“Tadi orang tua Retta mengatakan jika pernikahannya akan dibatalkan.” Noah memulai pembicaraannya dengan adiknya.
Rylan sudah menebak hal itu yang akan terjadi, mengingat tadi terjadi pertengkaran hebat. Namun, kenapa kakaknya bicara begitu serius padanya, membuatnya keheranan. “Aku sudah tahu alasannya pernikahan batal.”
“Bagus jika kamu sudah tahu, jadi tidak terlalu sulit untukmu memahami apa yang akan aku jelaskan.” Noah merasa tidak perlu susah payah menjelaskan.
Rylan menautkan alisnya. Merasa bingung kenapa kakaknya bicara seperti itu. Padahal jelas-jelas. “Memang kamu ingin menjelaskan apa?” tanyanya.
“Aku ingin menjelaskan jika orang tua Retta meminta kamu untuk menikah dengan Retta.” Noah akhirnya mengatakan apa yang disampaikan oleh keluarga Retta.
Rylan membulatkan matanya ketika mendengar apa yang diucapkan oleh kakaknya itu. “Maksudnya pernikahan tetap akan dilanjutkan dan tidak jadi dibatalkan?” tanyanya memastikan.
“Iya, tetap dilanjutkan dengan pengantin pria yang berbeda,” jelas Noah, “orang tua Retta pasti tidak mau sampai menanggung malu. Jadi mereka memilih untuk melanjutkan dengan pengantin pria yang lain.”
Rylan tahu pasti, efek dari pembatalan pasti akan sangat banyak mengingat jika orang tua Retta adalah pengusaha sukses. Akan tetapi, dia tidak menyangka jika dirinya yang akan menjadi pengganti pria. Sejenak Rylan mengingat bagaimana orang tua Retta yang tadi sempat bertanya tentang dirinya. Namun, tidak menyangka jika pertanyaan itu adalah pertimbangan yang sedang dilakukan oleh orang tua Retta.
“Apa kamu mau menikah dengan Retta?” Noah akhirnya pada inti dari pembicaraannya.
Untuk sejenak Rylan terdiam. Dia masih merasa ini adalah sebuah mimpi. Dia memang berharap bisa menikah dengan Retta, tetapi tidak menyangka jika akan menjadi kenyataan. Padahal tadi dia sudah menyusun rencana untuk mendekat Retta jika pernikahannya gagal, tetapi ketika disodorkan pernikahan, membuatnya benar-benar bersyukur sekali, karena ini jauh lebih besar dari harapannya.
“Rylan, aku bertanya, apa kamu mau menikah dengan Retta?” Noah menepuk bahu adiknya yang tampak sedang melamun.
Rylan tersadar dari pikirannya. Senyumnya langsung tersimpul di sudut bibirnya. “Tentu saja aku mau.” Rylan tidak akan melepaskan kesempatan berharga ini. Dia tentu akan melakukan karena memang mencintai Retta.
“Baguslah kalau kamu setuju. Jadi aku bisa dengan mudah mengurusnya dengan Al. Sekarang siapkan semua data diri kamu. Aku dan Al akan mengurusnya.” Sudah menjelang siang. Pastinya mereka akan kalang kabut mengurus semuanya. Terlebih lagi waktunya begitu mepet.
“Baiklah, aku akan mengambilnya.” Rylan begitu senang ketika dia akan menikah dengan Retta. Dia bergegas untuk ke kamarnya. Menyiapkan semuanya dokumen yang diminta kakaknya. Saat yang berlari sempat terjatuh di lantai kamar. Beruntung di lantai kamar berlapis karpet bulu, sehingga saat terjatuh membuatnya tidak merasakan sakit.
Cia, Nora, dan Nick tertawa melihat Rylan yang terjatuh. “Uncle jatuh,” ucap Lora.
“Kamu bagaimana Rylan, kenapa bisa jatuh?” Cia masih tertawa melihat adik iparnya yang terjatuh.
“Iya, aku terlalu senang.” Rylan segera berangsur bangun. Kemudian berlalu keluar dari kamar. Dia benar-benar diliputi rasa bahagia karena akan segera menikah dengan pujaan hatinya.
Noah yang melihat tingkah adiknya hanya bisa menggeleng heran. Dia yang menoleh ke arah kamar, melihat adiknya terjatuh. Adiknya terlihat begitu senang sampai terjatuh. Sebenarnya Noah masih menyelipkan rasa ragu, mengingat usia Rylan masih sangat muda untuk menikah.
“Jadi dia akan menikah dengan Retta?” Tiba-tiba Cia menghampiri suaminya yang masih duduk di balkon.
“Iya,” jawab Noah, “tapi, aku ragu Rylan menjadi suami untuk Retta.” Noah mengembuskan napasnya. Mengungkapkan apa yang ada di pikirannya.
“Percayalah dia akan menjadi suaminya yang baik. Terlebih lagi dia begitu mencintai Retta.” Cia sudah tahu sejak lama jika adik iparnya itu begitu menyukai Retta. Saat kini dia mendapatkan wanita pujaannya, Cia merasa ikut senang.
“Iya, aku berusaha untuk percaya.” Noah tersenyum tipis. Terkadang keadaan dan cinta mengubah seseorang. Dia berharap dengan menikah dan mendapatkan tanggung jawab, adiknya bisa berubah. Dari sikapnya yang kekanak-kanakan menjadi lebih dewasa.
🌺🌺🌺
Di kamar Rylan mengacak-acak kopernya. Mencari beberapa berkas yang akan digunakan untuk administrasi. Sebenarnya dia ragu bisa selesai dalam sehari, tetapi dia sadar, terkadang dengan kekuasaan dan uang semuanya akan mudah dikerjakan, termasuk menyiapkan administrasi dalam sehari.
Setelah menemukan semua, Rylan bergegas untuk menemui kakaknya. Menyerahkan dokumen yang dibutuhkan.
“Apa aku harus ikut mengurus semua?” tanya Rylan.
“Tidak perlu, biar aku yang mengurus semua. Sebaiknya kamu gunakan waktu ini untuk beristirahat, karena besok akan menjadi hari panjangmu.” Noah menepuk bahu sang adik.
Rylan mengangguk. Dia memang memilih untuk beristirahat. Dia benar-benar baru sampai. Tubuhnya masih begitu letih. Jika tidak diistirahatkan yang ada besok bisa-bisa dia pingsan di hari pernikahan.
Noah yang mendapatkan dokumen bergegas menemui Al yang ada di restoran hotel. Saat di sana tidak hanya Al yang ada, tetapi juga El-sepupu Al sekaligus teman Noah.
“Kalian sudah di sini.” Noah menarik kursi dan mendudukkan tubuhnya. Dua temannya itu hanya mengangguk saja. “Ini dokumen milik Rylan.” Noah menyodorkan beberapa berkas yang disiapkan adiknya.
“Baiklah, sepertinya kita akan bekerja keras hari ini.” Al benar-benar tidak bisa memikirkan apa-apa selain menyelesaikan dokumen pernikahan adik iparnya. Bersyukur, kemarin Retta memilih menikah di hari biasa, bukan di hari libur. Jika tidak, pasti Al akan lebih kalang kabut lagi.
“Apa akan selesai dalam sehari?” tanya Noah memastikan.
“Kali ini kita harus main belakang,” jawab El. Dia pun ikut membantu. Menghubungi beberapa kolega yang berada di pemerintahan untuk mengurus dokumen pernikahan.
Noah hanya tersenyum. Kali ini, dia hanya mengikuti saja dua temannya itu. Berharap benar-benar lancar seperti harapannya.
🌺🌺🌺
Di kamar Rylan tidak bisa tidur sama sekali. Dia benar-benar berdebar-debar karena menanti hari pernikahannya. Sambil memandangi langit-langit kamar, Rylan memikirkan jika semua yang diucapkannya akhirnya jadi kenyataan.
“Aku benar-benar datang untuk jadi pengantin,” ucap Rylan yang mengingat ucapannya pada Retta. Ucapannya sebenarnya hanya asal saja. Sebagai ungkapan hatinya saja. Padahal awalnya dia sudah pasrah ketika Retta menikah dengan kekasihnya.
“Ach … rasanya tidak sabar menikah denganmu. Memiliki anak denganmu dan hidup bahagia.” Untuk Rylan sesederhana itu harapannya, tetapi dia tidak pernah menyangka jika mencapai itu tidak akan mudah, terlebih lagi Retta tidak mencintainya.
🌺🌺🌺
Di kamar, Retta terus menangis. Dia masih begitu menyesali kesalahannya yang begitu percaya dengan kekasihnya. Padahal dia sudah begitu menaruh harapan besar pada sang kekasih.
“Kenapa aku bisa sebodoh itu?” Retta merutuki dirinya yang dengan bodohnya tak menyadari sama sekali yang calon suaminya selama ini rahasiakan.
Setahun yang lalu. Retta menghadiri acara pesta yang diadakan temannya di hotel milik keluarganya. Di sana tanpa sengaja dia bertemu dengan Gerald. Gerald hanya tamu undangan yang datang. Pria itu hanya diajak oleh temannya yang mengenal teman Retta. Awalnya Retta tidak tertarik, tetapi ketika mengobrol, Gerald dapat membuat Retta nyaman.
Gerald bukan pengusaha, dia mengatakan jika hanya seorang manajer salah satu perusahaan pertambangan. Bagaimana Gerald tak silau dengan Retta yang seorang anak pemilik hotel mewah di Indonesia, membuat Retta kagum. Padahal biasanya pria-pria yang mendekatinya adalah pria-pria yang melihat dirinya sebagai anak seorang Sean Wijaya.
Hubungan Retta dan Gerald berlanjut dengan pertemuan di restoran. Gerald menceritakan semua tentang keluarganya, tentang ibu dan ayahnya. Tak ada yang ditutupi sama sekali oleh Gerald. Saat Gerald mengatakan jika dia sudah tidak berminat mencari pacar, dan lebih memilih untuk mencari calon istri, di situ Retta terbuai. Pemikiran Gerald yang tak mau main-main lagi membuatnya luluh. Hingga akhirnya, mereka menjalani hubungan lebih serius.
Retta akui jika sebagai orang yang sibuk, mereka hanya bertemu seminggu dalam sekali. Itu hanya bisa dilakukan di akhir pekan. Retta yang merasa beruntung karena Gerald tidak menuntutnya untuk sering bertemu di tengah kesibukannya bekerja, merasa beruntung. Hal itu menandakan jika Gerald begitu dewasa.
Seminggu yang lalu Gerald melamarnya pada kedua orang tuanya, setelah dia melamar Retta di atas rooftop hotel. Retta begitu bahagia kala itu, hingga akhirnya keputusan menikah diambil. Gerald datang pada keluarga Retta. Melamarnya secara resmi bersama dengan orang tuanya. Mengungkapkan dengan sungguh-sungguh niatnya.
“Orang tua siapa yang kamu bawa waktu itu?” Mengingat bagaiman Gerald datang bersama orang tuanya, kini dia ragu jika itu adalah benar-benar orang tuanya. Menelisik lebih dalam lagi, tampaknya Gerald benar-benar melancarkan aksinya dengan sangat detail. Sampai benar-benar tidak Retta sadari jika itu hanya tipu daya saja.
“Aku bersumpah akan membuat perhitungan padanya jika bertemu lagi! Bisa-bisanya dia mempermainkan hatiku.” Di tengah air matanya yang terus mengalir, Retta meluapkan rasa kesalnya. “Aku tidak akan pernah memaafkanmu yang sudah berani menghancurkan hatiku.”
Kini Retta hanya bisa menangisi nasibnya. Sudah dikhianati, ditipu, dan disakiti, kini dia harus menanggung kemarahan sang papa. Keluarganya yang kecewa sekali padanya membuatnya benar-benar tak berdaya. Retta selalu saja ingin menjadi yang terbaik di depan papa dan mamanya. Sayangnya, semua harus ternoda dengan kecerobohannya.
“Maafkan aku, ma, pa.” Retta hanya bisa menyesali apa yang dilakukan. Hanya bisa menangis sendiri di kamar hotel yang ditempatinya.
Retta mengerjap. Perlahan dia membuka matanya yang terasa berat. Semalam Retta menangis. Jadi matanya terasa begitu sulit untuk dibuka. Semalam dia juga mengurung diri di dalam kamar. Dia masih meratapi semua yang terjadi padanya. Retta semakin terisak ketika mengingat hari ini adalah pernikahannya. Sungguh menyesakkan mengingat akan hal itu. Suara pintu terbuka, Retta yang berada dalam selimut mengintip sedikit dari balik selimut. Namun, dahinya berkerut dalam ketika melihat siapa dan apa yang dibawa. Dengan segera Retta membuka lebar selimutnya. Berangsur bangun dari tidurnya. “Kenapa gaun itu Kakak bawa ke sini?” Retta kesal sekali melihat gaun pernikahannya. Jika dulu dia begitu menyukai gaun itu, sekarang tidak. Dia membenci gaun itu karena mengingatkan rasa sakit yang sedang dirasakan. Retta sadar jika dia sendiri yang memilih gaun pernikahan itu. Gaun itu benar-benar sesuai dengan keinginannya. Gaun dengan potongan pendek itu sengaja dipilihnya mengingat jika pernikahan diadak
Retta melihat wajahnya dari pantulan cermin. Dulu bayangan bahagia selalu melintas di kepalanya, tetapi sekarang ketika berada dalam posisi yang sama dengan bayangannya, tak terlihat rasa bahagia sama sekali. Terlebih lagi harus menikah dengan Rylan. Pria yang tidak pernah dibayangkannya sebelumnya. Sekali pun tidak bisa menikah dengan kekasihnya, dia berharap bukan Rylan yang menikah dengannya, tetapi semua sudah jadi keputusan keluarga. Apalagi semua sudah menjadi konsekuensi dirinya yang memilih Gerald dan menyebabkan kegagalan dalam pernikahannya. Penata rias selesai merias wajah Retta, dia meminta Retta untuk mengganti gaunnya. Karena dia akan merapikan langsung gaun dan veil di rambut Retta. Dengan malas, Retta berangsur bangun. Bersiap untuk mengganti pakaiannya dengan gaun pernikahan. Gaun itu terlihat begitu cantik di tubuhnya. Membuat Retta mengagumi dirinya sendiri. Namun, tetap saja tak membuat Retta bahagia begitu saja. Pintu kamar dibuka, Mama Stella melihat sang put
Semua tamu undangan memberikan ucapan selamat. Retta tidak bisa tersenyum sama sekali. Bagaimana bisa dirinya tersenyum ketika hatinya tidak merasa bahagia sama sekali. Rylan melihat jelas wajah Retta. Dia tahu jika istrinya itu tidak akan senang dengan pernikahan. Namun, bukan Rylan jika tidak bisa mengubah semua itu. “Tersenyumlah, orang akan mengira kamu terpaksa menikah.” Suara Rylan sedikit berbisik. Dia tidak menoleh sama sekali ketika berbicara. Pandangannya lurus ke arah depan. Melihat tamu tang satu persatu datang menghampirinya. Retta mendengus kesal. “Memang aku terpaksa.” “Tapi, bukan aku yang memaksa bukan?” ledek Rylan.Retta benar-benar semakin kesal. Bisa-bisanya Rylan meledeknya. Hal itu membuat suasana hatinya semakin kacau. Rylan masih melihat jelas Retta yang begitu kesal. Tidak menyangka jika Retta masih dengan posisi kesalnya. “Pejamkan matamu. Bayangkan jika ini adalah mimpi terindah yang kamu sedang rasakan. Maka kebahagiaan akan menghampirimu.” Rylan kali
Retta masih terkesiap dengan apa yang diucapkan Rylan. Membuat cucu untuk papanya berarti jika mereka akan melakukan hubungan suami istri. “Tidak-tidak.” Retta menggeleng. Dia tidak akan pernah melakukan hal itu. Bagaimana bisa dia melakukan hal itu dengan orang yang tidak dicintainya. Retta dengan kesal masuk ke kamar. Dia mengangkat gaunnya agar langkahnya tidak terhalang. “Kenapa kamu mengatakan seperti itu?” tanyanya. “Karena itu alasan yang tepat.” Rylan dengan tenangnya menjawab akan hal itu. Tangannya bergerak membuka jas dan membuangnya ke sofa. “Tepat bagaimana? Jelas itu tidak tepat.” Retta tidak terima dengan alasan yang diberikan oleh Rylan. “Lalu aku harus memberikan alasan apa?” Rylan melonggarkan ikatan dasi. Kemudian melepas ikatan itu dari kerah kemejanya. Tak hanya disitu, dia bergerak melepaskan kancing lengannya, sambil langkahnya diayunkan menghampiri Retta. Retta memundurkan tubuhnya seiring langkah Rylan yang maju. “Ka-kamu bisa alasan saja aku bosan,” j
Rylan menangkis bantal hingga tidak mengenai wajahnya. Tawanya terdengar menggema diisi kamar. Retta yang melihat bantal tidak dapat dipakai lagi, dia memilih untuk memukul dengan tangannya. Dia melampiaskan kekesalannya. Namun, Rylan berusaha untuk mencekal Rylan. Retta yang meronta justru membuat tubuhnya terjatuh di tempat tidur. Membuat tubuh Rylan berada di atas. Untuk sejenak mereka beradu pandang. Rylan masih mencekal tangan Retta. Berusaha untuk menghentikan istrinya itu memukulnya. Namun, jarak yang begitu dekat dengan Retta membuatnya begitu berdebar-debar. Apalagi tubuhnya menempel di tubuh Retta. Untuk sesat mereka terbuai dengan pandangan mereka. Membuat mereka berada dalam pikiran masing-masing. Rylan memikirkan betapa cantiknya ketika dilihat dari dekat. Tidak salah jika memang dirinya begitu tergila-gila. Di saat Rylan memikirkan kecantikan Retta, Retta sendiri justru memikirkan begitu menyebalkannya Rylan. “Lepaskan aku!” Akhirnya suara Retta terdengar juga. Tidak
Rylan yang tersedak langsung mengambil tisu untuk menghapus air yang tumpah. Dia begitu terkejut dengan ajakan Retta yang mengatakan jika akan membuat perjanjian. Perjanjian macam apa yang diinginkan istrinya itu. “Perjanjian apa maksudmu?” tanya Rylan. “Kamu tahu bukan jika aku terpaksa melakukan pernikahan ini. Jadi aku ingin kita buat perjanjian agar pernikahan ini hanya dalam beberapa waktu saja. Setelah itu kita bisa bercerai.” Retta tidak mencintai Rylan. Karena itu dia tidak mau pernikahan dilanjutkan jika tidak ada cinta. Rylan tersenyum. “Setiap wanita memimpikan pernikahan impian mereka. Menikah dengan orang yang dicintainya dan menjalani hidup dengan orang yang dicintai. Namun, tidak semua mendapatkan apa yang diinginkannya. Aku tahu kamu tidak merasakan semua itu, tetapi apa kamu pikir pernikahan adalah sebuah permainan?” tanya Rylan. Retta terkesiap. Apa yang dikatakan Rylan begitu sangat bijak. Seperti Retta tidak melihat sifat Rylan yang kekanak-kanakan. Apa dia me
“Sayang, kamu jangan bisik-bisik seperti itu?” Rylan merasa geli sekali dengan apa yang dilakukan oleh Retta.Retta hanya bisa tercengang dengan apa yang dilakukan oleh Rylan. Bagaimana bisa suaminya itu bertingkah seolah dirinya yang menggoda. “Jangan menggada-ada!” Kali ini Retta mencubit pinggang Rylan. “Auchh ….” Rylan yang merasakan sakit menjerit. Suara itu membuat Mama Stella dan Papa Sean menoleh ke belakang. “Ada apa?” tanya Papa Sean yang mendengar menantunya menjerit. “Ada semut, Pa. Dia menggigitku.” Rylan tersenyum. Berharap jika alasan itu bisa membuat papa mertuanya tidak curiga. “Pak, tolong bersihkan mobil yang membawa tamu hotel. Saya tidak mau ada semut di dalam mobil dan mengganggu tamu hotel.” Papa Sean memerintahkan supir hotel untuk lebih memerhatikan kebersihan mobil. “Baik, Pak.” Supir mengangguk mengerti. Retta memandang Rylan kesal. Suaminya itu benar-benar membuat gaduh seisi mobil. Padahal hanya dicubit kecil saja. Mungkin tidak sakit, tetapi berlebi
Makan malam kali ini banyak sekali menu makanan di atas meja. Rylan yang melihat makanan tampak begitu enak. Membuat Rylan begitu tergoda. “Wah … aroma masakannya benar-benar menggugah selera.” Rylan yang baru datang mengungkapkan apa yang dilihatnya. “Ayo, duduklah, Mama memasakkan khusus untuk kamu.” Mama Stella tersenyum. Meminta sang menantu untuk segera mencicip makanan yang dimasaknya. Karena Rylan adalah anggota keluarga baru, dia ingin Rylan merasakan betah di rumah. “Duduklah, Ry. Kamu harus mencicip masakan dari mamamu.” Papa Sean pun meminta Rylan untuk duduk manis. Retta yang melihat kedua orang tuanya yang begitu manis itu hanya bisa menggeleng heran. Sejak kapan mereka begitu manis sekali. Padahal dengannya saja dia tidak pernah bersikap manis. Dengan semangat Rylan mendudukkan tubuhnya di kursi. Rasanya dia begitu bersemangat untuk menikmati makanannya. Retta yang melihat Rylan hanya memutar bola matanya jengah. Dia kegirangan sekali melihat makanan di depannya. R