Al menemui Noah di kamarnya. Dia ingin meminta pria dua anak itu untuk ikut menemui mertuanya. Kamar Noah yang berada di lantai bawah membuatnya harus naik lift ke sana. Tepat di depan kamar, Al mengetuk pintu.
“Ada apa Al ke sini?” Noah sedikit terkejut ketika Al berada di depan kamarnya.
“Papa Sean ingin bertemu denganmu.” Al pun menyampaikan niatnya.
“Aku?” tanya Noah menunjuk ke arahnya.
“Iya, kamu. Ada yang ingin dibicarakan.”
Sebenarnya Noah bingung dengan niat papa mertua Al, tetapi dia ingin tahu untuk apa. Terlebih lagi tadi dia dengar jika ada keributan antara Retta dengan calon suaminya. Ach … mungkin papa mertua Al sedang membutuhkan bantuan. Jadi dia memanggilnya. Itulah yang dipikir Noah. “Baiklah, aku bilang Cia dulu jika aku akan keluar.” Noah masuk ke kamar lebih dulu. Berpamitan dengan istrinya.
Bersama dengan Al, Noah langsung menuju ke kamar Papa Sean. Di sana sudah ada Shera juga serta mama dan papanya. Mereka tampak sekali menunggu dirinya.
“Silakan duduk, Noah.” Papa Sean dengan sopan mempersilakan Noah untuk duduk.
Noah tersenyum. Kemudian ikut duduk di samping Al. Noah menunggu Papa Sean berbicara sambil menikmati teh yang disajikan oleh Shera.
“Jadi begini, Noah, mungkin kamu sudah dengar tentang pertengkaran antara Retta dan calon suaminya. Akhirnya pernikahan mereka akan gagal. Namun, karena pastinya ini akan menjadi berita heboh serta membuat malu keluarga kami. Kami sepakat untuk mencari pengantin pria untuk Retta.” Papa Sean pun menjelaskan pada Noah.
“Pak Sean tidak sedang meminta saya untuk memiliki dua istri dengan menikahi Retta ‘kan?” Noah yang mencerna setiap ucapan Papa Sean, mengambil kesimpulan itu.
Hal itu langsung membuat tawa Papa Noah, Mama Stela, Shera, dan Al. Mereka tidak menduga jika Noah berpikir hal itu.
“Maaf, kalau kamu memahami penjelasan itu seperti itu, tetapi bukan itu maksudnya.” Papa Sean tersenyum.
“Lalu maksudnya bagaimana?” tanya Noah yang begitu penasaran.
“Kami ingin Rylan menjadi pengantin pria untuk Retta.” Akhirnya Papa Sean mengungkapkan apa yang sedari tadi ingin disampaikan.
“Rylan?” tanya Noah memastikan kembali.
“Iya, jadi kami merasa Rylan cocok untuk Retta.” Papa Sean sudah banyak bertanya dengan Rylan. Saat pria itu tidak memiliki kekasih, dia rasa dia cocok untuk putrinya. “Aku juga sudah dengar jika dia sedang mengurusi proyek di sini. Menurutku, Rylan yang jauh-jauh datang ke sini untuk proyek, pasti punya tanggung jawab besar terhadap pekerjaan. Itu artinya dia juga bisa bertanggung jawab atas rumah tangganya.”
Noah cukup terkejut ketika Papa Sean mengungkapkan jika dia ingin Rylan menjadi calon suami Retta. Sebenarnya Noah tahu pasti jika Rylan menyukai Retta. Namun, sifat kekanak-kanakan Rylan membuatnya ragu untuk mengizinkan Rylan menikah.
“Dia jauh lebih muda dibanding Retta. Aku takut dia tidak bisa bertanggung jawab dengan benar.” Noah mengungkapkan keraguannya. Dari pada jadi permasalahan suatu hari nanti.
“Aku yakin dia bukan kekanak-kanakan, tetapi ingin membuat suasana nyaman saja.” Entah kenapa dia merasa yakin dengan Rylan, dibanding dengan Gerald. Apalagi setelah tadi mengobrol.
“Jika Anda yakin, saya pun akan berusaha yakin. Saya juga akan jamin jika dia akan menjadi suami yang baik untuk Retta.” Noah mengenal Rylan dengan baik. Adiknya itu tidak seperti dirinya yang aneh-aneh. Jadi dia yakin jika saat nanti Rylan dia akan menjadi suami yang baik.
“Baiklah, jika kamu sudah setuju. Berarti aku tinggal menyiapkan semua. Tolong minta Rylan siapkan semua sekarang. Karena kita tidak punya banyak waktu lagi, mengingat pernikahan tinggal besok,” ucap Papa Sean pada Noah. Dia beralih pada Al. “Tolong kamu urus, Al. Berapa pun biaya yang diperlukan untuk mengurus semua ini secara cepat berikan saja. Aku ingin mereka menikah besok.”
Noah dan Al mengangguk. Waktu mereka tidak banyak. Jadi mereka harus bergegas untuk ke segera mengurusnya. Al sudah bisa membayangkan akan jadi apa seharian ini dia akan kelimpungan, tetapi dengan bantuan orang-orang penting yang dia miliki, pastinya akan mudah untuk melaksanakan semua.
***
Rylan yang bosan di kamarnya memilih ke kamar kakaknya. Dia ingin bermain dengan keponakannya. Mengisi luang waktu yang dimiliki. Di kamar dia langsung bermain dengan Lora dan Nick.
“Uncle.” Lora memanggil Rylan.
“Hai, cantik.” Rylan menjatuhkan tubuhnya menciumi Lora dan Nick. Membuat dua bocah itu tertawa terbahak-bahak. Namun, dia langsung menghentikan aksinya. Biasanya sang kakak akan protes ketika anaknya diciumi olehnya. “Ke mana Kak Noah, Kak?” tanyanya pada kakak iparnya.
“Dia sedang diajak Kak Al menemui Papa Retta,” jelas Cia-kakak ipar Rylan seraya mengambil Nick dan membawanya ke dalam gendongan.
“Ada apa papa Retta memanggil Kak Noah?” Rylan merasa heran dengan yang dilakukan kakaknya. Dia pun memilih mengabaikan pikiran dari ada urusan apa kakaknya dengan papa Reta. Melanjutkan mengganggu Retta agar suasana tidak sepi.
Tepat saat sedang bercanda, suara pintu diketuk. Cia yang mendengar bergegas membuka pintu. Sambil membawa Nick yang berada di gendongannya. Ternyata yang datang adalah Noah. Nick yang melihat daddy-nya, langsung mengulurkan tangan. Meminta sang daddy untuk menggendongnya. Dengan senang hati Noah langsung mengendong anaknya yang kini sudah berusia dua tahun itu.
“Bagus kamu di sini.” Saat masuk, dia melihat adiknya berada di kamarnya. Jadi dia tidak perlu susah payah datang ke kamar sang adik atau mungkin menghubungi sang adik.
“Ada apa memangnya?” Rylan merasa bingung dengan ucapan kakaknya.
“Ada hal penting yang ingin aku sampaikan.” Noah memberikan Nick pada Cia. Kemudian mengayunkan ke balkon kamar hotel. Memilih untuk bicara di sana.
Cia yang melihat suaminya ingin bicara penting dengan Rylan, memberikan kode pada adik iparnya itu untuk segera menuju ke balkon. Menyusul sang kakak.
Dengan sigap, Rylan bergegas untuk menghampiri kakaknya. Dia merasa kakaknya memang benar-benar ingin membicarakan hal penting. Entah, Rylan tidak tahu hal penting apa yang ingin dibicarakan.
Tepat di balkon, Rylan ikut duduk di kursi yang berada di samping sang kakak. Menoleh pada sang kakak penuh degan tanda tanya. “Ada apa sebenarnya?” tanyanya ingin tahu.
“Tadi orang tua Retta mengatakan jika pernikahannya akan dibatalkan.” Noah memulai pembicaraannya dengan adiknya. Rylan sudah menebak hal itu yang akan terjadi, mengingat tadi terjadi pertengkaran hebat. Namun, kenapa kakaknya bicara begitu serius padanya, membuatnya keheranan. “Aku sudah tahu alasannya pernikahan batal.”“Bagus jika kamu sudah tahu, jadi tidak terlalu sulit untukmu memahami apa yang akan aku jelaskan.” Noah merasa tidak perlu susah payah menjelaskan. Rylan menautkan alisnya. Merasa bingung kenapa kakaknya bicara seperti itu. Padahal jelas-jelas. “Memang kamu ingin menjelaskan apa?” tanyanya. “Aku ingin menjelaskan jika orang tua Retta meminta kamu untuk menikah dengan Retta.” Noah akhirnya mengatakan apa yang disampaikan oleh keluarga Retta. Rylan membulatkan matanya ketika mendengar apa yang diucapkan oleh kakaknya itu. “Maksudnya pernikahan tetap akan dilanjutkan dan tidak jadi dibatalkan?” tanyanya memastikan. “Iya, tetap dilanjutkan dengan pengantin pria ya
Retta mengerjap. Perlahan dia membuka matanya yang terasa berat. Semalam Retta menangis. Jadi matanya terasa begitu sulit untuk dibuka. Semalam dia juga mengurung diri di dalam kamar. Dia masih meratapi semua yang terjadi padanya. Retta semakin terisak ketika mengingat hari ini adalah pernikahannya. Sungguh menyesakkan mengingat akan hal itu. Suara pintu terbuka, Retta yang berada dalam selimut mengintip sedikit dari balik selimut. Namun, dahinya berkerut dalam ketika melihat siapa dan apa yang dibawa. Dengan segera Retta membuka lebar selimutnya. Berangsur bangun dari tidurnya. “Kenapa gaun itu Kakak bawa ke sini?” Retta kesal sekali melihat gaun pernikahannya. Jika dulu dia begitu menyukai gaun itu, sekarang tidak. Dia membenci gaun itu karena mengingatkan rasa sakit yang sedang dirasakan. Retta sadar jika dia sendiri yang memilih gaun pernikahan itu. Gaun itu benar-benar sesuai dengan keinginannya. Gaun dengan potongan pendek itu sengaja dipilihnya mengingat jika pernikahan diadak
Retta melihat wajahnya dari pantulan cermin. Dulu bayangan bahagia selalu melintas di kepalanya, tetapi sekarang ketika berada dalam posisi yang sama dengan bayangannya, tak terlihat rasa bahagia sama sekali. Terlebih lagi harus menikah dengan Rylan. Pria yang tidak pernah dibayangkannya sebelumnya. Sekali pun tidak bisa menikah dengan kekasihnya, dia berharap bukan Rylan yang menikah dengannya, tetapi semua sudah jadi keputusan keluarga. Apalagi semua sudah menjadi konsekuensi dirinya yang memilih Gerald dan menyebabkan kegagalan dalam pernikahannya. Penata rias selesai merias wajah Retta, dia meminta Retta untuk mengganti gaunnya. Karena dia akan merapikan langsung gaun dan veil di rambut Retta. Dengan malas, Retta berangsur bangun. Bersiap untuk mengganti pakaiannya dengan gaun pernikahan. Gaun itu terlihat begitu cantik di tubuhnya. Membuat Retta mengagumi dirinya sendiri. Namun, tetap saja tak membuat Retta bahagia begitu saja. Pintu kamar dibuka, Mama Stella melihat sang put
Semua tamu undangan memberikan ucapan selamat. Retta tidak bisa tersenyum sama sekali. Bagaimana bisa dirinya tersenyum ketika hatinya tidak merasa bahagia sama sekali. Rylan melihat jelas wajah Retta. Dia tahu jika istrinya itu tidak akan senang dengan pernikahan. Namun, bukan Rylan jika tidak bisa mengubah semua itu. “Tersenyumlah, orang akan mengira kamu terpaksa menikah.” Suara Rylan sedikit berbisik. Dia tidak menoleh sama sekali ketika berbicara. Pandangannya lurus ke arah depan. Melihat tamu tang satu persatu datang menghampirinya. Retta mendengus kesal. “Memang aku terpaksa.” “Tapi, bukan aku yang memaksa bukan?” ledek Rylan.Retta benar-benar semakin kesal. Bisa-bisanya Rylan meledeknya. Hal itu membuat suasana hatinya semakin kacau. Rylan masih melihat jelas Retta yang begitu kesal. Tidak menyangka jika Retta masih dengan posisi kesalnya. “Pejamkan matamu. Bayangkan jika ini adalah mimpi terindah yang kamu sedang rasakan. Maka kebahagiaan akan menghampirimu.” Rylan kali
Retta masih terkesiap dengan apa yang diucapkan Rylan. Membuat cucu untuk papanya berarti jika mereka akan melakukan hubungan suami istri. “Tidak-tidak.” Retta menggeleng. Dia tidak akan pernah melakukan hal itu. Bagaimana bisa dia melakukan hal itu dengan orang yang tidak dicintainya. Retta dengan kesal masuk ke kamar. Dia mengangkat gaunnya agar langkahnya tidak terhalang. “Kenapa kamu mengatakan seperti itu?” tanyanya. “Karena itu alasan yang tepat.” Rylan dengan tenangnya menjawab akan hal itu. Tangannya bergerak membuka jas dan membuangnya ke sofa. “Tepat bagaimana? Jelas itu tidak tepat.” Retta tidak terima dengan alasan yang diberikan oleh Rylan. “Lalu aku harus memberikan alasan apa?” Rylan melonggarkan ikatan dasi. Kemudian melepas ikatan itu dari kerah kemejanya. Tak hanya disitu, dia bergerak melepaskan kancing lengannya, sambil langkahnya diayunkan menghampiri Retta. Retta memundurkan tubuhnya seiring langkah Rylan yang maju. “Ka-kamu bisa alasan saja aku bosan,” j
Rylan menangkis bantal hingga tidak mengenai wajahnya. Tawanya terdengar menggema diisi kamar. Retta yang melihat bantal tidak dapat dipakai lagi, dia memilih untuk memukul dengan tangannya. Dia melampiaskan kekesalannya. Namun, Rylan berusaha untuk mencekal Rylan. Retta yang meronta justru membuat tubuhnya terjatuh di tempat tidur. Membuat tubuh Rylan berada di atas. Untuk sejenak mereka beradu pandang. Rylan masih mencekal tangan Retta. Berusaha untuk menghentikan istrinya itu memukulnya. Namun, jarak yang begitu dekat dengan Retta membuatnya begitu berdebar-debar. Apalagi tubuhnya menempel di tubuh Retta. Untuk sesat mereka terbuai dengan pandangan mereka. Membuat mereka berada dalam pikiran masing-masing. Rylan memikirkan betapa cantiknya ketika dilihat dari dekat. Tidak salah jika memang dirinya begitu tergila-gila. Di saat Rylan memikirkan kecantikan Retta, Retta sendiri justru memikirkan begitu menyebalkannya Rylan. “Lepaskan aku!” Akhirnya suara Retta terdengar juga. Tidak
Rylan yang tersedak langsung mengambil tisu untuk menghapus air yang tumpah. Dia begitu terkejut dengan ajakan Retta yang mengatakan jika akan membuat perjanjian. Perjanjian macam apa yang diinginkan istrinya itu. “Perjanjian apa maksudmu?” tanya Rylan. “Kamu tahu bukan jika aku terpaksa melakukan pernikahan ini. Jadi aku ingin kita buat perjanjian agar pernikahan ini hanya dalam beberapa waktu saja. Setelah itu kita bisa bercerai.” Retta tidak mencintai Rylan. Karena itu dia tidak mau pernikahan dilanjutkan jika tidak ada cinta. Rylan tersenyum. “Setiap wanita memimpikan pernikahan impian mereka. Menikah dengan orang yang dicintainya dan menjalani hidup dengan orang yang dicintai. Namun, tidak semua mendapatkan apa yang diinginkannya. Aku tahu kamu tidak merasakan semua itu, tetapi apa kamu pikir pernikahan adalah sebuah permainan?” tanya Rylan. Retta terkesiap. Apa yang dikatakan Rylan begitu sangat bijak. Seperti Retta tidak melihat sifat Rylan yang kekanak-kanakan. Apa dia me
“Sayang, kamu jangan bisik-bisik seperti itu?” Rylan merasa geli sekali dengan apa yang dilakukan oleh Retta.Retta hanya bisa tercengang dengan apa yang dilakukan oleh Rylan. Bagaimana bisa suaminya itu bertingkah seolah dirinya yang menggoda. “Jangan menggada-ada!” Kali ini Retta mencubit pinggang Rylan. “Auchh ….” Rylan yang merasakan sakit menjerit. Suara itu membuat Mama Stella dan Papa Sean menoleh ke belakang. “Ada apa?” tanya Papa Sean yang mendengar menantunya menjerit. “Ada semut, Pa. Dia menggigitku.” Rylan tersenyum. Berharap jika alasan itu bisa membuat papa mertuanya tidak curiga. “Pak, tolong bersihkan mobil yang membawa tamu hotel. Saya tidak mau ada semut di dalam mobil dan mengganggu tamu hotel.” Papa Sean memerintahkan supir hotel untuk lebih memerhatikan kebersihan mobil. “Baik, Pak.” Supir mengangguk mengerti. Retta memandang Rylan kesal. Suaminya itu benar-benar membuat gaduh seisi mobil. Padahal hanya dicubit kecil saja. Mungkin tidak sakit, tetapi berlebi