Pagi ini Bian tengah bersiap. Dia tidak mau membuang waktu begitu saja. Jadi dia memutuskan untuk langsung bekerja. Apalagi semalam dia melihat lipstik di jas milik sang daddy. Itu menguatkan jika memang ada yang terjadi pada Daddy Bryan dan juga Flavia.
Saat merasa penampilannya sudah rapi, Bian keluar. Bergabung dengan mommy dan daddy-nya untuk sarapan bersama.“Bi, kamu mau ke mana?” Mommy Shea yang melihat anaknya dengan kemeja rapi pun bertanya. Dia merasa heran. Kenapa anaknya serapi ini pagi-pagi sekali.“Bukankah aku sudah bilang jika aku akan bekerja di Adion Company?” Bian menjawab sambil menarik kursi dan mendudukkan tubuhnya di kursi. Ikut bergabung dengan mommy dan daddy yang sudah duduk di ruang makan.“Kenapa cepat sekali? Kamu baru datang dua hari lalu. Paling tidak harusnya kamu istirahat dulu. Jalan-jalan dulu. Nikmati waktumu di sini lebih dulu.” Mommy Shea merasa anaknya terlalu cepat untuk bekerja. Jadi dia pun memberikan protesnya.“Nanti jika aku liburan lebih dulu, dan bersantai-santai lebih dulu. Yang ada nanti aku malas bekerja, Ma. Jadi lebih baik, aku cepat bekerja.” Bian tersenyum. Sejujurnya bukan itu alasannya. Dia merasa jika harus segera melancarkan aksinya. Jadi tentu saja dia ingin segera bekerja.“Itu bagus. Memang terkadang jika sudah terlalu lama bersantai, kita akan terlalu nyaman. Alhasil jadi malas bekerja. Jadi lebih baik secepatnya bekerja.” Daddy Bryan setuju dengan pendapat anaknya.“Anak dan daddy-nya sama saja.” Mommy Shea tidak dapat mengelak lagi. Mengingat akhirnya anak dan ayah saling dukung. Dia harus rela melepaskan anaknya untuk bekerja secepatnya. Padahal dia ingin anaknya di rumah dulu. Menikmati waktu. Memakan masakannya saat siang.***Bian dan Daddy Bryan sampai di kantor. Saat masuk lobi kantor semua orang menyapa. Bian mengedarkan pandangannya. Mencari keberadaan Flavia. Berharap bertemu dengan gadis itu saat menuju ke ruangan sang daddy. Sayangnya, tidak ada penampakan gadis itu saat datang. Yang ada hanya karyawan-karyawan yang asyik menyapa Bian dan sang daddy.“Kamu seperti mencari seseorang.” Daddy Bryan merasa Bian sedang memerhatikan ke sana ke mari sejak datang. Apalagi saat masuk dia memperhatikan orang-orang yang menyapa.“Aku tidak mencari siapa-siapa. Hanya memerhatikan apa yang ada di kantor ini. Aku harus terbiasa dengan suasana kantor baru ‘kan?” Bian tersenyum. Menutupi keinginannya sesungguhnya.Daddy Bryan hanya mengangguk saja.Mereka berdua segera ke ruangan Daddy Bryan. Di sana, Daddy Bryan menjelaskan jika sedang membuat Hotel Davis di luar kota. Hotel ini beberapa kali ada masalah dengan pengerjaannya. Jadi Daddy Bryan sering mengeceknya. Bian pun mempelajari proyek-proyek yang sedang dikerjakan oleh Adion Company. Paling tidak, dia harus mengerti dulu apa saja proyek perusahaan.***“Apa kalian tidak bisa mengerjakan dengan benar?” Seorang gadis bertanya ketika berada ada di ruang rapat. Suaranya sedikit meninggi ketika pertanyaan itu terlontar. Ketika gadis cantik itu marah, semua staf terdiam. Mereka takut jika gadis itu sudah marah.“Kami akan selesaikan ini, Bu.” Seorang teknis sipil menjawab.“Baiklah, cepat kerjakan. Saya tidak mau ada kesalahan lagi dalam perhitungan kali ini.”“Baik, Bu.”Akhirnya rapat selesai. Mereka semua keluar dari ruang rapat. Flavia yang baru saja memimpin rapat juga turut hadir. Wajah garangnya seketika berubah ketika keluar dari ruang rapat. Senyuman kembali menghiasi wajah cantiknya itu.“Lihatlah, aku seperti melihat dua kepribadian.” Anika mengomentari Flavia.Gadis bernama Flavia Claire itu hanya bisa tersenyum ketika temannya menggodanya. Jika tadi dia bisa marah dan membentak. seketika Flavia berubah ketika keluar dari ruangan. Dia menjadi seorang gadis periang seperti orang-orang pada umumnya. Jadi tentu saja itu membuat orang-orang heran. Karena dalam hitungan detik bisa berubah. Seperti orang yang memiliki dua kepribadian.“Itu namanya profesionalitas kerja. Jika aku bersikap manis saat kalian salah, yang ada kalian-kalian akan seenaknya bekerja.” Flavia menjawab dengan senyuman yang menghiasi wajahnya. Senyuman manis itu semakin membuat Flavia cantik.Flavia memang terkenal tegas. Dia tidak pandang bulu ketika memaki-maki bawahnya jika salah, tetapi dia akan bersikap biasa saja ketika sudah tidak menyangkut pekerjaan. Selalu bisa menempatkan diri.Flavia masuk ke ruangannya diikuti oleh Anika. Anika membawakan beberapa berkas yang tadi diserahkan staf pada Flavia. Setelah rapat, Flavia berniat untuk mengecek laporan yang dibuat para staf.“Apa kamu tahu, tadi pagi Pak Bryan datang dengan anaknya ke kantor?” Anika menatap Flavia sambil meletakkan berkas-berkas di atas meja.“Mana aku tahu. Aku datang lebih awal pagi ini.” Flavia menjawab sambil mendudukkan tubuhnya di kursi.“Sayang sekali. Padahal semua orang heboh setelah melihat anak dari Pak Bryan. Mereka semua langsung terpesona dengan anak Pak Bryan. Aku merasa lebih tampan anak Pak Bryan yang ini, dibanding dengan Pak Justin.” Anika memberikan komentarnya pada paras Bian. Membandingkan dengan kakaknya yang sering datang ke kantor Adion.“Setampan apa pun anaknya, tetap tidak akan bisa mengalahkan ketampanan daddy-nya. Lihatlah Pak Bryan. Di usia yang sudah memasuki enam puluh tahun, tetapi dia masih tampak tampan dan gagah. Itu artinya di jaman muda, dia jauh lebih tampan.” Alih-alih terpesona dengan El, Flavia tetap terpesona dengan Bryan Adion. Baginya, Bryan Adion adalah pria yang tampan yang pernah dia lihat. Walaupun wajahnya sudah menua dimakan usia, tetap saja memancarkan aura ketampanan.“Kamu belum tahu saja anak bungsunya setampan apa. Setelah kamu tahu, kamu akan bilang anaknya lebih tampan dari daddy-nya.“Sekali pun aku melihat anaknya, pandanganku tetap tidak akan berubah.” Flavia tersenyum. Dia masih dengan pendapatnya.Anika hanya menatap malas pada temanya itu. Dia tahu jika temannya itu sangat terobsesi dengan pemilik perusahaan ini.“Sudah, aku mau kerja.” Flavia mengusir temannya itu.“Baiklah.” Anika segera berbalik, meninggalkan ruangan Flavia.Flavia kembali mengerjakan pekerjaanya. Gadis tiga puluh tahu itu memang adalah seorang yang pekerja keras. Di usianya yang cukup matang, dia masih sibuk dengan pekerjaanya. Padahal di luar sana, teman-temannya sudah menikah dan memiliki anak. Namun, Flavia selalu menikmati setiap proses hidupnya. Tidak mau memaksakan jika memang belum berjodoh dengan siapa pun.Saat sedang sibuk bekerja, tiba-tiba telepon di atas mejanya berdering. Flavia yang masih fokus pada laptopnya segera mengalihkan pandangan. Dengan gerakan cepat, dia mengangkat gagang telepon.“Halo, Flavia.”Flavia sudah hapal dengan suara itu. Suara siapa lagi jika bukan suara Bryan Adion. “Iya, Pak Bryan.“Bisakah kamu ke ruanganku?” tanya Bryan di seberang sana.“Bisa, Pak. Segera saya akan ke sana.” Flavia berbinar. Senang akan bertemu dengan Bryan Adion.“Baiklah, aku tunggu.”“Baik, Pak.” Flavia segera mematikan telepon. Tak lupa dia mematikan laptopnya. Dengan langkah percaya diri, dia segera pergi keluar dari ruangannya. Menuju ke ruangan Bryan Adion yang berada di lantai atas.Flavia menuju ke ruangan Bryan Adion. Karena ruangan atasannya di lantai atas, dia harus memakai lift terlebih dahulu untuk mencapai tempat tersebut. “Hai, Kak Eva.” Flavia menyapa sekretaris Bryan Adion.“Hai, Fla.” Eva tersenyum. “Tidak perlu aku antar bukan?” tanyanya menggoda. Dia sudah tahu jika kedatangan Flavia untuk bertemu dengan atasannya. “Tidak perlu.” Flavia tersenyum. Langkahnya terus diayunkan masuk ke ruangan Bryan Adion. Sebelum masuk, dia mengetuk pintu terlebih dahulu. Daddy Bryan dan Bian yang sedang duduk di sofa, mengalihkan pandangan pada pintu ketika suara ketukan terdengar. Dari balik pintu terlihat seorang gadis masuk.Bian terperangah ketika melihat seorang gadis cantik masuk. Kulit putih tampak begitu bersinar. Padahal, dia tahu jika Flavia adalah manager konstruksi. Artinya gadis itu sering keluar. Namun, bagaimana kulitnya bisa seputih itu jika dia sering ke lapangan. Flavia yang masuk melihat dua pria di dalam. Satu pria jelas dia tahu jika itu adala
“Bagaimana pertemuanmu dengan Flavia?” El melemparkan pertanyaan itu pada adiknya. “Apa dia benar-benar cantik?” Rowan menatap adik iparnya tersebut. “Berani-beraninya Kak Rowan bertanya wanita lain.” Bian menggoda kakak iparnya. “Awas kalau kamu bilang pada kakakmu.” Rowan memberikan peringatan pada adik iparnya itu. “Aku tidak janji.” Bian tersenyum menyeringai. Senang menggoda kakak iparnya.“Jawab dulu pertanyaan El, bagaimana pertemuanmu dengan Flavia?” Al yang juga tidak sabar mendengar pun menegur adiknya. “Apa Kak Al mau tahu seberapa cantik Flavia?” Dean menggoda kakak sepupunya. Dia pun tertawa. Al melirik malas. Bukan itu maksudnya bertanya. Dia hanya penasaran saja. “Aku hanya berkenalan saja. Dia cukup cantik.” Bian menceritakan apa yang dilihatnya tadi. “Tadi aku melihat senyum daddy dan senyum Flavia aneh. Aku rasa, mereka benar-benar punya hubungan.” Bian menyimpulkan apa yang dilihatnya tadi. “Kalau begitu, kamu harus benar-benar awasi gadis itu.” El merasa j
Bian bangun jauh lebih awal. Dia segera bersiap untuk ke kantor. Sebelum berangkat kerja, Bian menyempatkan untuk sarapan lebih dulu. Saat di ruang tamu, dia melihat sang mommy yang sedang menyiapkan makanan. Bian pun memeluk sang mommy dari belakang. “Maaf, Mom.” Rasanya tidak nyaman ketika Mommy Shea memilih untuk diam dan tidak mau bicara sama sekali. Membuat Bian akhirnya mengalah. Meminta maaf pada sang mommy.Ibu mana yang bisa marah dengan anaknya. Setiap ibu pasti tidak bisa marah terlalu lama. Termasuk dengan Mommy Shea. “Mommy izinkan kamu untuk tinggal di apartemen.” Sambil mengembuskan napasnya, Mommy Shea memberitahu sang anak.Bian membulatkan matanya. Dia benar-benar terkejut dengan apa yang dia dengar. “Mommy bilang apa?” Bian memutar tubuh sang mommy. “Mommy mengizinkan kamu tinggal di apartemen.” Mommy Shea mengulang kembali ucapannya tersebut. *** Semalam ….Mommy Shea membersihkan wajahnya di depan cermin. Sebelum tidur, dia memang r
Bian mengayunkan langkahnya dengan tenang. Di hari pertamanya dia terlambat. Ini adalah hal yang tak pernah dilakukan. Di London, dia selalu tepat waktu. Tak pernah terlambat sedikit pun. Tentu saja itu membuatnya sedikit kesal dengan dirinya sendiri. Namun, dia tetap tenang. Tak mau terlihat bodoh saat datang. Bian yang masuk ke lobi menjadi pemandangan indah untuk resepsionis. Lobi sudah sepi, mengingat orang sudah mulai bekerja. Ruangan ada di lantai lima belas. Jadi dia segera ke ruangannya tersebut dengan menggunakan lift. Saat lift terbuka, tampak semua orang yang berada di mejanya mengalihkan pandangan. Mereka melihat Bian dengan jaket kulit dengan tas di pundaknya. Tampak keren sekali. Tentu saja itu membuat para staf wanita terpesona. “Jika seperti ini, aku akan betah kerja di divisi ini.” Wanita di divisi konstruksi memang tidak banyak. Lebih didominasi oleh laki-laki. Apalagi Adion sudah berjalan puluhan tahun. Jadi banyak staf yang sudah cukup tua bekerja di Adion. “Be
Bian mengeluarkan laptopnya. Kemudian segera mulai mencatat apa yang akan dijelaskan oleh Flavia. “Kita sedang ada proyek pembangunan hotel, apartemen, dan juga mal. Aku akan memberikan kamu proyek hotel untuk dipelajari dulu. Aku akan kirim file-nya.” Flavia mengirim file pada Bian. “Ada sedikit kendala. Di lapangan sering terjadi perhitungan yang tidak sesuai dengan perencanaan. Jadi kita harus banyak turun ke lapangan untuk mengecek.” Flavia menjelaskan. Bian mengecek file yang dikirimkan oleh Flavia. Beberapa data tentang pembangunan proyek sudah ada di sana. Jika membaca saja sebenarnya Bian mengerti, tetapi dia tidak mau melepaskan kesempatan tersebut begitu saja. “Sudah berapa lama proyek ini berlangsung?” Bian melempar pertanyaan pada Flavia. “Bukankah sudah tertera tanggal di dalam data itu.” Flavia menyindir pada Bian. Padahal dengan membaca saja bisa, tetapi kenapa Bian justru bertanya. “Tinggal jawab, apa susahnya.” Bian tetap tak mau kalah. Flavia mengembuskan n
Seperti biasa Flavia pagi ini bangun dengan bahagia. Sejak dirinya tinggal sendiri, dia merasa bebas. Apalagi tinggal bersama dengan papa dan mama tirinya, membuatnya harus berada dalam neraka. Pagi ini Flavia membuat roti dengan selai stroberi dan segelas coklat hangat. Tempat yang ditujunya untuk sarapan paginya adalah balkon apartemennya. Tempat nyaman untuk menikmati sarapannya. Flavia duduk di kursi yang berada di balkon apartemennya. Menyesap coklat hangat yang tadi dibuatnya. Seketika perasaan bahagia menyelimutinya. Semangatnya pun bertambah untuk mengerjakan kegiatannya hari ini. Pemandangan kota yang terlihat dari ketinggian membuat Flavia bisa melihat hiruk pikuk jalanan. Pagi-pagi sekali jalanan sudah ramai. Beruntung kantor Adion tidak jauh. Jadi saat naik mobil, dia tidak perlu menempuh jarak jauh. “Pagi yang cerah.” Suara yang berasal dari samping membuat Flavia mengalihkan pandangan ke arah sebelah. Dilihatnya seorang pria dengan telanjang dada terlihat. Posisinya
“Tidak, aku justru ingin hidup seribu tahun lagi.” Bian menjawab tenang. Bian menatap Flavia sambil bergerak membuka pintu mobil. Kaca mobil yang terbuka, membuat Bian mudah untuk membuka pintu mobil tersebut. Dengan percaya diri Bian masuk ke mobil Flavia. Kemudian mendudukkan tubuhnya di kursi di samping kemudi. “Kenapa masuk?” Flavia merasa bingung karena dia melihat Bian yang masuk ke mobilnya tanpa izin sama sekali. “Aku akan berangkat denganmu. Apalagi?” Bian memasang sabuk pengamannya pada tubuhnya. Memastikan dirinya aman ketika mobil melaju nanti. Flavia hanya bisa terperangah dengan aksi Bian. “Ayo cepat jalan.” Bian yang selesai memasang sabuk pengamannya segera mengalihkan pandangan. Meminta Flavia segera berangkat. Flavia semakin dibuat terperangah. Bisa-bisanya Bian memintanya untuk segera berangkat begitu saja. Padahal sekali pun berangkat dia tidak mau bersama Bian. “Siapa kamu, menyuruh aku?” tanya Flavia ketus. “Aku tidak menyuruh,” elak Bian. “Kalau tidak m
Makan siang kali ini dilakukan bertiga. Karena bertiga, akhirnya Daddy Bryan memutuskan untuk membawa satu mobil dengan Bian yang menyetir. Daddy Bryan duduk di kursi depan, sedangkan Flavia duduk di kursi belakang. Mereka hendak menuju ke salah satu restoran terdekat. Mobil yang sampai ke restoran. Daddy Bryan, Bian, dan Flavia segera keluar dari mobil. Mereka bertiga masuk ke restoran. Saat masuk, mereka sudah disambut oleh pramusaji di sana. Seolah mereka memang sudah mengenal Daddy Bryan dan Flavia. “Sepertinya kalian sering ke sini.” Sambil duduk Bian melemparkan pertanyaan. Dia yang melihat interaksi pramusaji, menyimpulkan akan hal itu. “Iya, kami memang sering ke sini.” Daddy Bryan menjawab. Bian segera melempar tatapan tajam pada Flavia. Entah kenapa, dia merasa kesel dengan gadis itu. “Pesan satu nasi goreng spesial. Tolong jangan masukkan seafood sama sekali. Satu spageti Bolognese. Satu kopi americano dan satu orange jus.” Flavia menjelaskan pada pramusaji apa saja ya