Setelah wisuda, Freya berusaha mencari pekerjaan yang layak untuknya. Ia terpaksa berpisah dengan sahabatnya untuk mencari kesempatan yang lebih baik. Freya pindah ke sebuah tempat di pinggiran kota. Ia berharap bisa mendapat pekerjaan di salah satu perusahaan kecil disana.
Lagi-lagi Freya tinggal di kamar kos yang sempit dengan perabotan seadanya. Tidak jauh beda dengan kamar kosnya yang dahulu. Freya sadar, ia tidak seberuntung orang lain. Ia tidak memiliki cukup uang untuk membangun bisnis sendiri atau melanjutkan kuliah. Yang Freya tahu ia hanya harus bekerja.
Setiap hari ia berjalan mencari-cari lowongan pekerjaan. Satu demi satu lamaran pekerjaan ia sampaikan di gedung-gedung perusahaan kecil. Sayangnya, setelah menunggu dua minggu belum ada satupun perusahaan yang memanggilnya untuk wawancara.
Freya termenung di kamarnya. Persediaan uangnya menipis, padahal ia belum mendapat pekerjaan apapun. Freya memutar otaknya. Ia harus cepat-cepat mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhannya.
Freya tak punya pilihan lain. Sekarang, pekerjaan apapun akan ia terima. Freya beranjak dari kamarnya. Ia menyusuri jalanan. Satu per satu tempat ia datangi. Toko, tempat makan, minimarket, semuanya ia kunjungi untuk menanyakan lowongan pekerjaan.
Hingga akhirnya, Freya sampai di sebuah tempat makan kecil yang agak sepi. Freya memberanikan diri untuk masuk dan menanyakan pekerjaan.
Seorang wanita tua akhirnya menemui Freya. Ia memandang Freya dari kepala sampai kaki sebelum akhirnya menyetujui Freya untuk bekerja di tempat itu.
“Kau tidak perlu datang di siang hari.” Ucap wanita itu.
“Datanglah nanti malam. Tempat ini lebih ramai di malam hari.”
Freya tersenyum gembira saat ia mendapat pekerjaan itu. Tanpa pikir panjang, ia langsung mengiyakan ucapan wanita tua dihadapannya. Merasa telah berhasil, Freya akhirnya melangkah pulang.
***
Malam harinya, Freya datang ke tempat itu. Benar saja, tempat itu lebih ramai dari tadi siang. Setelah masuk, wanita tua tadi siang kembali menemui Freya.
“Pakai ini.” Ucap wanita itu sambil memberikan beberapa potong pakaian pada Freya.
“Apa ini seragamnya?” tanya Freya.
“Benar. Kau pakai sekarang.” Ucap wanita itu.
Freya masuk ke sebuah ruangan. Ia lalu mencoba memakai seragam itu. Tak disangka ternyata pakaian itu sangat minim. Roknya saja sangat pendek. Bajunya pun begitu ketat dengan garis leher yang terlalu panjang ke bawah. Lekuk tubuh Freya terlihat jelas dengan pakaian minim itu. Freya sama sekali tak nyaman dengan pakaian itu. Tapi ia tak punya pilihan lain. Ia butuh uang untuk bertahan hidup.
Malam itu, Freya dapat menyelesaikan pekerjaan itu dengan selamat. Tengah malam , setelah pekerjaannya selesai ia langsung kembali ke kos dan beristirahat. Freya berniat cepat-cepat mundur dari pekerjaan itu.
***
Keesokan harinya, Freya kembali datang ke tempat itu. Tempat makan itu kembali ramai di malam hari, Mungkin karena pekerja perempuan di pekerjakan pada malam hari. Kali ini Freya kembali pada seragam sialan itu. Ia kemudian mengantar makanan sesuai pekerjaannya.
Agak larut, pandangan Freya jatuh pada seorang pria tampan. Pria itu bertubuh tinggi, tegap, dan terlihat sangat berwibawa. Berbeda dengan palanggan-pelanggan lain. Freya segera sadar dari lamunannya dan kembali bekerja. Sesekali ia memandang pria tampan itu dan bertanya-tanya apa yang dia lakukan disini. Pria tampan itu tampak aneh. Dia tampak tidak menyukai tempat makan itu, tapi tak kunjung pergi.
Kali ini Freya mengantar makanan ke sebuah meja yang penuh dengan para lelaki. Gerombolan lelaki itu menggodanya dan membuat Freya risih. “Ayolah kemari sebentar. Kami akan memesan makanan untukmu.” Ucap seorang pria.
“Tida, terimakasih.” Jawab Freya.
“Ayolah sebentar saja.” Rayu pria lain.
Lagi-lagi Freya menolak. Hingga seorang pria besar berdiri dan langsung menarik tangan Freya. “Kubilang duduk!” teriak pria itu.
Freya hanya bisa berteriak kesakitan saat tangan pria itu mencengkramnya dengan kuat.
“Lepaskan dia!” seru seorang pria dari arah lain.
Freya menoleh. Lelaki tampan itu sudah berdiri dan melangkah ke arah Freya. “Dia milikku.” Ucap pria itu.
“Apa kau bilang? Aku lebih dulu menarik tangannya!” sahut pria kejam yang menarik tangan Freya.
Dengan cepat tubuh Freya ditarik menjauh dari pria besar sialan itu. “Kau pikir untuk apa aku bertahan di tempat menjijikan ini kalau bukan untuk dia?” jawab pria tampan itu dengan tegas.
“Aku sudah memilikinya lebih dulu. Kalau kau mau memiliki gadis kecil itu, berapa yang berani kau bayar?” tantang pria besar itu.
“Apa? Bayar? Apa aku sudah menjadi jalang sekarang?” batin Freya. Jantung Freya berdegup kencang. Ia benar-benar merasa harga dirinya diinjak-injak sekarang.
“Berapa yang kau mau?” jawab pria tampan itu.
Freya tak peduli lagi, ia berlari ke sebuah ruangan untuk mengganti pakaiannya. Hari ini juga ia akan keluar dari pekerjaan yang menjijikan itu.
Freya melangkah cepat untuk keluar dari tempat itu. Tapi ternyata pria tampan itu masih disana. Freya juga melihat setumpuk uang berada di meja pria besar sialan itu.
“Kau milikku sekarang. Jadi kau ikut aku.” Ucap pria itu.
Tangan Freya kembali ditarik keluar dari tempat itu. Lalu pria itu memasukkan Freya ke dalam mobilnya.
“Turunkan aku! Aku bahkan tidak mengenalmu!” seru Freya.
“Kau juga perlu tahu aku tidak menjual diriku sendiri!”
Pria itu mengehentikan mobilnya dengan tiba-tiba, membuat Freya terkejut sekaligus takut. “Maaf karena aku memakai cara yang kasar tadi.” Ucap pria itu.
“Aku juga tidak bermaksud membeli apapun darimu.”
“Aku hanya ingin berusaha menolongmu.”
“Maaf kalau kau tersinggung dengan caraku.”
Freya menatap pria itu nanar. Suaranya terdengar begitu tulus masuk ke dalam hati Freya. “Apa dia pria baik-baik?” batin Freya.
“Oh ya, aku David.” Ucap pria itu sambil mengulurkan tangan.
“Freya.” Jawab Freya singkat.
“Baik Frey, kau sudah makan?” tanya David.
Freya yang masih bingung dengan situasi ini menggeleng begitu saja. “Kalau begitu, kita makan dulu setelah itu aku akan mengantarmu pulang.” Jawab David.
David kembali mengemudikan mobilnya, menuju ke sebuah restoran. Setelah sampai mereka pun turun dan masuk ke dalam tempat itu.
Freya begitu canggung duduk dihadapan pria itu. Apalagi, ia ingat kejadian tadi yang sangat memalukan baginya.
“Sebelumnya, apa kau sudah lama bekerja disana?” tanya David.
“Belum, baru dua hari ini. Tapi aku tidak akan lagi pergi kesana.” Jawab Freya.
“Kantorku sedang butuh karyawan, apa kau mau bekerja denganku?” tanya David.
“Apa?” gumam Freya lirih.
Freya tak habis-habisnya dibuat kebingungan. Pria di depannya ini bagaikan malaikat yang membawa keberuntungan bagi Freya. Dia sudah menyelamatkan Freya, dan sekarang ia menawarkan pekerjaan.
“Ini kartu namaku.” Ucap David sambil memberikan kartu namanya.
“Aku memberi ini agar kau percaya padaku. Aku benar-benar tidak punya maksud lain selain menolongmu.”
“Butuh beberapa hari untuk aku bisa sampai ke perusahaanmu. Apa kau bisa menunggu?” tanya Freya dengan suara yang terbata-bata.
“Ya, tentu saja.” Jawab David sambil tersenyum.
Freya mengelus rambut David dengan lembut. Sudah agak lama Freya mendekap pria itu, membiarkan David membenamkan wajahnya di dada Freya. Freya tak menyangka pria yang dikenal dingin perusahaan ternyata juga menyimpan kelelahan yang selama ini tidak ia katakan pada siapapun. David belum menceritakan semuanya, tapi Freya sudah merasakan kesedihan pria itu.“Mulai sekarang kau tidak perlu menyembunyikan apapun, kau bisa menceritakan semuanya padaku”, ucap Freya.“Aku akan selalu ada untuk mendengarkanmu”David mengangkat kepalanya lalu memandang Freya. Ia lalu memeluk gadis itu erat-erat. Baru kali ini ia merasa punya tempat untuk pulang. “Terimakasih”, bisik David.Setelah David melepaskan pelukannya, ia pun mulai menceritakan tentang hidupnya. Sejak kecil David memang hidup di keluarga yang berada. David tak pernah kekurangan apapun. Ia bisa membeli semuanya yang ia mau. Kedua orang tuanya bekerja, jadi uan
“Hmm, Freya” ucap Mama David sambil duduk di perpustakaan pribadinya. Sejujurnya ia ingin putranya bisa menikah dengan Evelyn. Baginya Evelyn adalah gadis sempurna untuk David. Tapi ia juga tidak mau egois dan mengorbankan kebahagian David hanya untuk memenuhi keinginannya. “Aku harus tahu gadis seperti apa Freya itu, apa dia pantas untuk putraku, atau hanya mengincar uang David?”***Sinar mentari menembus jendela apartemen Freya. Saat membuka mata, ia melihat hari sudah siang. “Astaga, jam berapa ini?” gumam Freya. Freya cepat-cepat mengambil ponselnya. Sudah jam delapan pagi. Freya terlambat bangun. Bahkan David sudah meneleponnya dua belas kali, tapi Freya sama sekali tak mendengarnya. “Sial, pasti gara-gara menangis semalam, tidurku jadi terlalu pulas”, ucap Freya.Freya langsung beranjak dari ranjangnya. Ia mengambil handuk dan terburu-buru pergi ke kamar mandi.Brukkk!“Ah, sakitnya&rdquo
Freya masih memakai dress merah itu ketika makan malam bersama David. Sesekali David tersenyum sambil memandang Freya. “Jangan memandangku seperti itu, kau membuatku gugup”, kata Freya. Ucapan Freya membuat David tertawa kecil. “Jangan tertawa juga”, kata Freya.“Jadi aku harus bagaimana?” kata David.“Bertingkahlah biasa saja. Kau bisa kan?” ucap Freya dengan sedikit kesal.“Bagaimana aku bisa biasa saja ada gadis cantik di depanku?” gumam David.“Tidak ada pria yang akan biasa saja ketika jatuh cinta, kau tahu itu?”Freya tersenyum, tapi tiba-tiba ia ingat bahwa dirinya dan David memiliki latar belakang keluarga yang berbeda. Ada sedikit kegelisahan dalam hati Freya. Ia kembali takut. Freya takut untuk melanjutkan perasaannya.“Hei, kau baik-baik saja?” ucap David.Freya mengangguk, tapi kebahagiaannya hilang begitu saja. “Kau kenapa? Ada yang
Setengah hari bekerja sendirian cukup membuat Freya merasa lelah. Apalagi, David sama sekali tidak mengirim pesan pada Freya. Freya sendiri terlalu malu untuk menanyakan dimana David sekarang. Ia tidak ingin menjadi pacar yang cerewet untuk David. Walaupun begitu, sebenarnya Freya juga berharap pria itu menghubunginya walau sekadar menanyakan Freya sedang apa.Freya menghela napas. Waktu pulang akan segera tiba, tapi pekerjaan Freya masih banyak. Ia juga harus mempersiapkan dokumen yang akan ia bawa ke Bali bersama David. Freya beranjak dari kursinya. Pinggangnya terasa pegal. Ia juga mengantuk karena semalam kurang tidur. “Ck, aku kurang beruntung hari ini. Pekerjaanku masih banyak, dan tidak ada yang menemaniku disini” ucap Freya.“Tapi baiklah, bukankah biasanya aku selalu melakukan pekerjaanku sendiri? Kenapa aku jadi manja seperti ini?” Freya mengambil segelas air putih, lalu kembali ke meja kerjanya. Ia kembali mengerjakan dokumen-dokumen
“Jadi sekarang kita ini apa?” tanya Freya.David menelan makanan yang sedang ia kunyah. Ia heran pada Freya. Setelah kecupan pertama yang Freya terima, ia masih mempertanyakan hubungannya dengan David. “Kalau aku bilang kau istriku, kau pasti tidak mau kan?” tanya David.“Kau bahkan tidak memintaku menjadi pacarmu” jawab Freya.“Ah, benar juga”, gumam David sambil tertawa kecil. Freya mendengus kesal. Setelah bibirnya menjadi korban, pria itu malah menertawainya. “Tapi walaupun begitu, aku sudah menganggap kau ini pacarku” ucap David.“Apa kita perlu merayakannya? Supaya semua orang tahu kita sudah berpacaran?” tanya David.Freya menggeleng. Walaupun ia senang bisa berpacaran dengan David, tapi ia masih malu-malu mengakuinya. “Jangan dulu, ini terlalu cepat” jawab Freya. David kembali tersenyum lalu mengusap pipi Freya. “Omong-omong, masakanmu ini enak. Apa ak
Freya masuk ke apartemennya. Ia meletakkan barang belanjaannya di atas meja. “Huh, ini banyak sekali” gumam Freya. Freya mengeluarkan satu per satu barang belanjaannya. Ada macam-macam bahan makanan yang bahkan belum pernah Freya makan. Freya yakin semua barang itu kelihatannya mahal, tapi David tidak membiarkannya tahu berapa total belanjaannya. Freya sedikit tersenyum. Bagaimanapun, ia senang bisa bertemu pria baik seperti David.Setelah menata barang belanjaannya, Freya memutuskan untuk memasak dulu. Kali ini ia memasak lebih banyak karena ia ingin membaginya dengan David sebagai ucapan terimakasih. Freya mengambil daging ayam yang tadi David beli dan mulai mengolahnya.***David menghela napas sambil memandang barang-barang yang ia beli tadi. Ia belum pernah belanja sebanyak ini sebelumnya, apalagi semua itu adalah bahan makanan. “Huh, mau kuapakan ini semua? Aku bahkan tidak memasak” gumam David.Ia mengambil dua buah bawang b