasarnya ramah pun membalas sapaan itu dengan senyumannya.

“Sendiri aja?”

“Iya, bang.”

Masih tidak menaruh curiga sedikit pun. Stevia sibuk menikmati minumannya dengan tenang. 

“Mau abang anter pulang?”

Mendapati tangan pria itu di bahunya, Stevia sontak menepis tangan lancang itu. Ia mulai waspada terhadap perilaku pria tua di hadapannya. Buru-buru Stevia meraih biolanya, hendak pergi dari sana.

“Abang anter aja, ayo!”

"Enggak mau!" 

Stevia mundur beberapa langkah akibat rasa takut yang menyerangnya saat ini. Keadaan sekitarnya sangat sepi, tidak ada satu pun orang yang berlalu-lalang. 

Dapat Stevia rasakan tangan pria itu menyentuh pinggangnya. Dengan keberaniannya, ia mendorong pria itu agar menjauh. i

Tba-tiba saja tangan nakal pria itu hendak melayangkan pukulan kepada Stevia. Bukan pukulan, melainkan sebuah ucapan di pinggang yang Stevia dapatkan.

"KYAAAAA!" teriak Stevia kencang. Tak selang lama, tangan itu terlepas akibat sentakan dari laki-laki di samping Stevia.

Terlihat jelas tangan gemetar Stevia. Gadis itu perlahan membuka matanya membuat mata indahnya bertemu dengan mata Raden.

“Raden,” lirih Stevia. Memutar kepalanya, Stevia melihat pria yang tadi hampir membuat jantungnya lepas. Pria itu menatapnya sinis.

“Anak kecil sok jagoan,” ucap pria itu.

Tak disangka pria itu menendang perut Raden hingga Raden terjatuh karena mendapat serangan mendadak.

Melihat pria itu akan melayangkan sebuah pukulan, buru-buru Stevia memeluk Raden yang masih terduduk di tanah.

PLEASE JANGAN SAKITIN RADEN!” jerit Stevia ketakutan.

Raden mematung, tidak tahu harus memberi reaksi tubuh seperti apa selain terkejut. Tindakan Stevia benar-benar di luar nalarnya. Dengan posisi sedekat ini, Raden mendengar begitu jelas detak jantung Stevia.

“Kamu ikut abang aja kalau nggak mau temen kamu abang hajar.”

Pria itu menarik kasar Stevia hingga menjatuhkan milkshake Stevia. Stevia meringis merasakan tangannya dicekal sangat kuat. Ia bingung, atas hak apa pria itu memaksanya? Ia bahkan tidak memiliki masalah dengan pria itu.

Arrkhh, sakit,” rintih Stevia.

“Lepasin temen saya,” ujar Raden tetap tenang. Raden memegang tangan pria itu, memberi peringatan supaya melepaskan Stevia.

Melihat tidak ada itikad baik yang ditunjukkan. Raden menghela napasnya panjang. Sekali sentakan ia berhasil membuat pria itu mundur. Tanpa disangka, Raden melakukan tendangan ke perut pria itu. Akhirnya pria itu tersungkur ke tanah.

“Ada rekaman CCTV kalau kamu mau masuk kantor polisi,” peringat Raden seraya menunjuk sebuah CCTV di pojok kafe.

Mendengar nama polisi sudah membuat pria itu ketakutan. Segera dia berlari menjauhi dua remaja itu.

“Makasih, Raden,” kata Stevia dengan senyum lebarnya. Bukannya menjawab, Raden justru menjauhi Stevia. Untung saja tadi dia ke toko buku di sebelah kafe itu. Jika tidak, ia tidak tahu bagaimana nasib Stevia selanjutnya.

“Raden, lo udah mau jadi sahabat gue?” tanya Stevia mengikuti langkah Raden.

“Radeennn,” panggilnya mendayu.

Merasa risi atas perilaku Stevia, Raden menghentikan langkahnya. Ia menatap Stevia dengan sorot mata yang serius. Selalu serius.

“Saya nggak mau.”

“Kenapa? Gue bisa jadi pelengkap lo yang pendiem,” sergah Stevia dengan seribu satu alasan yang dia punya.

“Apa alasan kamu maksa jadi sahabat saya?”

Stevia menerawang jauh ke depan. Ia berpikir untuk beberapa waktu. Sementara Raden, mulai lelah menunggu jawaban gadis itu.

“Soalnya gue mau lo ajarin gue belajar, biar gue populer di sekolah karena udah cairin beruang kutub utara kayak lo. Teru---“

“Saya makin nggak tertarik buat bicara sama kamu.”

Raden melanjutkan jalannya tanpa mengindahkan teriakan Stevia. Stevia sangat emosi mendengar ucapannya tadi. Padahal Stevia hanya berusaha jujur.

“RADEN!”

“GUE CUMA JUJUR AJA!”

“BESOK JADI SAHABAT GUE, YA?”

****

Stevia berguling ke sana-sini di atas tempat tidurnya. Tidak bisa dideskripsikan lagi bagaimana perasaan hatinya setelah ditolong Raden tadi. Semuanya masih begitu jelas. Ingatkan pada Stevia bahwa ini bukan mimpi.

“Gue rela dihadang preman kalau - ditolong Raden,” ucapnya sambil terus menahan senyumnya.

Sudah hampir 1 jam gadis itu cekikikan. Dia salah tingkah, sangat. Jika ada alat yang berfungsi mengukur sebuah rasa bahagia. Maka, alat itu akan rusak jika dipakai Stevia. Kebahagiaan gadis itu melebihi rata-rata.

“Gue chat Raden, aah.”

Benda pipih sejuta umat itu, Stevia buka. Stevia mencari nomor W******p Raden. Beruntung ada group kelas, jadi ia akan semakin mudah menemukan nomor Raden.

Stevia :

Raden

Tidak perlu menunggu lama, sebuah balasan mampu membuat Stevia menjerit dan melompat kegirangan. “KOK UDAH DIBALES? DIA SUKA SAMA GUE?” pekiknya penuh percaya diri.

Stevia memperhatikan jam di ponselnya. Ia akan menunggu 5 menit berlalu agar bisa membalas pesan Raden. Ia sedang berusaha terlihat sibuk dengan tidak langsung membalas pesan Raden.

“Lima menit kayak lima abad.”

Setelah lima menit berlalu, Stevia membuka pesan Raden.

Raden :

Kenapa?

Segera Stevia ketikan sebuah balasan di sana. Ia sangat antusias berkirim pesan dengan Raden. Ini di luar ekspektasinya. Stevia kira Raden tidak akan membalas pesannya. Namun, siapa sangka keberuntungan di pihaknya.

Stevia :

Mau ciuman

Sudah dipastikan jika gadis itu tidak akan mendapat balasan lagi akibat pesan frontalnya. Stevia meletakkan ponselnya di nakas. Malam ini ia akan tidur dengan sangat nyenyak. Ia tidak mau mimpi bertemu dengan Raden karena kisahnya bersama Raden harus di reallife saja, bukan mimpi.

Sebuah notifikasi membuatnya membuka mata dengan cepat. Penuh harap, semoga saja itu dari Raden.

Operator :

Salah satu kuota internet Anda telah habis, pastikan Anda memiliki kuota lainnya.

“KAMPRET! NGGAK JADI MIMPI INDAH GUE!”

Saat akan kembali memejamkan mata, lagi-lagi sebuah notifikasi memaksanya membuka mata.

Raden :

Besok

Saking terkejutnya mulut Stevia menganga begitu lebar. Jika saja ada lebah, mungkin bisa masuk hingga membawa sarang madu mereka ke dalam mulut Stevia.

Respons tidak terduga itu benar-benar mengobrak-abrik jiwa raga Stevia.

“TUHAN, STEVIA MAU RADEN!”

****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status