Flavia menuju ke ruangan Bryan Adion. Karena ruangan atasannya di lantai atas, dia harus memakai lift terlebih dahulu untuk mencapai tempat tersebut.
“Hai, Kak Eva.” Flavia menyapa sekretaris Bryan Adion.
“Hai, Fla.” Eva tersenyum. “Tidak perlu aku antar bukan?” tanyanya menggoda. Dia sudah tahu jika kedatangan Flavia untuk bertemu dengan atasannya.
“Tidak perlu.” Flavia tersenyum. Langkahnya terus diayunkan masuk ke ruangan Bryan Adion. Sebelum masuk, dia mengetuk pintu terlebih dahulu.
Daddy Bryan dan Bian yang sedang duduk di sofa, mengalihkan pandangan pada pintu ketika suara ketukan terdengar. Dari balik pintu terlihat seorang gadis masuk.
Bian terperangah ketika melihat seorang gadis cantik masuk. Kulit putih tampak begitu bersinar. Padahal, dia tahu jika Flavia adalah manager konstruksi. Artinya gadis itu sering keluar. Namun, bagaimana kulitnya bisa seputih itu jika dia sering ke lapangan.
Flavia yang masuk melihat dua pria di dalam. Satu pria jelas dia tahu jika itu adalah Bryan Adion, satu lagi Flavia mencoba mengingat di mana gerangan dia bertemu dengan pria itu.
“Ayo masuk.” Daddy Bryan mempersilakan Flavia untuk masuk.
Flavia segera masuk ke ruangan Bryan Adion. Sambil terus memikirkan di mana gerangan dia melihat wajah anak Bryan Adion.
“Bian kenalkan ini Flavia.” Daddy Bryan memperkenalkan anaknya.
Bian segera berdiri. Mengulurkan tangannya pada Flavia. “Bian.” Dia memperkenalkan dirinya.
Flavia menerima uluran tangan sambil tersenyum. “Flavia.” Dia melakukan hal yang sama. Memperkenalkan dirinya.
Ternyata wanita yang mendekati daddy cantik juga.
Bian memuji Flavia dalam hatinya ketika melihat Flavia. Wajah Flavia semakin cantik ketika dilihat dari dekat. Jauh lebih cantik dibanding dilihatnya di laman sosial medianya. Matanya indah dihiasi dengan bulu mata lentik. Bibirnya yang tipis dan mungil membuat pikiran Bian melayang membayangkan jika pasti akan memberikan sensasi berbeda ketika dicium.
“Bian, kamu akan bekerja sebagai asisten Flavia.” Daddy Bryan memberitahu anaknya. Tadi dia sudah menimbang-nimbang permintaan Bian yang meminta untuk mengurus proyek-proyek Adion. Karena itu, dia menempatkan sebagai asisten Flavia. Agar bisa mengawasi dan mengecek proyek-proyek yang sedang dilakukan oleh Adion.
Bian yang sedang berada dalam pikirannya pun tersadar. Dia segera menjawab ucapan sang daddy. “Baik, Pak.” Bian memanggil dengan sebutan ‘Pak’, karena ini adalah lingkungan kantor. Sekali pun Bryan Adion adalah daddy-nya, dia adalah atasannya.
Jika aku bersamanya, aku akan bisa mendekatinya.
Bian merasa jika bersama dengan Flavia, dia akan bisa mengetahui hubungan daddy-nya dan gadis itu. Tentu saja itu akan sangat memudahkan dirinya.
Saat melihat Bian dari dekat, akhirnya Flavia ingat jika dia pernah bertemu di pernikahan Ghea. Pertemuan pertama itu memang sudah lama, dari pertemuan kedua ini. Jadi wajar jika dia tidak ingat. Waktu itu Flavia masih tinggal bersama papa dan mamanya yang merupakan tetangga El. Jadi dia datang ke pernikahan adik El tersebut. Flavia pun tersenyum ketika mengingat akan hal itu.
Melihat senyum Flavia, Bian merasa aneh. Dia merasa jika gadis di depannya sedang memikirkan sesuatu.
Flavia mengulurkan tangannya. Menjabat tangan Bian lagi. “Semoga kita bisa bekerja sama dengan baik.”
Bian hanya memandangi tangan Flavia. Hingga akhirnya, dia menerima uluran tangan dari Flavia.
“Semoga kita jadi rekan yang sempurna dalam setiap proyek.” Bian menatap lekat pada Flavia.
Flavia hanya tersenyum saja. Saat tangan terlepas, dia segera mengalihkan pandangan pada Bryan Adion. “Kalau begitu saya permisi dulu.” Flavia segera berlalu keluar dari ruangan Bryan. Senyumnya, menghiasi wajahnya ketika keluar dari ruangan atasannya itu.
Senyum yang diberikan pada daddy berbeda.
Satu hal yang menarik perhatian Bryan adalah ketika Flavia tersenyum pada sang daddy. Entah kenapa, dia merasa jika senyuman itu lain. Bian benar-benar curiga jika sang daddy ada hubungan dengan Flavia.
“Apa kamu terpesona padanya?” tanya Daddy Bryan.
Bian menatap sang daddy. “Tentu saja, gadis secantik itu pasti selalu membuat semua orang terpesona.”
“Kamu benar, dia memang membuat semua orang terpesona.” Daddy Bryan tersenyum.
Melihat senyum sang daddy, Bian kembali curiga. Ada binar bahagia ketika menjelaskan gadis yang baru saja keluar dari ruangan sang daddy.
“Apa dia sudah lama bekerja di sini?” tanya Bian ketika kembali duduk.
“Sudah lima tahun ini dia bekerja di sini.”
Bian yang mendengar cerita sang daddy, merasa jika lima tahun belakangan ini dia memang tidak pulang. Hanya sang daddy dan mommy yang sering datang ke London. Tentu saja itu membuat Bian tidak tahu banyak perkembangan di kantor Adion.
“Dia anak yang cantik, baik, periang, dan juga pekerja keras.” Daddy Bryan memuji Flavia.
Bian hanya bisa mengerutkan dahinya ketika sang daddy memuji. Karena jarang-jarang sang daddy memuji wanita lain.
“Cantik jika tidak diimbangi dengan hati yang cantik untuk apa.” Bian mencibir ucapan sang daddy. Sedikit kesal karena sang daddy memuji sang wanita lain.
Daddy Bryan tersenyum. “Kamu akan mengetahui sendiri seberapa cantik hatinya.”
Bian hanya mencibirkan bibirnya. Masih tidak percaya dengan yang dikatakan oleh sang daddy.
***
Bian memutuskan untuk bekerja besok pagi. Dia memang hanya datang untuk mengecek kantor dan bertemu dengan Flavia. Siang ini, Bian membuat janji dengan kakak-kakaknya untuk makan siang. Mereka akan makan siang bersama. Saat menuju ke lantai bawah, lift berhenti dan terbuka di dua lantai bawahnya. Ternyata ada seorang gadis yang sedang bersiap masuk. Gadis itu adalah Flavia. Entah kebetulan atau tidak, Bian bisa bertemu dengan Flavia.
Flavia benar-benar terkejut ketika melihat Bian di dalam lift. Kebetulan, dia ingin ke lobi mengambil pesanan makanannya yang tidak bisa diantar sampai ke lantai atas.
“Aku tidak menyangka jika akan bertemu lagi denganmu di sini.” Bian tersenyum ketika Flavia berdiri di sampingnya.
“Sepertinya kamu akan sering melihat aku di sini.” Flavia tersenyum menyeringai. Jelas kelak mereka akan sering bertemu apalagi mereka akan berada di satu devisi.
“Sepertinya akan menarik ketika berkerja sama dengan wanita cantik.” Bian yang berada tepat di samping Flavia berbisik tepat di telinga Flavia.
Flavia menjauhkan tubuhnya. Cukup terkejut dengan apa yang sedang dilakukan oleh Bian. Mengingat jika Bian adalah orang yang baru dikenalkan, tetapi sudah berani main bisik-bisik.
“Sepertinya akan menarik jika mengajari kamu cara profesionalitas kerja.” Flavia menatap tajam pada Bian. Dari sekali lihat saja, dia yakin sekali jika Bian bukan orang yang profesional.
“Tentu saja aku menunggumu mengajarkan itu.” Bian menyeringai.
Flavia hanya menatap kesal pada pria di hadapannya. Beruntung lift segera terbuka. Jadi paling tidak, dia bisa segera menjauh dari pria di depan itu. Dengan langkah cepat, Flavia keluar dari lift. Malas jika harus berlama-lama dengan Bian.
“Beda sekali dengan daddy dan kakaknya.” Flavia merasa jika Bian sangat berbeda sekali dengan Bryan Adion dan Justin Elvaro. Dua pria itu sangat menghargai wanita. Flavia sering bertemu mereka. Jadi tentu saja dapat membedakan dengan jelas.
Bian hanya menyeringai ketika melihat Flavia yang buru-buru keluar dari dalam lift. Dia merasa akan sangat menarik jika dia bekerja bersama dengan Flavia.
“Aku akan tunjukan seberapa menariknya jika kamu menggoda daddy.” Bian bergumam ketika melihat Flavia. Langkahnya diayunkan terus ke pintu lobi. Sambil matanya masih awas memerhatikan Flavia yang sedang berada di depan resepsionis.
“Lihat-lihat anak Pak Bryan melihat ke sini.” Resepsionis begitu bersemangat sekali ketika Bian sedang mengalihkan pandangan ke mereka.
Flavia yang melihat dua resepsionis yang begitu histeris hanya menggeleng heran. Sekali pun Bian tampan, pesonanya tidak membuatnya luluh. Di matanya, Bryan Adion masih menempati posisi utama.
“Bagaimana pertemuanmu dengan Flavia?” El melemparkan pertanyaan itu pada adiknya. “Apa dia benar-benar cantik?” Rowan menatap adik iparnya tersebut. “Berani-beraninya Kak Rowan bertanya wanita lain.” Bian menggoda kakak iparnya. “Awas kalau kamu bilang pada kakakmu.” Rowan memberikan peringatan pada adik iparnya itu. “Aku tidak janji.” Bian tersenyum menyeringai. Senang menggoda kakak iparnya.“Jawab dulu pertanyaan El, bagaimana pertemuanmu dengan Flavia?” Al yang juga tidak sabar mendengar pun menegur adiknya. “Apa Kak Al mau tahu seberapa cantik Flavia?” Dean menggoda kakak sepupunya. Dia pun tertawa. Al melirik malas. Bukan itu maksudnya bertanya. Dia hanya penasaran saja. “Aku hanya berkenalan saja. Dia cukup cantik.” Bian menceritakan apa yang dilihatnya tadi. “Tadi aku melihat senyum daddy dan senyum Flavia aneh. Aku rasa, mereka benar-benar punya hubungan.” Bian menyimpulkan apa yang dilihatnya tadi. “Kalau begitu, kamu harus benar-benar awasi gadis itu.” El merasa j
Bian bangun jauh lebih awal. Dia segera bersiap untuk ke kantor. Sebelum berangkat kerja, Bian menyempatkan untuk sarapan lebih dulu. Saat di ruang tamu, dia melihat sang mommy yang sedang menyiapkan makanan. Bian pun memeluk sang mommy dari belakang. “Maaf, Mom.” Rasanya tidak nyaman ketika Mommy Shea memilih untuk diam dan tidak mau bicara sama sekali. Membuat Bian akhirnya mengalah. Meminta maaf pada sang mommy.Ibu mana yang bisa marah dengan anaknya. Setiap ibu pasti tidak bisa marah terlalu lama. Termasuk dengan Mommy Shea. “Mommy izinkan kamu untuk tinggal di apartemen.” Sambil mengembuskan napasnya, Mommy Shea memberitahu sang anak.Bian membulatkan matanya. Dia benar-benar terkejut dengan apa yang dia dengar. “Mommy bilang apa?” Bian memutar tubuh sang mommy. “Mommy mengizinkan kamu tinggal di apartemen.” Mommy Shea mengulang kembali ucapannya tersebut. *** Semalam ….Mommy Shea membersihkan wajahnya di depan cermin. Sebelum tidur, dia memang r
Bian mengayunkan langkahnya dengan tenang. Di hari pertamanya dia terlambat. Ini adalah hal yang tak pernah dilakukan. Di London, dia selalu tepat waktu. Tak pernah terlambat sedikit pun. Tentu saja itu membuatnya sedikit kesal dengan dirinya sendiri. Namun, dia tetap tenang. Tak mau terlihat bodoh saat datang. Bian yang masuk ke lobi menjadi pemandangan indah untuk resepsionis. Lobi sudah sepi, mengingat orang sudah mulai bekerja. Ruangan ada di lantai lima belas. Jadi dia segera ke ruangannya tersebut dengan menggunakan lift. Saat lift terbuka, tampak semua orang yang berada di mejanya mengalihkan pandangan. Mereka melihat Bian dengan jaket kulit dengan tas di pundaknya. Tampak keren sekali. Tentu saja itu membuat para staf wanita terpesona. “Jika seperti ini, aku akan betah kerja di divisi ini.” Wanita di divisi konstruksi memang tidak banyak. Lebih didominasi oleh laki-laki. Apalagi Adion sudah berjalan puluhan tahun. Jadi banyak staf yang sudah cukup tua bekerja di Adion. “Be
Bian mengeluarkan laptopnya. Kemudian segera mulai mencatat apa yang akan dijelaskan oleh Flavia. “Kita sedang ada proyek pembangunan hotel, apartemen, dan juga mal. Aku akan memberikan kamu proyek hotel untuk dipelajari dulu. Aku akan kirim file-nya.” Flavia mengirim file pada Bian. “Ada sedikit kendala. Di lapangan sering terjadi perhitungan yang tidak sesuai dengan perencanaan. Jadi kita harus banyak turun ke lapangan untuk mengecek.” Flavia menjelaskan. Bian mengecek file yang dikirimkan oleh Flavia. Beberapa data tentang pembangunan proyek sudah ada di sana. Jika membaca saja sebenarnya Bian mengerti, tetapi dia tidak mau melepaskan kesempatan tersebut begitu saja. “Sudah berapa lama proyek ini berlangsung?” Bian melempar pertanyaan pada Flavia. “Bukankah sudah tertera tanggal di dalam data itu.” Flavia menyindir pada Bian. Padahal dengan membaca saja bisa, tetapi kenapa Bian justru bertanya. “Tinggal jawab, apa susahnya.” Bian tetap tak mau kalah. Flavia mengembuskan n
Seperti biasa Flavia pagi ini bangun dengan bahagia. Sejak dirinya tinggal sendiri, dia merasa bebas. Apalagi tinggal bersama dengan papa dan mama tirinya, membuatnya harus berada dalam neraka. Pagi ini Flavia membuat roti dengan selai stroberi dan segelas coklat hangat. Tempat yang ditujunya untuk sarapan paginya adalah balkon apartemennya. Tempat nyaman untuk menikmati sarapannya. Flavia duduk di kursi yang berada di balkon apartemennya. Menyesap coklat hangat yang tadi dibuatnya. Seketika perasaan bahagia menyelimutinya. Semangatnya pun bertambah untuk mengerjakan kegiatannya hari ini. Pemandangan kota yang terlihat dari ketinggian membuat Flavia bisa melihat hiruk pikuk jalanan. Pagi-pagi sekali jalanan sudah ramai. Beruntung kantor Adion tidak jauh. Jadi saat naik mobil, dia tidak perlu menempuh jarak jauh. “Pagi yang cerah.” Suara yang berasal dari samping membuat Flavia mengalihkan pandangan ke arah sebelah. Dilihatnya seorang pria dengan telanjang dada terlihat. Posisinya
“Tidak, aku justru ingin hidup seribu tahun lagi.” Bian menjawab tenang. Bian menatap Flavia sambil bergerak membuka pintu mobil. Kaca mobil yang terbuka, membuat Bian mudah untuk membuka pintu mobil tersebut. Dengan percaya diri Bian masuk ke mobil Flavia. Kemudian mendudukkan tubuhnya di kursi di samping kemudi. “Kenapa masuk?” Flavia merasa bingung karena dia melihat Bian yang masuk ke mobilnya tanpa izin sama sekali. “Aku akan berangkat denganmu. Apalagi?” Bian memasang sabuk pengamannya pada tubuhnya. Memastikan dirinya aman ketika mobil melaju nanti. Flavia hanya bisa terperangah dengan aksi Bian. “Ayo cepat jalan.” Bian yang selesai memasang sabuk pengamannya segera mengalihkan pandangan. Meminta Flavia segera berangkat. Flavia semakin dibuat terperangah. Bisa-bisanya Bian memintanya untuk segera berangkat begitu saja. Padahal sekali pun berangkat dia tidak mau bersama Bian. “Siapa kamu, menyuruh aku?” tanya Flavia ketus. “Aku tidak menyuruh,” elak Bian. “Kalau tidak m
Makan siang kali ini dilakukan bertiga. Karena bertiga, akhirnya Daddy Bryan memutuskan untuk membawa satu mobil dengan Bian yang menyetir. Daddy Bryan duduk di kursi depan, sedangkan Flavia duduk di kursi belakang. Mereka hendak menuju ke salah satu restoran terdekat. Mobil yang sampai ke restoran. Daddy Bryan, Bian, dan Flavia segera keluar dari mobil. Mereka bertiga masuk ke restoran. Saat masuk, mereka sudah disambut oleh pramusaji di sana. Seolah mereka memang sudah mengenal Daddy Bryan dan Flavia. “Sepertinya kalian sering ke sini.” Sambil duduk Bian melemparkan pertanyaan. Dia yang melihat interaksi pramusaji, menyimpulkan akan hal itu. “Iya, kami memang sering ke sini.” Daddy Bryan menjawab. Bian segera melempar tatapan tajam pada Flavia. Entah kenapa, dia merasa kesel dengan gadis itu. “Pesan satu nasi goreng spesial. Tolong jangan masukkan seafood sama sekali. Satu spageti Bolognese. Satu kopi americano dan satu orange jus.” Flavia menjelaskan pada pramusaji apa saja ya
Flavia tertawa. Dia jelas melihat Bian tadi. Sejak Bian berlari ke lift tadi, dia tahu Bian mengejarnya. Karena itu dia langsung berlari agar tidak dapat dikejar oleh Bian. “Rasakan. Enak saja mau menumpang.” Flavia tertawa. Rasanya senang sekali ketika melihat Bian yang tak dapat mengejarnya. “Sepertinya dia main-main dengan aku.” Dia tidak akan membiarkan Bian untuk melakukan apa pun. Flavia terus melajukan mobilnya. Hari ini, dia ingin menikmati waktunya. Besok Flavia harus ke luar kota. Jadi, tentu saja dia harus mempersiapkan diri. Mobil yang sampai di tempat parkir membuat Flavia segera turun. Dengan langkah semangat, dia mengayunkan langkahnya ke lift. Tepat saat di depan lift, dia melihat seseorang yang dikenalnya di sana. “Bu Shea.” Flavia mengenali jika yang berada di depan lift adalah Shea. “Flavia.” Mommy Shea tersenyum. Flavia menghampiri Mommy Shea. Dilihatnya jika Mommy Shea membawa barang-barang yang cukup banyak. Beberapa terlihat seperti panci-panci dan sebagia